Rabu, Februari 11, 2009

Rahasia Di Balik Keberanian Munir

Resensi ini dimuat di surat kabar Koran Jakarta (Rabu, 18 Februari 2009)
----------------------
Judul: Keberanian Bernama Munir:Mengenal Sisi-Sisi Personal Munir
Penulis: Meicky Shoreamanis Panggabean
Penerbit: Mizan
Cetakan: I, Desember 2008
Tebal: 277 hlm.
--------------------

Angka tahun masehi sudah memasuki 2009. Artinya, lima tahun sudah berlalu kasus Munir. Namun semenjak kematiannya, kini kasus Munir masih saja menggantung. Kasus tersebut berhenti pada Pollycarpus sebagai tersangka. Hal ini menyisakan tanda tanya bagi sebagian besar orang, mungkinkah Pollycarpus seorang diri mengatur kejahatan itu? Sekali lagi, mungkinkah?

Tapi, baiklah, pertanyaan itu kita serahkan saja pada pihak-pihak yang berwenang untuk menjawabnya. Bagi kita saat ini yang paling penting adalah apa yang bisa kita ambil dari mendiang pribadi Munir? Terutama, rahasia apa di balik keberanian Munir dalam memperjuangkan kaum tertindas? Salah satunya adalah melalui buku ini.

Buku karangan Meicky Shoreamanis Panggabean ini mempunyai perspektif berbeda ketimbang buku-buku lain perihal Munir yang sudah ada. Buku ini lebih memotret personalitas Munir dalam kehidupan sehari-hari, mulai sejak kecil hingga dewasa, serta pandangan ia atas beberapa persoalan hidup.

‘De Mortuis nil nisi bonum’, begitulah bunyi sebuah ungkapan Latin, yang bermakna bahwa ‘katakan hanya yang baik saja bagi mereka yang telah mati’. Nampaknya, ungkapan tersebut tidak berlaku untuk disandangkan pada buku ini. Kenyataannya, buku ini memang cukup berimbang dalam menyampaikan sosok almarhum Munir. Sang penulis tidak hanya memotret sisi kelebihannya saja dari sosok Munir, melainkan juga sisi kekurangannya. Oleh karena itu, buku ini bisa diibaratkan sebagai sebuah cermin Munir yang menggambarkan dirinya sebagaimana adanya. Justru, di sinilah sebetulnya keunggulan buku ini, karena ada hal-hal yang kemungkinan besar belum diketahui oleh publik mengenai sosok Munir.

Ada satu ciri yang melekat dari cermin Munir yang sudah diakui oleh semua orang, yaitu keberanian. Munir dikenal sebagai sosok yang berani pada siapa pun, tak terkecuali pada pemerintah (beserta kepolisian dan TNI). Dengan bendera KontraS (Komite untuk Orang-orang Hilang dan Tindak Kekerasan) ia melawan penguasa yang menindas kaum dhu’afa (baca: lemah), seperti para buruh dan petani, serta korban penculikan. Keberanian itulah yang kemudian menjadikan dirinya terpilih sebagai sebagai Man of the The Year 1999 versi majalah Ummat dan The Right Livelihood Award di Swedia (2000), serta penghargaan lainnya.

Penulis buku ini, Meicky Shoreamanis Panggabean, adalah seorang guru dan mantan relawan KontraS saat Munir masih hidup. Oleh karena itu, tulisannya banyak mengungkap hal-hal keseharian Munir. Meicky dengan mudah mewawancarai Munir maupun orang-orang terdekat Munir sebagai narasumbernya. Buku ini juga banyak dihiasi beberapa wawancara eksklusif baik dengan Munir maupun orang lain yang terkait dengan hal-hal sederhana, yang mungkin belum pernah ditulis dalam buku mana pun sebelum ini.

Misalnya, siapa saja yang berperan dalam kehidupan Munir sehingga ia terbentuk menjadi pribadi yang fenomenal. Betapa peran ayah-ibu, kakak-kakak, lingkungan, sekolah, guru, istri, anak-anak, dan sahabat-sahabatnya membentuk kepribadian Munir. Hal itu menyiratkan ternyata ada begitu banyak silent heroes (pahlawan tak dikenal) dalam hidup Munir.

Buku yang mencatatat personalitas Munir ini menginspirasikan kita untuk peduli atas kehidupan bermasyarakat dan berani melawan ketidakadilan. Sebenarnya, Munir seperti halnya kita, mempunyai rasa takut, tapi ketakutannya itu dinalar, lalu dikalahkan. “Aku harus bersikap tenang walaupun takut … untuk membuat semua orang tidak takut. Normal, sebagai orang, ya pasti ada takut, nggak ada orang yang nggak takut, cuma yang coba aku temukan adalah merasionalisasikan rasa takut …” (hlm. 61).

Selain pandangan di atas, ada hal menarik dari beberapa pernyataan lainnya yang diutarakan Munir mengenai subjek lain. Tentang cinta, misalnya, ia mengatakan tanpa cinta, manusia hanya sekadar hidup, bukan bertumbuh. Tanpa cinta, manusia hanya sekadar bergerak, bukan berkembang. Coba kita simak langsung pandangan dia selanjutnya tentang cinta, perkawinan, dan jodoh. “Kawin itu bukan cita-cita, melainkan sesuatu yang datang sendiri dan nggak bisa dihindari. Kawin datang ketika cinta dan kontraktual untuk bersama ditemukan. Cinta dan perkawinan itu bukan soal fisik, melainkan kebenaran dalam kejujuran menemukan kesesuaian. Ok, jangan berdoa untuk dapat jodoh, tapi berdoalah untuk kebenaran. Karena di situ, cinta akan ditemukan” (hlm. 80-81).

Buku ini pun dilengkapi pelbagai pandangan orang-orang terhadap sosok Munir, mulai dari ibunya, kakak dan adiknya, koleganya, dan istrinya. Anisa, kakak Munir, bercerita tentang sifat Munir masa kecil, “Munir nggak nakal, tapi kalo diganggu, dia nggak keberatan untuk berkelahi. Tapi nggak pernah inisiatif duluan”. (hlm.92). Sedang Jamal, adik Munir, menceritakan, “Dia itu berantemnya profesional, bukan berantem sembarangan. Berantemnya itu spesifik, dia nggak bisa melihat sesuatu yang nggak benar menurut dia. Dia berani, apa pun risikonya, walaupun berantemnya nggak seimbang.” (hlm. 93).

Di mata sang istri, Suci, Munir adalah sosok seorang suami yang begitu mengesankan. Suci bercerita, “Dia adalah seorang ayah bagi anak-anakku. Dia sangat akrab karena pada saat-saat tertentu dia memandikan anak saya, menyuapi anak saya. Bangun pagi, kami nggak langsung bangun, tapi bercengkrama di kamar tidur. Anak-anak berkumpul di dalam kamar terus kita bercanda. Yang paling dia sukai itu memeluk dari belakang. Memeluk anaknya, memeluk istrinya” (hlm. 128). Bahkan tidak hanya itu, di setiap hari libur, Munir mengajak istri dan anak-anaknya menonton, memutar musik keras-keras sambil mengajak anak-anak dan istrinya berjoget.

Kisah kesaksian Suci di atas menyiratkan bahwa sosok Munir bukan hanya keberanian saja yang dapat kita teladani, tetapi juga keharmonisannya dalam keluarga. Semoga kedua hal itu dapat menginspirasi tunas-tunas Munir-Munir muda di Indonesia ini.

Jumat, Februari 06, 2009

Bangkitnya Naga dan Gajah

Judul: The Elephant And The Dragon: Fenomena Kebangkitan India Dan Cina Yang Luar Biasa Serta Pengaruhnya Terhadap Kita
Penulis: Robyn Meredith
Penerjemah: Haris Priyatna&Asep Nugraha
Penerbit: quacana
Cetakan: I, 2008
Tebal: xx + 240
------------------

Awal tahun ini pebisnis Cina telah menancapkan kuku di Benua Afrika. Ekspansi bisnisnya terus berlanjut meski krisis ekonomi global sedang terjadi. Ekspansi ini kebalikan dari tindakan pemodal Barat yang berhamburan keluar dari Afrika.

Visi pebisnis Cina berjangka panjang sehingga krisis tidak menyurutkan minat mereka memperkuat pijakan di benua yang kaya sumber daya alam mineral itu. Alasan utama ekspansi itu adalah mengamankan kebutuhan energi jangka panjang Cina. Visi ini tidak luntur hanya karena krisis ekonomi global, yang memang turut menghunjam sektor keuangan perusahaan Cina. Perdagangan bilateral Cina-Benua Afrika naik 30 persen per tahun sepanjang dekade 2000-an menjadi sekitar 107 miliar dollar AS pada 2008.

Minat Cina di Afrika tidak hanya di sektor pertambangan, tetapi juga pembangunan infrastruktur dan teknologi. Huawei Technologies, perusahaan telekomunikasi Cina yang berbasis di Shenzen, juga terus menancapkan kuku bisnisnya di tanah Afrika. Korporasi Cina kini terus sibuk berburu kesempatan baru di Afrika.
Pebisnis India juga senada dengan Cina.

Mereka melakukan ekspansi bisnisnya ke Afrika. Salah satu perusahaan India menyatakan minatnya untuk mengambil alih Luanshya Copper Mines, perusahaan tembaga Zambia, yang berhenti beroperasi Desember 2008. Pada januari 2007, Tata Steel yang pernah melemah membeli bekas British Steel. Saat ini India membuat tiga kali lipat baja dari yang dihasilkan oleh bekas penjajahnya, Inggris. India saat ini mempunyai pabrik baja terbesar di dunia yang dimiliki oleh Arcellor Mittal. Menurut majalah Forbes, Mittal saat ini merupakan orang terkaya nomor empat dunia dengan nilai kekayaan 45 miliar dollar AS.

Sekadar untuk diketahui, India saat ini menjadi negara pencetak milyarder paling cepat. Laporan Kekayaan Asia-Pasifik, yang disusun bank investasi AS, Merril Lynch, dan para konsultan Capgemini menunjukkan sekitar 123.000 milyarder di India pada akhir 2007. Angka tersebut naik 22,7 persen daripada setahun sebelumnya
Melalui buku ini, fenomena di atas menunjukkan bahwa Cina dan India telah menjadi negara besar dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di planet ini.

Karena helai-helai ekonomi global kini telah terajut, perubahan di India dan Cina membentuk masa depan untuk seluruh dunia. Tidak pernah sebelumnya pasar global terhubung begitu eratnya. Dan coba bayangkan apabila perdagangan besar pada jalan sutra digabungkan dengan yang melintasi jalur rempah, dan gabungan perdagangan global ini diperkuat dengan teknologi modern. Kini apa yang dijual oleh India dan Cina ke Barat tidak lagi diangkat dengan unta atau galleon (kapal layar), namun dengan penerbangan kargo, kapal-kapal peti kemas, atau melalui internet.

Buku ini berusaha membantu pembaca memahami betapa dunia kita sedang dibentuk oleh kebangkitan India dan Cina—dua negara yang potensi pengaruhnya pada dekade-dekade mendatang ditakuti sekaligus diremehkan. The Elepehant and The Dragon memerlihatkan bahwa seluruh dunia dapat menyesuaikan diri dengan kebangkitan India dan Cina ini. Melalui buku ini kita dapat memahami mengapa kedua negara itu mengalami transformasi yang begitu cepat.

Metamorfosis Cina dari Negara pertanian ke Negara industri berjalan begitu cepat. Pada tahun 2000, 30 persen pasokan mainan dunia datang dari Cina. Lima tahun kemudian, secara mengejutkan 75 persen dari seluruh mainan baru adalah buatan Cina. Hal ini terjadi pula pada produk-produk lainnya. Misalnya, dalam 10 tahun terakhir, Cina telah menjadi pembuat sepatu dunia, pengekspor satu dari setiap tiga pasang sepatu di dunia. Cina mengekspor senilai 1,3 miliar dolar suku cadang kendaraan pada 2001, namun mencapai hampir 9 miliar dolar hanya dalam waktu 4 tahun kemudian. Pada 1996, Cina mengekspor komputer, telepon seluler, dan CD player serta barang elektronik lainnya senilai 20 miliar dolar. Hingga 2004 Cina mengekspor senilai 180 milyar dolar, lebih dari Negara manapun di dunia. Negara itu terus mendominasi manufakturing dari satu industri ke industri yang lain.

Sedang embrio kebangkitan India diawali pasca pembunuhan Rajiv Gandhi, Juli 1991. Dari situ kemudian India membuka diri dari dunia. Pemerintah mengizinkan perusahaan-perusahaan dari beberapa industri untuk 100 persen dimiliki oleh orang asing di mana sebelumnya perusahaan asing yang melakukan kegiatan bisnis di India harus menyerahkan kendali operasi perusahaannya ke tangan pemerintah.

Di sisi lain India juga mencari inspirasi ke Cina. Pada 1994, kepala Negara bagian Andhra Pradesh, N. Chandrababu Naidu, mulai mengirimkan pejabat pemerintahan menuju Beijing, Shanghai, dan Shenzhen. Dia mengirim seluruh legislatornya ke Cina dengan mandat bahwa saat kembali masing-masing harus memberinya paling sedikit dua ide bagaimana India bisa memperbaiki diri. India juga mengizinkan perusahaan swasta dalam bidang telekomunikasi. Implikasinya, pengguna telepon seluler menggelembung dengan pesat. Biaya hubungan jarak jauh turun sampai tiga kali lipat dalam lima tahun, dan tarif untuk mengirim pesan merosot sampai 80 persen. India hanya memiliki 300.000 telepon genggam pada 1996, namun pada 2007, meningkat sampai 150 juta dan orang India membeli hampir tujuh juta telepon genggam setiap bulan. Dari situlah India bangun dari peraduannya.

Melihat fakta di atas, jika India dan Cina yang pernah tertinggal dapat mentransformasi diri, lantas bagaimana dengan Indonesia?