Jumat, Desember 31, 2010

Spiritualitas, Esensi Beragama


Dimuat di SEPUTAR INDONESIA, Minggu 26 Desember 2010

Judul:  You are Not Alone; 30 Renungan Tentang Tuhan dan Kebahagiaan
Penulis: Arvan Pradiansyah
Penerbit: Elex Media Komputindo
Cetakan: I, 2010
Tebal: xvi + 249 halaman

KETIKA manusia mengalami peristiwa dahsyat yang bakal merenggut nyawanya,seketika itu pula dia membutuhkan kekuatan di luar dirinya,yaitu Tuhan, yang bisa menyelamatkannya.

“Benar gak sih masih ada Tuhan dalam diri kita? Coba Anda tes dengan mengunjungi Gunung Merapi...Pasti Ada Tuhan!” Begitu bunyi status Facebook seorang teman saat kejadian erupsi Gunung Merapi yang memakan korban jiwa. Status tersebut mengindikasikan ketika seseorang dihadapkan pada musibah, biasanya manusia sadar bahwa mereka membutuhkan pertolongan Tuhan. Stalin, seorang tokoh komunis Rusia,secara tidak langsung mengakui juga adanya Tuhan. Arvan Pradiansyah dalam buku ini mengisahkannya. Waktu itu Stalin bersama rombongannya tengah berada di dalam pesawat, tiba-tiba pesawatnya mengalami kerusakan parah tepat di atas pegunungan.

Tak ayal, Stalin merasakan ketakutan yang luar biasa dan secara spontan dia berkata, “Tuhan, tolonglah aku!” Kisah Stalin itu menandakan bahwa di dalam bawah sadar seorang ateis sekalipun terdapat kesadaran mengenai keberadaan Tuhan. Peristiwa dahsyat yang merenggut nyawa bisa menghentakkan kesadaran manusia akan keberadaan dan kekuatan Tuhan. Lewat buku ini Arvan memberikan pesan bahwa manusia senantiasa diperhatikan Tuhan.Tuhan selalu ada dalam kancah kehidupan manusia. Kehadiran Tuhan itu terejawantahkan lewat agama. Hanya saja kemudian Arvan mempertanyakan (lebih tepatnya merenungkan),mengapa sebagian manusia beragama yang notabene memercayai adanya Tuhan tidak kunjung berkelakuan baik?

Mengapa agama seolah tidak berhasil membuat penganutnya menjadi orang yang baik? Mengapa Indonesia yang dikenal sangat religius sekaligus juga dikenal sebagai negeri terkorup di dunia? Mengapa kita juga memperoleh predikat nomor dua untuk pornografi dan nomor tiga untuk masalah narkoba?

Agama Minus Spiritualitas

Arvan mencoba mencari akar penyebab perihal pertanyaan-pertanyaan di atas. Salah satu penyebabnya adalah manusia kerap kali beragama,tapi minus spiritualitas. Padahal, esensi beragama sejatinya adalah spiritualitas. Inti spiritualitas adalah bagaimana menjadi orang baik.Adapun landasan kecerdasan spiritualitas adalah kesadaran akan kehadiran Tuhan: dalam setiap situasi merasa selalu dilihat Tuhan dan merasakan kebersatuan dirinya dengan Tuhan [halaman 7–8]. Kesadaran spiritual di atas membuat Arvan yakin bahwa masalah- masalah yang terjadi dalam hidup kita bisa selesai dengan sendirinya.

Betapa tidak, ketika seseorang demikian dihadapkan pada persoalan, dia akan langsung ingat Tuhan. Jika melakukan perbuatan buruk,dia sadar bahwa dia akan mengecewakan Tuhannya yang senantiasa memperhatikannya dari waktu ke waktu. Sayangnya, kata Arvan, agama sering kali terpisah dari spiritualitas. Sembari mengutip pendapat John Naisbitt,Arvan mengatakan pada abad ke-21 ini agama semakin kurang diminati orang, sebaliknya orang semakin berminat terhadap spiritualitas. Minat ini tentu saja didorong kebutuhan untuk mengisi spiritualitas kita yang semakin lama semakin kering karena percepatan kehidupan. Di sinilah terletak masalahnya: agama semakin terpisah dari spiritualitas,padahal sebenarnya spiritualitas itulah inti dari keberagamaan seseorang [halaman 112].

Melalui buku ini,Arvan mengajak pembaca untuk beragama secara spiritualitas. Spiritualitas merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendesak sekarang ini. Kita butuh tempat yang kokoh untuk bersandar, sesuatu yang memberikan ketenangan, kepastian, dan ketenteraman yang sejati. Adapun efek dari beragama plus spiritualitas adalah rasa cintanya kepada sesama manusia. Manusia beragama seperti itu akan senantiasa menghadirkan Tuhan dalam kesehariannya seperti pada saat bekerja dan berinteraksi dengan orang lain. Tuhan selalu hadir dalam dirinya, dalam gerak langkahnya, dan dalam segala hal yang dilakukannya.

“Agama spiritualis” yang digagas Arvan ini sejatinya mirip dengan konsep tasawuf Ibnu Arabi, sufi-filsuf Andalusia, yaitu “tajalli”. Kata “tajalli” berarti ”penampakan diri Tuhan” yang bersifat absolut dalam bentuk alam yang bersifat terbatas. Dengan kata lain,Tuhan seolah-olah telah menyatu kepada orang yang telah mengalami mukasyafah (merasakan kehadiran Tuhan). Karakter dan kepribadian mereka dipenuhi sifat-sifat Tuhan, seperti mencintai, menyayangi,menolong,dan sebagainya. Tampaknya buku ini tepat sekali untuk menjadi obat dari tiga penyakit jiwa masyarakat modern, sebagaimana dikatakan Sayyid Hossein Nasr,yaitu kehilangan orientasi ilahiah, kehampaan spiritual, dan degradasi moral. Setiap pembahasan dalam buku ini dibuka dengan kisah-kisah yang segar, menarik, kadang berhumor, tapi sarat hikmah dan nilai-nilai kebajikan.

Bentuk kisahnya pun beraneka ragam dalam pelbagai macam gaya.Namun,semuanya menarik pembaca kepada renunganrenungan soal ketuhanan dan kebahagiaan. Terdapat kekuatan besar dari pelbagai kisahnya. Jika kita membaca buku ini dengan penuh penghayatan mendalam kemudian mengamalkan pesan-pesannya, kita akan mendapatkan perubahan pikiran dan perilaku yang positif. Buku ini sangat relevan dengan situasi yang ada sekarang.Selamat membaca.(*)

M Iqbal Dawami,
bergiat di Kere Hore Jungle Tracker Community (KHJTC) Yogyakarta

Balas Budi Mortenson

Dimuat di KORAN JAKARTA, Kamis, 23 Desember 2010

Judul : Stones into Schools
Penulis : Greg Mortenson
Penerbit : Hikmah, 2010
Tebal : 475 halaman
Harga : Rp69.000

Buku Three Cups of Tea (Hikmah, 2008) menceritakan serangkaian kisah dari kehidupan seorang pendaki gunung bernama Greg Mortenson. Pada 1993, setelah gagal dalam mencoba mendaki Gunung K2, sebutan lain untuk Gunung Himalaya, Mortenson tersesat dan hinggap di desa kecil dan terpencil di pegunungan Pakistan. Secara tidak sengaja dia menemukan desa tersebut.

Dia disambut oleh penduduk setempat yang sangat ramah, disuguhi makan dan istirahat. Padahal, penduduk tersebut penuh dengan kemiskinan. Mortenson ingin membayar mereka dalam beberapa cara, dan bersumpah untuk membantu kebutuhan yang paling mereka butuhkan lebih dari sekadar makanan. Melawan segala rintangan, ia mengumpulkan uang di Amerika Serikat dan kemudian kembali dengan sebuah truk penuh bahan bangunan.

Ia hendak membuat sekolah. Balas budi Mortenson adalah pemberdayaan masyarakat lokal melalui pendidikan. Ia membangun sekolah tidak hanya satu, tetapi lima puluh lima sekolah. Buku tersebut merinci tantangan yang dihadapinya dan bagaimana dia mengatasinya. Ia adalah seorang individu luar biasa yang melimpah dengan semangat dan pengabdian. Buku itu merupakan bagian petualangannya.

Beberapa tahun telah berlalu, dan Mortenson menemukan ketenaran, terutama setelah bukunya selama tiga tahun berada di daftar penjualan terlaris New York Times. Pada akhir 2009 ia kemudian menerbitkan buku Stones into Schools, sekuel Three Cups of Tea. Sebagai sekuel, buku ini sangat mirip dengan pendahulunya—begitu banyak sehingga saya tidak yakin apa yang harus dikatakan dalam rangka untuk membedakan antara keduanya.

Mortenson mengisahkan dirinya berjalan, berkuda, dan berkeliling di belantara Pakistan dan Afghanistan. Hati dan pikirannya benar-benar hanya untuk sekolah, terutama sekolah untuk anak perempuan, yang terpinggirkan. Mortenson, melalui memoar ini, berkeyakinan bahwa pendidikan bisa menjadi salah satu kunci untuk transformasi kehidupan yang lebih baik.

Apa yang begitu menggembirakannya adalah tindakannya menginspirasi begitu banyak warga Afghanistan. Mereka tahu pendidikan adalah jalan keluar dari penderitaan mereka. Ada bagian ketika Mortenson menceritakan pertemuan dengan Laksamana AS Mike Mullen, Kepala Staf Gabungan. Laksamana itu selalu saja mendapat laporan berita buruk dari Afghanistan, dan ia menginginkan berita baik lewat Mortenson.

Mortenson menceritakan bahwa pada puncak kekuasaan Taliban pada 2000, kurang dari 800.000 anak-anak terdaftar di sekolah—semua dari mereka anak laki-laki—dan pendaftaran siswa baru di seluruh negeri itu mendekati delapan juta anak, 2,4 juta di antaranya adalah perempuan. Buku ini menceritakan tentang bagaimana Mortenson pergi ke Afghanistan yang berbahaya dan tidak stabil. Melalui lembaganya, ia telah membangun lebih dari 130 sekolah untuk mendidik 58.000 anak, terutama anak perempuan.

Peresensi M Iqbal Dawami, Pengasuh blog http://resensor. blogspot.com/

Selasa, November 09, 2010

Terapi Penyakit Fisik dan Psikis

Dimuat di Seputar Indonesia, 07 November 2010

Judul: The Miracle of Touch: Panduan Menerapkan Keajaiban EFT
Penulis: Eddy Iskandar
Penerbit: Qanita
Cetakan: I, September 2010
Tebal: 193 halaman
==================

DIMENSI sumber daya manusia (SDM) adalah bagian yang paling rumit untuk diubah secara cepat karena menyangkut persoalan kebiasaan (habit)manusia. Hal ini berhubungan erat dengan pola pikir (mind set) sistem otak yang lebih dikenal dengan pikiran bawah sadar (subconsious mind-SCM).

Begitulah yang dikatakan Prof Dr Rushami Zien Yusoff dalam pengantar buku ini. Banyak sekali para pakar membuat teknik yang digunakan untuk mengondisikan SCM ini.Di antaranya adalah melalui terapi emotional freedom techniques (EFT).Emotional freedom techniques atau teknik kebebasan emosi yang biasa disingkat menjadi EFT ini adalah alat terapi psikologi yang diterapkan berdasarkan teori yang menyatakan bahwa emosi yang berlebihan pada dasarnya bersifat negatif.

Begitulah Eddy Iskandar,penulis buku ini,mendefinisikan EFT. Ketika kita merasa kesal,marah,sedih,atau stres,tubuh kita sering kali turut terganggu.Hal itu disebabkan adanya gangguan sistem energi di dalam tubuh kita.
Nah,melaluiEFT,kataEddy,akan memperlancar jalur yang menghambat kemampuan otak dan tenaga kita saat kita melakukan kegiatan.Hal ini disebabkan EFT mengusung pendekatan sistemik antara pikiran dan tubuh. EFT adalah perangkat yang paling mudah dipelajari dan sangat efektif serta cepat hasilnya.

Holistic Life
Pendekatan holistik memberikan makna bahwa tubuh terdiri dari tiga bagian utama,yaitu pikiran,badan, dan jiwa.Ketiganya telah menjadi suatu sistem. Berdasarkan pengertian ini, apabila ada persoalan pada tubuh atau diri kita, maka tidak cukup meninjaunya dari subsistemnya semata,umpamanya persoalan fisik saja, atau persoalan emosi atau pikiran saja, dan mengabaikan persoalan jiwa.

Pendekatan holistik dapat diwujudkan dalam kehidupan seharihari dengan pola atau gaya hidup yang sering diistilahkan sebagai holistic life.Ukuran penting dalam menjalankan holistic lifebukan saja pencapaian kuantitatif,melainkan juga keselarasan (tawazun), yang artinya selaras antara aspek kuantitatif (sukses, sehat) dan kualitatif (bahagia,sejahtera secara lahir dan batin). Semua itu dapat terjadi sebagai dampak dari pola makan, pola hidup, dan pola pikir yang dikelola dengan baik.

Buku tentang EFT ini dapat membantu kira dalam mengelola kehidupan holistik. Secara khusus, teknik-teknik EFT bisa membantu kita dengan cepat melepaskan semua emosi serta gejala penyakit atau sinyal-sinyal ketidakmampuan tubuh dan pikiran dalam menerima kelebihan tekanan hidup. EFT merupakan perangkat yang dapat digunakan untuk membersihkan virus-virus (emosi negatif) dalam tubuh kita dengan relatif singkat dan mudah. Anda pun dapat memprogram SCM Anda dengan program positif yang Anda inginkan.

Melakukan terapi penyakitpenyakit emosi yang berhubungan dengan perilaku, EFT sungguh dapat diandalkan. Buku ini adalah panduan untuk mempelajari EFT secara konkret. Melalui buku ini Anda akan diajak bagaimana cara melakukan penyembuhan baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain dengan metode EFT. Penulis buku ini,Dr Eddy Iskandar, adalah seorang International EFT Trainer & Advanced Practitioner (AAMET) yang mendalami EFT di Malaysia dan Hong Kong,sampai London, Inggris. Ketua Asosiasi Praktisi EFT Indonesia (APEI) ini adalah Managing Partner CPM Consulting dan Founder Pusratu Wellness Center Indonesia.

Metode EFT
EFT memberikan metode penyembuhan yang disebut tapping (ketukan ringan),yaitu dengan cara mengetuk-ngetuk titik-titik energi meridian tubuh. Energi meridian adalah jalur lalu lintas energi di dalam tubuh. Seperti halnya lalu lintas, pada meridian pun ada jalur, hambatan,persimpangan,titik awal, titik akhir,dan sebagainya.Jika jalan energi pada meridian lancar, akan tercipta keharmonisan dalam tubuh dan tubuh kita mampu melawan penyakit.

Sebaliknya, jika terjadi hambatan pada meridian,akan muncul gangguan pada kesehatan. EFT diciptakan dengan dasar dua metode tapping, yakni urutan pendek dan urutan lengkap.Kedua rangkaian itu sama-sama berfungsi meringankan berbagai masalah emosi dan penyakit. Teknik EFT hanya mengetuk-ngetuk ringan dengan dua atau tiga jari pada titiktitik yang telah ditentukan.

Ketika Anda melakukan tapping, hanya ada 10–18 titik kunci yang harus Anda ketuk di sepanjang 12 energi meridian,yang meliputi: jantung, usus kecil, kandung kemih, ginjal, sirkulasi seks, triple warmer, empedu, hati, paru-paru, usus besar,lambung,dan limpa. Dalam bab empat anda akan diberi contoh konkret bagaimana mempraktikkan metode EFT tersebut. Dalam bab ini juga diberi pelbagai gambar posisi jari dan bagianbagian yang harus diketuk.

Dan untuk mempermudah lagi,buku ini disertai CD yang berisikan video (audio visual) sehingga diharapkan Anda bisa mempraktikkannya dengan benar dan cepat. Ada hal yang harus diperhatikan dalam proses EFT ini,yaitu afirmasi. Ketika Anda melakukan tapping, Anda harus pasrah dan ikhlas sembari memberikan sugesti positif. Dengan begitu, proses penyembuhan akan berlangsung cepat. Tanpa afirmasi akan sulit mendapatkan hasil yang maksimal.

Menurut Eddy, melalui metode EFT ini, banyak orang telah merasakan manfaatnya. Misalnya,orang yang terkena penyakit diare, posisi bayi sungsang, pecandu rokok, insomnia, fobia, krisis percaya diri, stres,stroke,dan sebagainya. Oleh karena itu, buku ini patut dibaca oleh siapa pun.Metode EFT ini sendiri bisa diterapkan kepada siapa pun, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa.(*)

M Iqbal Dawami,
pecinta alam,aktif di Kere Hore Jungle
Tracker Community (KHJTC) Yogyakarta

Rabu, November 03, 2010

Kisah Pendiri Muhammadiyah


Judul: Sang Pencerah; Novelisasi Kehidupan K.H. Ahmad Dahlan dan Perjuangannya Mendirikan Muhammadiyah
Penulis: Akmal Nasery Basral
Penerbit: Mizan
Cetakan: I, Juni 2010
Tebal: 461 hlm.

Sang Pencerah merupakan sebuah novel yang mengangkat kisah Pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan. Sebuah novel yang akan mengenalkan kita pada sosok yang sudah berkontribusi besar bagi pendidikan di Indonesia. KH Ahmad Dahlan adalah orang yang memberikan pendidikan pada rakyat kelas bawah melalui pesantren dan sekolah dasarnya.
 

Novel ini menggunakan sudut pandang ‘aku’ yang bernama Muhammad Darwis. Ia adalah anak dari seorang khatib Mesjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Kiai Haji Abu Bakar, yang silsilahnya sampai pada Maulana Malik Ibrahim, salah seorang Wali Songo.
 

Darwis sudah pandai membaca Al-Quran sejak usia 10 tahun. Selain itu, ia dikaruniai otak yang cerdas, melebihi anak-anak seusia yang berada di lingkungannya. Seringkali ia menanyakan sesuatu yang tak lazim ditanyakan oleh khalayak umum, baik tingkat anak-anak maupun dewasa.

Misalnya, pada waktu ikut tahlilan di rumah seorang kawan yang bapaknya meninggal, dalam perjalanan pulang ia bertanya-tanya: mengapa untuk mengadakan yasinan 40 hari seorang anggota keluarga yang sudah wafat, anggota keluarga yang masih hidup harus meminjam uang kepada orang lain? Apakah hal ini memang diajarkan Kanjeng Nabi Muhammad panutan umat manusia?
 

Bagaimana kalau keluarga itu setelah berusaha tetap tidak punya uang untuk membuat acara 40 hari atau 100 hari bagi yang sudah mati? Mengapa pula keluarga yang sedang berduka itu harus membuat makanan yang mewah seperti ayam rebus, padahal dalam keadaan sehari-hari ayam bukanlah makanan yang biasa mereka makan. Mengapa tidak jamaah yang justru membawakan makanan untuk mengurangi penderitaan mereka?
Ia merasa kasihan pada Ibu Pono, kawan Darwis, harus meminjam uang ke rentenir untuk kebutuhan yasinan 40 hari, 100 hari, dan 1.000 hari.
 

Semakin beranjak dewasa, Darwis semakin kritis terhadap tradisi yang mengatasnamakan agama. Seperti pada tradisi ruwatan, padusan, nyadran yang biasa dilakukan menjelang bulan Ramadhan, Darwis mempertanyakan hal itu semua.
 

Darwis kemudian berhaji ke Makkah sembari belajar agama Islam kepada ulama-ulama yang ada di sana, salah satunya kepada Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Dari Syaikh ini lah Muhammad Darwis diganti namanya menjadi Ahmad Dahlan. Mulai dari sinilah namanya berubah. Saat itu ada kebiasaan bahwa setiap nama santri berasal dari daerah non-arab, akan diarabkan supaya terdengar lebih afdol.
 

Setelah lima tahun di Makkah, Dahlan kemudian pulang ke Yogyakarta. Semenjak kepulangan inilah, kehidupan Dahlan mulai bergolak. Terutama setelah ia diangkat menjadi Khatib Mesjid Gedhe, menggantikan ayahnya yang telah wafat. Ia berani menentang tradisi-tradisi yang dianggap melenceng dari ajaran Islam.
 

“Aku tidak anti-tradisi, Mas Noor. Aku hanya keberatan terhadap tradisi yang memberatkan rakyat tapi harus dilakukan atas nama agama. Karena kalau begitu caranya, bagaimana akal kita bisa menerima sebuah agama yang memberatkan penganutnya sendiri?” jawab Dahlan pada saat banyak yang protes atas perilakunya yang menentang tradisi-tradisi yang telah turun-temurun.
 

Adapun klimaks novel ini mulai di halaman 199, yaitu pada saat ia hendak mengubah arah kiblat. Dari pengamatannya, mesjid Gedhe Kauman mengarah lurus ke barat, padahal kiblatnya tidak persis ke barat tapi agak serong ke kanan (barat laut). Soal kiblat inilah Dahlan mendapat perlawanan dari Kia Siraj Pakualaman, dan Kiai-Kiai lainnya, terutama Kiai Penghulu Kamaludiningrat, selaku Kiai yang paling tinggi status sosialnya.
 

Pada malam Ramadhan banyak warga yang memilih ikut shalat tarawih di Langgar Kidul pimpinan Dahlan. 
Hal ini membuat jamaah di Mesjid Gedhe menurun. Lantaran shalat tarawihnya versi 11 rakaat, bukan 23 rakaat. Novel ini terus bergulir, hingga mengerucut pada pertemuan Dahlan dengan organisasi Budi Utomo.
 

Dan dari situlah, Dahlan terinspirasi untuk membuat sekolah ibtidaiyah diniyah di rumahnya, yang muridnya pada waktu itu kebanyakan dari kalangan rakyat kecil. Setelah itu Dahlan membuat persyarikatan/perkumpulan. Sangidu, adik tirinya, mengusulkan nama perkumpulannya Muhammadiyah. Artinya, pengikut kanjeng Nabi.
 

Kehadiran novel biografi ini patut diapresiasi, mengingat masyarakat kita butuh bacaan yang menunjukkan nilai perjuangan bangsa dan nilai-nilai ke-Indonesia-an. Sungguh, menulis novel yang diangkat dari kisah dan sejarah tokoh bangsa Indonesia patut dicontoh oleh para penulis lainnya, agar kita dan generasi yang akan datang tidak kehilangan akar sejarah bangsanya. Melalui novel lah nilai-nilai tersebut dapat dengan mudah terserap oleh semua kalangan.Semoga.
 

Aduhai, novel ini sangat nikmat sekali dibaca, terutama dilakukan sembari minum teh dan makan gogodoh, baik di pagi hari maupun sore hari.Selamat membaca.[]

M. Iqbal Dawami, penulis lepas, tinggal di Yogyakarta

Inovasi dan Aset Nirwujud Sumber Kekuatan

Judul: Knowledge and Innovation ; Kekuatan Daya Saing
Penulis: Zuhal
Penerbit: Gramedia
Cetakan: I, 2010
Tebal: 485 halaman

Zuhal, Menteri Negara Riset dan Teknologi (Meneg Ristek) pada kabinet Reformasi menjelaskan dalam buku ini bahwa saat ini kita sedang berada pada era baru kemunculan berbagai bentuk kompetisi global yang mengalir ke segala arah. Perusahaan-perusahaan multinasional (MNC) terbang ke seluruh dunia, keluar dari pusat-pusat korporasi induknya, mencari tempat bertengger baru yang lebih kompetitif. Mereka membidik pusat-pusat pertumbuhan yang lebih menjanjikan low-cost manufacturing dan low-end markets. Realitas global baru yang berbeda itu dikenal dengan globality.

Globality, lanjut Zuhal, didasarkan pada dunia yang menyatu tanpa batas. Sebuah dunia baru yang direkat oleh jaringan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) antarkontinen. Jaringan TIK inilah yang kelak meniupkan karakter baru dalam persaingan ekonomi di era globality: jaringan TIK dengan cepat mampu menyediakan informasi tentang bagaimana berkompetisi secara sempurna atau informasi tentang siapa yang terbaik, kreatif, dan efektif di muka Bumi. Tatkala informasi telah begitu “telanjang”, maka kompetisi di era globality pun menemukan wajahnya yang lain: persaingan menjadi jauh lebih ketat, di arena yang menyerupai “bidang datar” (global arena).

Tak pelak lagi, inovasi menjadi hal yang sangat penting dalam kompetisi global. Inovasi adalah ciptaan-ciptaan baru (dalam bentuk materi ataupun intangible) yang memiliki nilai ekonomi yang berarti (signifikan), yang umumnya dilakukan oleh perusahaan atau kadang-kadang oleh para individu (Edquist, 200). Inovasi juga dapat diartikan sebagai transformasi pengetahuan kepada produk, proses dan jasa baru; tindakan menggunakan sesuatu yang baru (Rosenfeld, 2002).

Kita bisa mengaca pada perusahaan Coca-Cola Indonesia, misalnya. Inovasi adalah salah satu kunci keberhasilannya. Melalui riset dan pengembangan (Research & Development), Coca-Cola terus berinovasi untuk menciptakan produk, kemasan, strategi pemasaran, serta perlengkapan penjualan baru yang lebih berkualitas, kreatif, serta mempunyai ciri khas tersendiri.

Dengan memahami kebutuhan dan perilaku konsumen, serta potensi kekayaan alam Indonesia, Coca-Cola berinovasi dengan menciptakan produk-produk baru yang menjadikan produk minuman cepat saji Coca-Cola mempunyai rasa dan pilihan yang beragam. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara lebih spesifik, pada tahun 2002 Coca-Cola meluncurkan AQUARIUS, minuman isotonik yang diperuntukkan bagi mereka yang aktif dan gemar berolahraga.

Pada tahun yang sama, Coca-Cola Indonesia meluncurkan Frestea, teh dalam kemasan botol dengan aroma bunga melati yang khas. Pada tahun 2003, Fanta menghadirkan campuran dua rasa buah, orange dan mango, yang disebut "Fanta Oranggo", setelah pada tahun sebelumnya sukses meluncurkan Fanta Nanas. Pada tahun berikutnya, Coca-Cola Indonesia meluncurkan Sunfill - produk minuman Sirup dan Serbuk instan rasa buah.

Dengan inovasi, Coca-Cola yakin bahwa produk-produk yang ditawarkan akan mampu memenuhi kebutuhan pasar di Indonesia.

Aset Nirwujud
Mengapa daya saing bangsa Indonesia tidak kunjung meningkat, padahal sejumlah indikator ekonomi cukup menunjukkan perbaikan? Faktor nirwujud ternyata berperan besar. Zuhal memberikan nasihatnya bahwa perusahaan, misalnya, tidak sepatutnya hanya terbuai melihat aspek-aspek yang berhubungan dengan pangsa pasar dan tujuan-tujuan keuntungan finansial semata. Perusahaan mesti mengalihkan perhatiannya—dalam porsi lebih besar—pada aset-aset tersembunyi seperti sumber daya manusia (SDM), budaya korporat, serta aset intelektual lainnya. Ada pergeseran yang cukup fundamental yang bergerak ke arah human capital oriented.

Kemunduran indikator nirwujud daya saing—pendidikan, kesehatan, dan riset—sejatinya memicu efek domino yang merembet ke pelbagai lini. Merosotnya kualitas pendidikan pendidikan, kesehatan, dan riset berimplikasi terhadap menurunnya kemampuan SDM, yang pada gilrannya menyumbang saham kepada rendahnya efisiensi pemerintahan dan merosotnya efisiensi bisnis. Semua itu mengakibatkan terus menurunnya daya saing Indonesia secara keseluruhan. Dan, sulit dipungkiri, indikator merosotnya daya saing bangsa ini secara gamblang tercermin pada tren menurunnya peringkat Human Development Index (HDI), indeks teknologi, atau posisi peringkat daya saing umumnya, terutama sejak 1996.

Isu nasional ini memang bersifat nirwujud (intangible). Pemerintah masih lebih suka mencari solusi-solusi jangka pendek, seperti memfokuskan diri hanya pada indikator-indikatior sistem ekonomi klasik yang tangible, alih-alih memberi arah dan panduan strategis terkait gejala menurunnya aset nirwujud. Mind-set lama ini mesti diubah.

Secara keseluruhan buku ini berbicara tentang “platform daya saing” yang berkaitan dengan aspek penguasaan knowledge, kreativitas, dan inovasi yang diperlukan menjawab tantangan sistem ekonomi baru. Selain itu, terkait pentingnya soal inovasi, Zuhal juga memberikan konsep Sistem Inovasi Nasional (Sinas) Indonesia yang berbasis keunggulan komperatif benua maritime. Juga dipaparkan kajian pelbagai bentuk institusi, organisasi, dan aspek knowledge management yang menunjang Sistem Inovasi.[]

M Iqbal Dawami,
Staf pengajar STIS Magelang

Dosen Indonesia Harum di Jepang

Judul: Soetanto Effect; Ubah Orang Buangan Jadi Rebutan
Penulis: Ken Kawan Soetanto
Penerbit: Bentang
Cetakan: I, Agustus 2010
Tebal: 179 hlm.

Di Jepang, pada saat penerimaan karyawan, banyak perusahaan berkeliling ke semua perguruan tinggi dan selalu tidak puas dengan para lulusannya. Namun ketika mereka datang ke perguruan tinggi tempat Soetanto mengajar, yang kebanyakan mahasiswanya dikatakan tidak mempunyai semangat untuk belajar, mereka malah meminta para mahasiswanya itu untuk bekerja di perusahaan mereka.

Apa sesungguhnya yang menjadi ketertarikan perusahaan untuk merekrut dari para mahasiswa Soetanto? Usut punya usut ternyata mereka—para mahasiswa yang di bawah bimbingan Soetanto—bekerja dengan cerdas dan penuh semangat.

Nah, lewat buku inilah dikisahkan bagaimana para mahasiswa itu dididik. Awal mula Soetanto mengajar di perguruan tinggi Universitas Tuin Yokohama, Jepang, 80 persen mahasiswanya tidak punya semangat untuk belajar. Dari situ dia mencari tahu sebab-musababnya dan dicari solusinya. Tidak lama kemudian, dengan perasaan puas, dia akhirnya mencapai pemahaman bahwa jika diberikan stimulus yang tepat, semangat belajar ke 80 persen mahasiswa itu akan muncul.

Usaha yang dia lakukan pertama kali adalah memberikan metode terapi kejut (shock therapy). Misalnya dengan pertanyaan, “Apakah kalian ingin 20 orang di antara kalian keluar dari kelas ini?” Lewat pertanyaan yang tak disangka-sangka itu, membuat mata mereka terbelalak. Atau Soetanto juga memakai kata-kata, “Jika kalian mengambil mata kuliah ini dengan setengah hati, maka saat ini juga kalian lebih baik meninggalkan kelas dan berhenti!”

Dengan terapi kejut semacam di atas para mahasiswa secara spontan akan terpacu untuk serius dalam belajarnya. Mereka lebih perhatian atas apa yang dipelajarinya. Itu adalah langkah pertama yang dilakukan Soetanto dalam usaha “penyadaran” mahasiswanya atas pentingnya pengetahuan yang mereka pelajari.

Seiring berjalannya waktu, keseriusan mereka dalam belajar menjadi sebuah kebiasaan yang barangkali berawal dari rasa tertekan dan terbebani, namun berakhir dengan rasa senang dan bahagia, karena hasilnya terasa. Proses perkuliahan ala Soetanto itu tidak lagi dianggap sebuah keterpaksaan maupun tekanan, tapi sebuah hal yang menyenangkan, karena dalam perjalanannya Soetanto ternyata sangat mengesankan dan mengasyikkan, jauh dari kesan “killer”.

Memang, dengan sekuat tenaga Soetanto berusaha membuat proses belajar menjadi lebih mudah dimengerti dan menarik. Sebagai seorang dosen, dia menginginkan penampilannya yang terbaik di depan mahasiswa. Mengeluarkan semua yang dia punya.

Soetanto juga sering memotivasi mahasiswanya pada saat perkuliahan berlangsung, sehingga materi-materi yang diajarkannya terserap dengan baik, karena hati dan pikiran para mahasiswa dalam suasana menyenangkan. Soetanto sadar bahwa untuk membuat pelajaran yang bagus dan sukses, harus ada kerja sama antara kedua pihak, yaitu dosen dan mahasiswa. Oleh karena itu, dia menyadari begitu pentingnya menstimulus semangat belajar para mahasiswanya.

Untuk membangkitkan semangat mahasiswa, Soetanto menuruh mereka menulis “Pesan-Kesan Tiga Baris” atas materi dan karakter dia dalam mengajar. Kontan, semuanya berkonsentrasi dalam perkuliahan, mati-matian memutar otak, demi menuliskankan tiga baris pesan-kesan tersebut. Hal itu menjadi sebuah latihan untuk menyusun dan menuangkan pikiran sendiri. Menulis tiga baris pesan-kesan tersebut merupakan suatu kemajuan tersendiri.

Dengan hanya tiga baris pernyataan itu, mereka bisa membuat pengakuan dan berterus terang mengenai hal yang sebenarnya dari dalam lubuk hati mereka. Watarai-kun, salah satu mahasiswanya menulis, “Darah di seluruh tubuh saya mendidih dan bergejolak”.

Mahasiswa yang dulunya dikatakan tidak punya harapan dan terus-menerus berpikir bahwa dirinya tidak bisa melakukan apa-apa, sekarang sudah menyadari kekeliruannya. Ternyata metode pesan-kesan ini mewujudkan “jendela hati” mereka, dan dapat membesarkan hati mereka pula.

80 persen mahasiswa yang dulu dikatakan tidak punya harapan dan tidak punya semangat, berubah menjadi 80 persen mahasiswa yang mulai memupuk semangat dan menggali harapan masing-masing.

Melalui buku ini, Soetanto berhasil merumuskan hal-hal yang bisa dilakukan oleh para pengajar dalam membantu para anak didiknya. Rumusan tersebut tentu bisa dipraktikkan oleh siapa saja, termasuk para pendidik Indonesia yang diharapkan dapat memajukan kualitas pendidikan di Indonesia ini.

Metode mengajar ala Soetanto ini kemudian terkenal dengan istilah Soetanto Effect. Istilah ini dimaknai dengan suatu pengajaran yang menyentuh hati setiap peserta didik, yang mengumandangkan motivasi serta pemahaman tujuan yang ingin diraih. Metode ini berhasil diterapkan di sebagain besar perguruan tinggi Jepang.

Soetanto yang bernama lengkapnya Ken Kawan Soetanto adalah warga negara Indonesia yang hidup di Jepang yang meraih gelar profesor dan empat doktor sekaligus dari empat universitas berbeda di Jepang.

Dari pengembangan interdisipliner ilmu elektronika, kedokteran, dan farmasi, dia menghasilkan 29 paten di Jepang dan 2 paten di AS. Pencapaian riset dengan paten paling mutakhir diakui di Jepang, yakni The Nano-Micro Bubble Contrast Agent. Pemerintah Jepang melalui NEDO (The New Energy and Industrial Technology Development Organization) memberinya penghormatan sebagai penelitian puncak di Jepang dalam rentang 20 tahun, 1987-2007.

Buku ini patut dibaca oleh dosen, guru, ustadz, tentor, dan siapa saja yang menginginkan kemajuan pendidikan di Indonesia. Dari buku ini kita dapat belajar bagaimana cara mengajar para peserta didik yang baik, yang dapat membangkitkan semangat peserta didik dalam belajarnya, sehingga berhasil mencapai segala cita-cita yang diimpikannya.

M. Iqbal Dawami, staf pengajar STIS Magelang.

Jumat, Oktober 01, 2010

Bersama Kesulitan Ada Kemudahan

Judul: Tafsir Kebahagiaan; Pesan Alquran Menyikapi Kesulitan Hidup
Penulis: Jalaluddin Rakhmat
Penerbit: Serambi
Cetakan: I, April 2010
Tebal: 201 hlm.
=============
Fa inna ma’al ‘usri yusro. Inna ma’al ‘usri yusro. Fa idza faraghta fanshab. Wa ila rabbika farghab.(Sungguh, bersama kesulitan selalu ada kemudahan. Bersama kesulitan benar-benar selalu ada kemudahan. Jika telah selesai dengan satu pekerjaan, bersiaplah pada pekerjaan selanjutnya. Dan, kepada Tuhanmu semata hendaknya kau berharap) (Q.S. Al-Insyirah: 5 - 8).

Dalam ayat di atas, kenapa Allah mendahulukan kesulitan atau penderitaan (al-‘Usr) ketimbang kemudahan atau kebahagiaan (al-Yusr)? Apa yang bisa kita pelajari dari penempatan seperti itu?

Lewat buku ini, Jalaluddin Rakhmat—biasa dipanggil Kang Jalal, menjelaskan secara panjang lebar dan komprehensif rahasia redaksi ayat di atas. Ia mengatakan bahwa sudah menjadi karakter kebanyakan manusia, kita cenderung lebih memerhatikan penderitaan ketimbang kebahagiaan. Sebuah gigi yang sakit akan lebih diperhatikan daripada sekian gigi yang sehat. Satu anggota badan yang sakit akan lebih menyita perhatian daripada anggota-anggota badan lain yang tak sakit. Begitu pula dengan penderitaan dan kesulitan yang kita alami. Terkadang penderitaan dan kesulitan membuat orang berputus asa, merasa hidupnya sempit dan buntu.

Oleh karena itu Tuhan mendahulukan kata ‘kesulitan’ ketimbang ‘kemudahan’ dengan angapan bahwa kesulitan tak berdiri sendiri. Ia selalu berdampingan dengan kemudahan. Bahkan, Tuhan perlu mengatakan itu dengan kalimat-kalimat penegasan.

Dalam redaksi ayatnya, kita lihat ada dua tanda penegasan: pertama kata ‘inna’ yang diartikan dengan ‘sungguh’ atau ‘benar-benar’. Yang kedua adalah pengulangan kalimat ‘kesulitan akan ada kemudahan’. Penegasan itu meyakinkan agar seseorang selalu optimis dan tak sepatutnya larut dalam duka musibah dan bencana.

Ayat ini bersinambung dengan surat selanjutnya, Al-Dhuha. Di dalam surat ini ada simbol yang melambangkan perjalanan hidup manusia sejak mulai dari ayat pertama, ‘Wa al-Dhuha’—Demi waktu dhuha. Waktu ‘dhuha’ yaitu pada saat matahari naik seukuran galah dengan sinarnya yang benderang, memancarkan kesegaran. Ketika Tuhan bersumpah demi matahari yang baru tampak sepenggalah, ada makna tersirat bahwa agar kita menengok saat sebelumnya, yaitu malam yang kelam. Dengan demikian, kita akan lebih dalam memaknai arti matahari-pagi itu.

Tafsir Kang Jalal atas ayat di atas adalah itu semua menggambarkan bahwa kesulitan dan penderitaan akan berakhir dengan kemudahan dan kebahagiaan. Kesulitan dan penderitaan hanyalah pengantar menuju kemudahan dan kebahagiaan. Dan kemudahan dan kebahagiaan akan betul-betul terasa nikmatnya jika diawali dengan kesulitan dan penderitaan.

Bersabar terhadap musibah, meski pun berat, itu hal biasa dan tak istimewa, sebagaimana bersyukur terhadap karunia. Yang istimewa adalah jika bersyukur terhadap musibah. Bagaimana caranya bersyukur saat ditimpa musibah? Kata Kang Jalal, yaitu dengan melihat sisi-sisi positif dan kebaikan dalam musibah itu, seperti dalam doa Imam Ali Zainal Abidin saat ia sakit, “Ya Allah, aku tidak tahu, apakah aku harus bersyukur atau bersabar dalam kondisi sakitku ini. Sebab, berkat sakit ini, aku terhindar dari berbagai kenistaan, aku lebih punya banyak waktu untuk berzikir dan berkumpul bersama keluarga.”

Maka, benarlah jika dikatakan, musibah itu keniscayaan, sedangkan penderitaan adalah sikap dan pilihan. Tak semua orang akan terpuruk dan menderita oleh musibah yang mendera, dan mungkin kehidupan selanjutnya justru lebih baik, karena kejiwaan dan pola pikirnya mengarahkan pada pilihan itu. Dan, tentu saja tak sedikit barangkali yang terpuruk dan menderita oleh musibah. Sebabnya sama: kejiwaan dan pola pikirnya memilih demikian.

Pada akhirnya, lanjut Kang Jalal, musibah mengubah cara pandang seseorang dalam memahami kehidupan atau bahkan lebih mencerahkannya dalam menilai kehidupan. Semua itu bermula dari pola pikir. Maka, berpikirlah positif, yaitu dengan bersyukur dan bertawakal.

Sungguh, buku ini memberikan perspektif baru soal penderitaan dan kesedihan. Di zaman yang bergelimang material tapi kering spiritual ini, buku ini patut anda baca, agar tahu hakikat penderitaan dan kesedihan yang sering kita alami dari dulu hingga kini. Saya jamin anda akan tercerahkan, sebagaimana halnya saya.[]

M. Iqbal Dawami, penulis buku Sang Pengubah Mitos (2010)

Senin, Agustus 30, 2010

Filsafat Bisnis ala Soros

Dimuat di Seputar Indonesia, Minggu, 08 Agustus 2010
========
Judul: The Alchemy of Finance
Penulis: George Soros
Penerjemah: Syamsul Wardi&Yelvi Andri
Penerbit: Daras Books
Cetakan: I, 2010
Tebal: 407 hlm.
========

PADA Juli 2010,George Soros telah mengunjungi Indonesia. Dia mengunjungi beberapa tempat di Indonesia, dan menemui beberapa pejabat negara,seperti presiden,wakil presiden,dan menteri keuangan.

Ia datang karena ingin mengetahui secara langsung situasi ekonomi Indonesia yang sangat potensial untuk investasi. Soros memang sangat piawai dalam berinvestasi.Keputusannya dalam berinvestasi di perusahaan tertentu selalu tepat. Dan kabar teranyar, dia berniat untuk membeli saham Dubai Holding sebesar 4% lewat Bombay Stock Exchange (BSE).Tidak hanya seorang investor ulung, Soros juga terkenal dengan spekulator mata uang, pengusaha, dermawan, filsuf, dan aktivis politik. Raihan sebutan yang disematkan padanya, tentu tidak mudah. Ada rentang waktu yang lama untuk meraihnya.

Namun, jika dilacak, tonggak kesuksesannya berada pada titik hijrahnya dari Inggris ke Amerika,terutama pada tahun 1959, yaitu pada waktu dia bekerja sebagai seorang analis bisnis, sembari bekerja pada perusahaan Arnhold dan S Bleichroeder, dari tahun 1963 hingga 1973. Pada waktu itu pula, Soros menulis kerangka konseptual filsafatnya bernama ”refleksivitas”, yang kemudian menjadi sebuah buku berjudul The Alchemy of Finance. Teorinya ini berdasarkan gagasan Karl Kopper, seorang filsuf, yang dia dapatkan pada waktu kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi London,di Inggris. Lewat buku ini, Soros menjelaskan berbagai masalah pelik keuangan internasional yang selama ini kurang diperhatikan.

Dia mengkritik teori-teori keseimbangan (equilibrium) saat ini mengenai pasar keuangan serta melemparkan argumentasi untuk pergeseran paradigma. Dalam konteks ini, Soros juga menelaah kelemahannya dalam argumentasi awalnya.Lalu dia meletakkan dasar bagi sebuah paradigma baru berdasarkan kesadaran bahwa pemahaman kita tidak pernah berkorespondensi dengan realitas, dan keberagaman itu merupakan sebuah faktor penting, namun tidak menentukan dalam pembentukan alur peristiwa. Implikasi paradigma ini mencapai jauh keluar dari pasar keuangan. Akhirnya, Soros menjelajahi seni—untuk membedakan dari ilmu— keuangan lebih jauh. Dia melakukan eksperimen realtime yang memberi penjelasan terperinci mengenai berbagai keputusan investasi yang dia ambil selama suatu periode.

Soros mengembangkan sebuah bingkai teoretis yang didasarkan pada konsep refleksivitas untuk menjelaskan hubungan antara pemikiran dan realitas. Dia menggunakan pasar keuangan sebagai sebuah laboratorium untuk menguji teorinya.Menurut soros, paradigma ini berada dalam masalah besar. Ide bahwa pasar keuangan cenderung bergerak ke satu keseimbangan (equilibrium) tampaknya bertentangan dengan bukti yang ada. Kebanyakan ekonom menyadari bahwa pasar keuangan mampu menghasilkan multikeseimbangan. Namun, ide bahwa pasar bebas tanpa regulasi memastikan alokasi aset secara maksimal belum juga ditanggalkan.

Sudah banyak upaya keras dilakukan untuk menyatukan perilaku aktual pasar keuangan dengan hipotesis pasar efisien, dengan mengadopsi definisi yang lebih elastis mengenai rasionalitas dan definisi yang lebih longgar lagi mengenai efisiensi. Berbagai modifikasi ini tidak banyak berguna. Untuk itu, The Alchemy of Financedimaksudkan sebagai sebuah serangan langsung terhadap paradigma yang berlaku saat ini.Buku ini juga merupakan sebuah sejarah ekonomi dan politik kontemporer yang bagus.

Mulai dari secara naif menyediakan cetak biru mengenai bagaimana bencana simpanpinjam di Amerika Serikat seharusnya dapat dipecahkan enam tahun lebih cepat, hingga memprediksi keruntuhan pasar saham tahun 1987 dua tahun sebelumnya. Melalui buku ini, Soros menunjukkan dirinya sebagai visioner pasar yang hebat di masa kini.

Teori Refleksivitas
George Soros menawarkan sebuah paradigma baru yang disebut teori refleksivitas.Teori ini merupakan sebuah lingkaran atau hubungan timbal balik dua arah antara pandangan partisipan dan kondisi sebenarnya.Teori ini menggarisbawahi bahwa pengamat pasar adalah bagian dari pasar itu sendiri.

Ia bukanlah pengamat independen dari suatu sistem yang tertutup. Dengan demikian, hasil pengamatan dan tindakannya memengaruhi pasar itu sendiri.Demikian seterusnya sehingga hal ini bisa dianalogikan sebagai pemantulan/ refleksivitas. Dengan teori ini, Soros berasumsi adanya ruang ketidakpastian yang terkait dengan fallibility regulator dan partisipan pasar. Paradigma yang dipegang teguh selama ini hanya mengakui risiko yang diketahui dan tidak memedulikan defisiensi dan kesalahpandangannya sendiri.Paradigma itulah yang kemudian mengakibatkan krisis global terjadi, sebagai titik infeksi atau persimpangan, bukan hanya dalam gelembung perumahan tetapi juga dalam supergelembung jangka panjang.

Soros menyebut krisis ini adalah akhir dari sebuah era. Teori keseimbangan (equilibrium teory) dan fundamentalisme pasar tidak dapat menjelaskan kondisi saat ini. Para pedagang menghasilkan uang dengan mengikuti tren yang berlaku. Pasar bereaksi terhadap ekspektasi partisipan, dan persepsi itu memengaruhi harga, yang cenderung memvalidasi diri sendiri dalam sebuah proses yang memperkuat diri hingga beberapa peristiwa yang tidak terduga mendongkel ekspektasi.

Teori Soros didukung oleh fakta empiris mengenai berbagai fluktuasi dalam nilai tukar pasar yang sulit dijelaskan dengan fundamental- fundamental ataupun dengan berbagai konsep pasar efisien yang selama ini dipahami. Sawidji Widioatmodjo (2005) menelaah teori ini, bahwa jika defisit neraca perdagangan meningkat menyebabkan nilai tukar mata uang melemah (dalam jangka panjang). Jika semua orang meyakini kebenaran teori ini, semua orang akan tahu,bahwa mata uang akan jatuh. Karena semua orang tahu mata uang itu, rasionalnya mereka akan buru-buru menjual mata uang itu. Nah akibat penjualan serentak itu, akan menjatuhkan mata uang tersebut.

Akhirnya orang banyak mengambil keputusan untuk menahan penjualan. Inilah yang menyebabkan mengapa dolar AS bukannya melemah di saat defisit neraca perdagangan AS membengkak, tetapi malah sebaliknya meroket.(*)

M Iqbal Dawami,
Staf pengajar STIS Magelang

Menjadi Wirausahawan Sejati


















Dimuat di Seputar Indonesia, Minggu, 25 Juli 2010
============
Judul: Passsion to Profits; Panduan Sukses Bisnis bagi Pengusaha Pemula
Penulis: Rhonda Abrams&Alice LaPlante
Penerbit: Azkia Publisher
Cetakan: I, Juli 2010
Tebal: 273 hlm.
============

BANYAK wirausahawan sukses dalam bidang tertentu berawal dari hobi dan bakatnya.Ada juga yang tadinya bekerja pada orang lain,namun setelah sekian lama,ia keluar dan mendirikan perusahaannya sendiri.

Kisah armada taksi ASA yang beroperasi di Yogyakarta adalah salah satu contohnya. Bermula dari seorang mahasiswa UGM yang mempunyai kerja sampingan sebagai sopir taksi. Setelah 13 tahun bekerja menjadi sopir taksi, ia berpikir untuk mendirikan perusahaannya sendiri. Ia kemudian pulang ke kampung halamannya hendak mencari modal. Ia pun mendapat modal sehingga berhasil mendirikan perusahaannya. Saat ini jumlah armadanya mencapai 50 kendaraan. Bisnisnya kemudian melebar ke bidang rental mobil, yang dikhususkan untuk pemimpin perusahaan dan perbankan. Jenis mobilnya beragam, mulai dari Avanza sampai Camry.

Jadi, siapa sangka selama 13 tahun menjadi sopir, pemuda tadi bisa jadi pengusaha taksi. Jika Anda ingin memulai bisnis Anda sendiri sebagaimana contoh di atas, buku ini layak Anda baca. Buku ini menyediakan kebutuhan dasar para (calon) pengusaha untuk memulai menjalankan bisnis mereka sendiri. Buku ini adalah racikan dari dua orang: Rhonda Abrams dan Alice LapLante.Rhonda Abrams adalah entrepreneur, penulis, dan kolomnis di bidang kewiraswastaan dan usaha kecil di Amerika Serikat. Sebagai pendiri tiga perusahaan, Rhonda telah mengumpulkan berbagai pelajaran mendalam dari pengalaman dan pemahaman yang benar atas tantangantantangan yang dihadapi para pengusaha. Dia membangun praktek konsultan manajemen.

Dia juga seorang pionir awal Web,yang menciptakan sebuah websiteuntuk usaha kecil yang kemudian dia jual. Sedang Alice LapLante merupakan seorang penulis buku-buku bisnis yang bertempat tinggal di Palo Alto, California. Dia telah bekerja sama dengan Planning Shop— perusahaan Rhonda Brams. Buku ini dibagi empat bagian utama plus satu bagian khusus mengenai konsultan independen dan praktisi tunggal. Bagian pertama, bertajuk memilih bisnis. Pada bagian ini penulis memaparkan tentang pentingnya menentukan pilihan bisnis yang akan digeluti. Bagian ini membantu Anda bagaimana mengubah kegemaran menjadi pekerjaan dan juga diajarkan bagaimana berpikir, seperti pengusaha dan bagaimana menerjemahkan visi pribadi Anda menjadi sebuah visi bisnis.

Hal-hal dasar diuraikan secara jelas dan menarik pada bab ini. Bagian kedua, bertajuk memulai bisnis. Bagian ini diawali dengan cara menciptakan identitas, menemukan cara terbaik memasarkan produk atau jasa Anda, serta menemukan tempat yang tepat. Bagian kedua ini juga membahas tentang aspek hukum, pajak, lisensi, dan asuransi yang menyangkut dengan perusahaan yang Anda bangun.Di sekujur bagian ini banyak sekali tabel dan lembar kerja untuk membantu ide-ide kreatif Anda mengalir lancar dan membandingkan pilihan-pilihan yang anda buat. Bagian ketiga dengan tajuk pemasaran, penetapan harga, dan penjualan.

Di dalamnya dijelaskan di antaranya tingkatan pilihanpilihan pemasaran—mulai dari metode-metode tradisional yang sudah teruji (seperti mengiklankan) hingga metode-metode paling terjangkau (seperti jaringan dari mulut ke mulut) dan sarana pemasaran onlinepaling mutakhir. Bagian keempat, menjalankan bisnis. Bagian ini terkait soal pengelolaan, yakni pelaksanaan, orang-orang, dan keuangan.Anda akan belajar bagaimana menyediakan infrastruktur, perlengkapan, proses, dan prosedur yang memungkinkan Anda memberikan produk atau jasa dengan cara yang menguntungkan; bagaimanamempekerjakan dan mempertahankan karyawan terbaik; dan langkahlangkah yang perlu Anda ambil untuk memastikan kas Anda terus mengalir tanpa henti.

Praktik, Risiko, dan Peluang
Keseluruhan buku ini hendak memandu Anda tahap demi tahap melalui proses transformasi impian- impian usaha Anda menjadi sebuah bisnis. Namun, tidak ada jaminan otomatis bahwa hanya dengan membaca buku (ini) Anda akan menjadi pengusaha handal. Praktik adalah nomor satu setelah membaca buku ini. Dan yang akan menjadi jaminan adalah mempraktikkan bisnis Anda sesuai dengan petunjuk yang ada dalam buku ini. Tentu saja tidak mudah untuk menjadi pengusaha. Berbagai risiko pun akan dihadapi.Kerugian dan keuntungan akan datang silih berganti.

Terlebih pengalaman akan benar-benar diperlukan dalam hal ini.Nah, dengan menjalankan petunjuk dalam buku ini Anda akan diajarkan bagaimana mengelola dan meminimalisasi pelbagai risiko menjadi profit yang menjanjikan. Kasus-kasus berbeda akan menjadi batu sandungan dalam berbisnis,baik dalam hal penawaran, pelaksanaan, dan budayanya. Oleh karena itu, buku ini diselipkan beberapa studi kasus atau usaha nyata seseorang, sehingga Anda dapat belajar dari kesalahan dan keberhasilan orang lain.Anda akan melihat bagaimana pengusaha lain telah berkembang dengan pesat atau berhasil menangani suatu masalah yang sulit. Sungguh, itu akan menginspirasi sekaligus mengajarkan anda sesuatu.

Di dalam produk atau jasa yang saat ini sudah ada di pasar dalam bidang keahlian Anda, selalu ada peluang untuk meningkatkan produk atau jasa tersebut dan untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada pelanggan yang membelinya. Buku inilah yang akan memberikan cara-cara meraih peluang tersebut. Meskipun ditulis oleh orang Amerika,buku ini sangat memungkinkan untuk dipraktikkan oleh masyarakat Indonesia—lantaran panduannya sangat universal,misalnya untuk membuat usaha penjualan gogodoh( baca: pisang goreng) maupun warung teh dalam skala besar.[]

M.Iqbal Dawami, penikmat teh dan gogodoh

Senin, Agustus 09, 2010

Maryamah, Sang Pendobrak Budaya Patriarki

Judul: Cinta di Dalam Gelas
Pengarang: Andrea Hirata
Penerbit: Bentang Pustaka, Jogjakarta
Cetakan: I, Juni 2010
Tebal: 270 halaman
==========================
Jika anda merasa penasaran siapa sesungguhnya Maryamah Karpov pada logi keempat Laskar pelangi, maka di novel Cinta di Dalam Gelas-lah jawabannya. Novel ini adalah logi kedua dari dwilogi Padang Bulan (2010). Nama lain Maryamah ternyata adalah Enong, seorang anak yatim penambang timah, di mana kemudian dia menjadi perempuan pertama penambang timah di Belitong. Di dalam Padang Bulan sedikit-banyak diceritakan kisah Maryamah, meski porsinya tidak banyak, kalah dengan porsi kisah Ikal, yang mengejar-ngejar cinta sejatinya, A Ling.

Nah, pada novel Cinta di Dalam Gelas-lah Maryamah menjadi play maker. Jika dalam novel Padang Bulan Maryamah menjadi penambang perempuan pertama, sedang di novel ini dia menjadi perempuan pertama pula yang bertanding catur di perayaan 17 Agustus di Belitong.

Permainan catur ialah hal penting di Belitong. Permainan ini telah mentradisi dan bisa mengangkat drajat seseorang apabila menjadi juara, terutama di kejuaraan 17 Agustus-an. Untuk itulah Maryamah memutuskan ikut pertandingan catur pada 17 Agustus kelak. Apa sesungguhnya motivasi dia ingin ikut perlombaan ini, padahal seumur-umur dia belum pernah menyentuh sekalipun bidak-bidak catur?

Maryamah ternyata ingin mengalahkan kepongahan mantan suaminya, Matarom, yang jago dalam bermain catur. Dia sakit hati pada Matarom yang seringkali berlaku kasar sejak dia menikah dengannya. Untuk itulah dia ingin memberi pelajaran padanya. Keinginan bermain catur kemudian dia utarakan pada Ikal. Awalnya Ikal bingung, bagaimana cara mengajari orang catur yang belum sekalipun bermain catur. Padahal mimpinya adalah mengalahkan sang jagoan catur tanah belitong, Matarom, yang telah menjadi rezim.

Aha, Ikal ingat dengan temannya, Ninochka Stronovsky, perempuan grandmaster dunia. Ikal kemudian mengajari Maryamah sesuai petunjuk Ninochka via internet. Awalnya sulit, tapi lambat laun Maryamah ternyata dapat menyerap dengan cepat. Walhasil, dia menjadi mahir, dan siap mengikuti perlombaan. Banyak orang mencibir dan menghalangi Maryamah untuk mengikuti lomba catur. Pasalnya, lomba catur adalah hal yang tabu di tanah Belitong. Seumur-umur tidak ada perempuan yang bermain catur, terlebih ikut perlombaan. Tapi, Maryamah tidak bergeming. Dia terus maju.

Dalam pertandingan, satu persatu dilahapnya lawan-lawan Maryamah. Di final, ia berhasil mengalahkan Matarom. Tuntas sudah misi Maryamah untuk mempermalukan Matarom, mantan suaminya, di khalayak umum. Tidak hanya itu, kemenangan Maryamah sejatinya kemenangan kaum perempuan dalam mendobrak tradisi patriarki yang masih sangat kental di tanah belitong.

Lewat permainan catur Maryamah berhasil mengangkat harkat dan martabatnya sebagai perempuan yang sejak remaja menjadi bulan-bulanan kaum laki-laki. Karakter dirinya terefleksikan dalam permainan caturnya, sebagaimana yang dikatakan Andrea, “…barangkali penderitaan dan tanggung jawab besar yang merundung Maryamah sejak kecil, serta sebuah perkawinan yang menyiksa, telah membentuk dirinya menjadi seorang survivor yang tangguh dan defender yang natural. Semua itu kemudian terefleksi dalam permainan caturnya. Jika ia melindungi rajanya—sebagaimana ia melindungi diri, ibu dan adik-adiknya—ia takkan pernah bisa tersentuh.”

Cinta di Dalam Gelas mengandung pesan yang sangat dalam dan berharga. Sungguh insipratif. Patut dibaca oleh siapa pun.[]

M. Iqbal Dawami, penikmat teh, gogodoh, dan sastra.

Kamis, Juli 22, 2010

Ikal, si Pencemburu Buta

Koran Jakarta, Kamis, 15 Juli 2010

Judul : Padang Bulan
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang
Tahun : I, Juni 2010
Tebal : 254 halaman
Harga : Rp76.500

Kesan pertama yang saya dapatkan setelah membaca novel Padang Bulan (2010) ini adalah kecerdasan sang pengarang, Andrea Hirata, dalam meramu mozaik hidupnya menjadi sebuah novel.

Novel ini dibuka dengan kisah Enong. Enong adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ayahnya adalah buruh timah bernama Zamzami. Enong masih duduk di kelas enam SD. Ia senang sekali dengan pelajaran bahasa Inggris. Kelak, ia ingin menjadi guru bahasa Inggris.

Namun, suatu ketika ayahnya meninggal karena tertimbun tanah saat bekerja di tambang timah. Ekonomi keluarganya menjadi rapuh. Akhirnya, ia drop out dari SD. Ia harus menghidupi keluarganya.

Novel ini kemudian bergulir ke kisah Ikal yang berusaha mengejar cinta sejatinya, A Ling. Ayah Ikal sebetulnya melarang untuk mendekati gadis keturunan Tionghoa itu.

Tapi Ikal tidak menurut. Ia malah hendak melarikan A Ling ke Jakarta. Ya, mereka hendak backstreet atau kawin lari. Begitulah kira-kira dalam benak Ikal. Ia lakukan itu lantaran hubungannya tidak direstui orang tuanya. A Ling ternyata tidak ada di rumahnya.

Kata tetangganya, ada seorang pria menjemputnya dengan sepeda. Kontan, ia cemburu. Sangat cemburu. Siapa gerangan lelaki itu yang beraniberaninya mencoba merebut kekasihnya? Ia pun meminta bantuan M Nur, detektif (-detektifan). Sang detektif memberi tahu bahwa laki-laki itu bernama Zinar, calon suami A Ling.

Setelah mengetahui orangnya, Ikal tibatiba menjadi minder dan mengamini hubungan mereka. Betapa tidak, dari segi fi sik ia sangat kalah. Tampan dan tinggi seperti Chow Yun Fat, aktor film China. Lelaki itu terkenal juga dalam kejuaraan catur, tenis meja, voli, dan sepak bola pada 17 Agustus-an.

Ikal putus asa. Ia pun berniat mencari pekerjaan ke Jakarta. Namun, tepat sebelum nakhoda kapal mengangkat sauh, Ikal berubah pikiran. Tiba-tiba ia mendapat ilham. Dalam rangka mendapat simpati A Ling, ia akan mengalahkan Zinar pada perlombaan Agustus-an kelak.

Ia harus mengalahkan Zinar dalam tanding catur. Via Internet, Ikal belajar catur pada temannya, Ninochka Stronovsky, asal Georgia. Dia adalah teman Ikal ketika ia sekolah di Universitas Sorbonne. Tapi, sayang, dalam pertandingan, Ikal kalah sama Zinar.

Kemudian Ikal menantangnya dalam lomba tenis meja. Ia merasa percaya diri dalam cabang olah raga itu karena sejak dulu ia sudah mahir. Pada saat pertandingan, Ikal ternyata kalah lihai dengan Zinar. Walhasil, Ikal kalah telak. Terakhir adalah sepak bola.

Tapi, sayang, ia hanya menjadi cadangan dan tidak pernah dimainkan. Ikal pasrah dan putus asa. Ia mengalami demam. Ia meratapi nasibnya. Namun, suatu ketika ia menemukan brosur iklan yang menawarkan alat peninggi badan. Ia senang bukan main. Paling tidak, pikirnya, dari segi postur dirinya sama dengan Zinar. Ia pun memesan alat tersebut.

Tapi, nahas, tatkala alatnya dipakai, malah membuat ia sekarat akibat kesalahan teknis. Alat itu menjerat lehernya, dan terlihat akan gantung diri. Untunglah bisa diselamatkan.

Di akhir novel ini, terbongkarlah misteri A Ling dan Zinar yang sebenarnya, yang membuat Ikal senang bukan kepalang. Membaca novel ini, kita serasa berada di tengah-tengah para tokohnya.

Melalui novel ini, Andera Hirata semakin meneguhkan dirinya menjadi seorang novelis yang mengangkat budaya masyakarat Indonesia, khususnya budaya Melayu di tanah Belitung.[]

Peresensi adalah M Iqbal Dawami, pencinta buku. Aktif di Kere Hore Jungle Tracker Community

Rabu, Juli 14, 2010

Melatih Harta Nirwujud

Judul: Myelin; Mobilisasi Intangibles Menjadi Kekuatan Perubahan
Penulis: Rhenald Kasali
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetak: I, Maret 2010
Tebal: 346 hlm (termasuk indeks)
=======================

Aset atau kekayaan selalu dipersuasikan pada sesuatu yang berwujud (tangibles). Baik itu barang, materi (uang), bangunan, fasilitas, maupun yang lainnya.
Pandangan hidup seperti itu sangatlah rapuh dan mudah goyah. Apabila anda mempunyai perusahaan, maka perusahaan anda akan rapuh, lantaran anda hanya fokus pada aset-aset yang kasat mata. Sementara aset-aset yang tidak kasat mata (intangibles) justru terlupakan. 



Sejatinya, aset-aset yang tidak kasat mata sama pentingnya dengan aset-aset kasat mata. Para entrepeneur atau wirausaha sebaiknya jangan tersesat dalam perangkat tangibles. Demikian ditulis Rhenald Kasali dalam buku terbarunya yang berjudul Myelin; Mobilisasi Intangibles Menjadi Kekuatan Perubahan (2010). Buku ini merupakan rangkaian dari buku tentang perubahan (Change!) yang pernah ditulis Rhenald sebelumnya, yaitu Change (2004), Recode Your Change DNA (2007), dan Mutasi DNA Powerhouse (2008).

Rhenald Kasali, pakar bisnis dan Ketua Program Pasca Sarjana Ilmu Manajemen FE-UI, melakukan riset sepanjang 2009. Hasil temuannya adalah bahwa ada kesalahan mendasar yang telah kita lakukan dan masih terus kita diamkan dalam mengisi diri kita, anak-anak didik kita, karyawan, dan para eksekutif. Kesalahan itu menyangkut soal memory. Penelitiannya ia jabarkan dalam buku ini.

Kita telah memberi singgasana terhormat hanya pada suatu memory saja, yaitu brain memory. Ujar Rhenald. Brain memory adalah sebuah sistem dan pengatur informasi yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Namun temuan-temuan terbaru dalam ilmu biologi menunjukkan ada memori lain yang tak kalah penting, yaitu muscle memory yang terletak di seluruh jaringan otot kita. Brain memory terbentuk dari pengetahuan, sedangkan muscle memory terbentuk karena latihan.

Muscle memory itulah yang Rhenald maksud sebagai Myelin. Myelin adalah sumber dari segala talenta yang dibentuk melalui deep practice. Myelin tersebar merata dalam bentuk sistem syaraf pada otot-otot kita yang memberi perintah dan menyimpan informasi. Inilah konsep yang mendapat perhatian besar para ahli biologi sel.

Konsep ini sangat penting untuk menjelaskan bagaimana manusia, lembaga, dan perusahaan menghasilkan serta memupuk intangibles-nya. Setiap kali manusia mengulangi gerakan-gerakannya dan terlibat dalam suatu latihan fisik, mereka akan membentuk Myelin. Myelin itu seperti insulasi yang membungkus arus listrik. Ia berfungsi sebagai broadband alami yang kekuatan dan kapabilitasnya ditentukan oleh lapisan insulasi di bagian luarnya.

Intangibles adalah ruh anda, ruh usaha anda. Seperti ruh yang ada pada jiwa kita, ia tidak terlihat, tidak berwujud. Ia tidak tampak secara fisik seperti kepala, tangan, atau kaki kita. Ia juga bukan aset seperti mobil, rumah, gedung, atau tanah yang selalu dianggap sebagai ukuran kekayaan manusia. Dalam bidang kebudayaan, di kalangan kesenian dan kepariwisataan, ia disebut harta tak benda. Dalam ilmu manajemen ia biasa disebut harta nirwujud.

Perusahaan yang stagnan berfokus pada harta-harta fisik, yaitu kekayaan-kekayaan yang kasatmata (tangibles); sedangkan, perusahaan yang progresif memobilisasi harta-harta nirwujud. Harta benda berwujud menjadi miliki pemegang saham, sedangkan harta nirwujud atau harta-harta tak kasatmata atau intangibles melekat pada manusia di dalam maupun di luar perusahaan.

Buku ini memaparkan intangibles secara mendalam pada dua perusahaan, yaitu Blue Bird dan PT. Wijaya Karya (WIKA). Di Blue Bird diperlihatkan bagaimana Myelin berkembang dalam bentuk pelayanan kepada pelanggan dan tata nilai (kejujuran). Sementara itu di WIKA, Myelin bekerja mulai utak-atik mesin menjadi keterampilan membuat segala peralatan teknologi energi, mulai dari energi listrik, matahari, hydro, sampai bahan bakar batu bara.

WIKA juga membuat tiang listrik sampai membuat tiang pancang dan dikenal sebagai ahli beton. Di WIKA dikenal Myelin kedisiplinan dan kerapian. Berkat Myelin itulah mereka mampu mengelola usaha EPC yang menuntut keahlian yang utuh mulai dari mendesain, membangun, mengombinasikan teknologi sampai menjalankan pabrik. Mereka bukan hanya ahli membangun tapi juga membangun output performance-nya. Saat memasuki dunia internasional mereka sekali lagi melatih diri membangun Myelin baru, tahan bekerja dengan speed tinggi di udara terbuka yang cuacanya ekstrem.

Rhenald juga membuktikan bahwa kehebatan seseorang tidak harus dicapai dengan IQ tinggi. Raihan sukses dapat dapat dilakukan oleh orang biasa-biasa saja namun mempunyai Myelin. Ia selalu berlatih setiap waktu atas apa yang diimpikannya sehingga menjadi bagian dari hidupnya. Lihatlah Brazil yang tidak pernah putus melahirkan mahabintang dalam jagat mengolah si kulit bundar. Sesuai dengan pengamatannya langsung ke Brazil, Rhenald mengatakan bahwa pesepakbola profesional di Brazil bermain bola sepanjang 8 jam perhari. Sementara untuk masyarakat biasa setidaknya bermain sepak bola 2 jam per hari.

Myelin atau Muscle memory dapat dibangun di dunia kesenian, olahraga, akademis, dan tentu saja di dunia usaha. Sungguh, buku ini patut dibaca oleh direktur, pengusaha, olahragawan, dan siapa saja yang menginginkan perubahan dalam hidupnya.

Tidak hanya WIKA dan Blue Bird saja yang dijadikan sampel perusahaan yang memiliki intangibles di dalam buku ini (meski kedua perusahaan tersebut mendominasi), kita juga akan menjumpai Toyota, Adira, Dexa, ISS, Bank Mandiri, Merck, dan perusahaan-perusahaan besar lainnya.

Selain perusahaan, Rhenald juga menilik kesuksesan personal yang disebabkan oleh Myelin atau intangibles-nya, seperti Susan Boyle (artis tua bersuara emas), Pele (legenda sepak bola dunia), Se Ri Pek (pegolf perempuan Korea Selatan), Richard Branson (pemilik Virgin Group Companies, yang menyediakan jasa tur ke angkasa), dan masih banyak lagi.[]

M Iqbal Dawami, pengusaha penetasan bebek, pencinta buku, aktif di “Kere Hore Jungle Tracker Community” Yogyakarta

Selasa, Juni 22, 2010

Menyegarkan Kembali Kritik Sastra Indonesia


Judul: Darah-Daging Sastra Indonesia
Penulis: Damhuri Muhammad
Penerbit: Jalasutra
Cetakan: I, Maret 2010
Tebal: 166 hlm.


Diakui atau tidak, kemunculan kritik sastra dengan karya sastra sangat tidak berimbang. Tidaklah berlebihan apabila ada yang mengatakan kalau beberapa tahun belakangan ini telah terjadi krisis kritik sastra, ketimbang karya sastra. Karya sastra hari demi hari terus mewabah tak kenal musim, sedang kritik sastra sebaliknya, muncul dalam rentang waktu yang lama.

Oleh karena itu, hadirnya buku ini sangat penting dalam konteks kekosongan buku-buku kritik sastra (Indonesia), terlebih yang ditulis oleh penulis Indonesia. Buku berjudul Darah-Daging Sastra Indonesia karya Damhuri Muhammad ini berisikan apresiasi atas karya-karya sastra (Indonesia) yang telah dipublikasikan (hanya ada 3 esai yang tidak dipublikasikan) di media cetak, baik itu novel, cerpen, maupun puisi. Buku ini mengemas 38 esai yang terbagi dalam empat bagian.

Bagian pertama, berjudul Sastra Indonesia, Mau Ke Mana? Pembahasan dalam bab ini menyoal, misalnya, dari mana akar sastra Indonesia? Damhuri mencoba menelisiknya sembari mengutip dari beberapa sastrawan, di antaranya Maman S. Mahayana, bahwa akar sastra Indonesia adalah “sastra etnik”. Jelajah tematik dan eksplorasi estetik para sastrawan tak lepas dari latar etnik yang melahirkan dan membesarkan mereka.

Sebut saja, misalnya, “Tokoh Ajo Sidi dalam cerpen Robohnya Surau Kami (AA Navis) yang tak lepas dari kultur Minang. Demikian pula yang dilakukan Chairul Harun (Warisan, 1979), Darman Moenir (Bako, 1983), dan Wisran Hadi (Orang-Orang Blanti, 2000). Eksplorasi kultur etnik adalah peluang yang menjanjikan lahan berlimpah. Tengok pula Arswendo Atmowiloto (Canting, 1986), Ahmad Tohari (Ronggeng Dukuh Paruk, 1982), dan Umar Kayam (Para Priyayi, 1992), beberapa pengarang yang menggauli kultur Jawa dengan amat cerdas.” Ujar Damhuri Muhammad. (hlm. 5)

Dari fakta di atas, Damhuri hendak membuktikan bahwa sastra Indonesia tidak melulu dikaitkan dan dipengaruhi oleh sastra Barat yang selalu kita agung-agungkan dan gaung-gaungkan. Oleh karena itu, Damhuri menegaskan pentingnya sejarah sastra. Sebab, hanya dengan pelacakan dan penulisan sejarahlah dapat diformulasikan sebuah konsep sastra Indonesia yang beridentitas, kokoh, orisinal.
Esai-esai pada bab ini mengangkat kembali diskursus sastra Indonesia yang beberapa tahun belakangan hangat dibicarakan.

Bagian kedua, berjudul Lelaku Kepengarangan. Di dalamnya membincangkan tentang kepengarangan seseorang yang dikaitkan dengan karyanya masing-masing. Misalnya, prihal Prosa Pasca Bencana. Damhuri mengkritik para pengarang yang menggunakan bencana sebagai stamina kepengarangannya. Para novelis begitu menyala-nyala selepas bencana melanda Indonesia.

Salah satunya adalah bencana tsunami di Aceh. Banyak peluncuran buku-buku sastra semisal puisi, cerpen, dan novel yang terbit lantaran luka akibat musibah tsunami di Aceh. Dan banyak pula para penyair “karbitan”, yang tiba-tiba muncul dalam sebuah “proyek” antologi puisi tsunami. Fenomena itu dikritik pula oleh Radhar Panca Dahana yang mengatakan sastrawan seperti itu seperti gadis pesolek yang segera ke salon begitu ada warna rambur terbaru. Begitu mudahnya kesenian tenggelam dalam satu isu yang sedang panas.

Hal lain yang menarik dalam bab ini adalah perihal novel Ayat-Ayat Cinta (AAC) karya Habiburrahman El-Shirazy. Penjualan novel AAC bisa menembus lebih dari 400.000 eksemplar. Fenomena itu dimanfaatkan para penulis lain (kongsi dengan penerbitnya) untuk mendompleng dan mengekor novel AAC, baik dari segi pengisahan, judul, kaver, maupun nama pengarangnya. Salah satunya, kata Damhuri, novel Bait-Bait Cinta (2008) karya Geidurrahman El Mishry. Novel ini dari segi pengisahan memang berbeda dengan AAC, bahkan menjadi wacana tandingan AAC. Tapi, dari segi nama pengarangnya masih mengekor pada AAC, Geidurrahman El Mishry (mirip dengan Habiburrahman El Mishry). “Semestinya, pengarang berani memosisikan novel ini sebagai karya yang mampu tegak di atas kaki sendiri, tak haarus terjangkiti oleh Sindrom Ayat-Ayat Cinta.” Ujar Damhuri (hlm. 78).

Bagian ketiga tentang Rekam Jejak Cerpen, yaitu menyoal cerpen-cerpen yang ditulis oleh penulis Indonesia. Salah satunya adalah persoalan teks cerpen yang diposisikan sebagai berita atau kabar. Jadi, cerpenis adalah seorang “juru kabar” layaknya wartawan, namun perbedaannya, ia mengabarkan sesuatu (baik atau buruk) dengan estetika. Kabar petaka, bilamana penyampaiannya dikemas dengan bahasa yang teduh, sejuk, dan memukau boleh jadi tetap (seolah-olah) terdengar seperti ‘kabar baik’.
Sebaliknya, kabar gembira bila medium pengabarannya cacat dan tak memadai bisa saja tersiar seperti kabar buruk (hlm. 121). Seorang cerpenis harus mampu mengisahkan “kabar”nya dengan apik, tanpa terjebak pada simbolisme, realisme, seperti yang dilakukan para wartawan.

Saya kira teknik pengisahan itulah yang menjadi media komunikasi seorang cerpenis atas pembacanya, sehingga pembaca dapat menikmatinya. Walau serupa membincangkan sastra secara umum, tapi dunia cerpen Indonesia cukup banyak dibicarakan dalam bagian ini.

Pada bagian keempat, perihal Estetika Puisi. Pembaca akan disuguhi proses kreatif para penulis sastra dalam menciptakan percikan-percikan ide yang memiliki nilai estetika puisi. Di dalam bab ini, pembicaraan tentang kesaksian kreatif berpuisi dalam memahami warna lokal sastra, latar sosial, dan religi dalam karya sastra juga mendapat tempat. Dibanding dengan bab-bab sebelumnya, bab ini sangatlah sedikit porsinya. Boleh jadi hal ini menandakan bahwa sang penulis memang kurang berminat untuk mengkritisi dan mengapresiasi puisi ketimbang novel dan cerpen.

Walhasil, buku ini mampu memperlihatkan isu-isu dunia sastra Indonesia dan makna yang terkandung dalam suatu karya sastra Indonesia. Menurut Budi Darma, kritik yang baik adalah kritik yang bisa membangkitkan siklus mencipta: karya sastra bisa melahirkan kritik, dan kritik bisa merangsang sebuah karya baru. Tak berlebihan, kiranya buku ini bisa dimasukkan dalam konteks itu.

Buku ini patut dijadikan referensi bagi peminat dunia sastra Indonesia, karena akan menyegarkan dahaga kita yang selama ini mengalami kekurangan kritik sastra.[]

M. Iqbal Dawami, penikmat teh, gogodoh, dan sastra.

Minggu, Mei 23, 2010

Meluruskan Arti Jihad


KORAN JAKARTA, Jum'at 21 Mei 2010
========================

Judul: Fiqih Jihad
Penulis: Yusuf Qardhawi
Penerbit: Mizan
Cetakan: I, April 2010
Tebal: 1260 halaman (termasuk indeks)
========================
Inilah buku teraktual yang membahas tentang jihad. Tidak hanya itu, buku ini pun boleh disebut buku babon perihal jihad. Betapa tidak, buku setebal 1260 halaman “hanya” berisikan jihad dari pelbagai sisi. Tak aneh, Yusuf Qardhawi, sang penulisnya, menyatakan bahwa buku termutakhirnya ini sebagai masterpiece-nya.

Buku ini lahir dari kegelisahan-intelektual Yusuf Qardhawi akan maraknya berbagai aksi kekerasan yang mengatasnamakan Islam. Ditulis dalam waktu yang sangat panjang—sekitar 6 tahun—dan sempat terhenti untuk melihat relevansi pembahasan dengan realitas yang terjadi, Yusuf Qardhawi dalam buku ini ingin menjawab kebutuhan umat Islam terhadap penjelasan mengenai Islam dan pandangan tentang jihad.

Selama ini, jihad seolah identik dengan perang. Pandangan mainstream seperti itu berakibat fatal, karena menganggap Islam sebagai agama teroris dan mengajarkan kekerasan. Fiqih Jihad mencoba mengubah mainstream itu dengan meletakkan jihad dalam konteks yang lebih luas. Bahkan, tidak hanya itu, Qardhawi, pemikir terkemuka fiqih di Dunia Muslim kontemporer ini, membahas dan sekaligus mendudukkan kembali pengertian, ajaran, dan praksis jihad.

Qardhawi membedakan jihad dengan perang (qital) baik dari segi bahasa maupun syari’at (hukum Islam). Jihad menurut bahasa adalah bentuk mashdar dari jahada-yujahidu-jihadan-mu
jahadatan, dan bentuk musytaq (derivatif) dari kata jahada-yajhadu-jahdan yang berarti menanggung kesulitan atau mencurahkan kemampuan.

Qital adalah bentuk mashdar dengan wazn (timbangan) fi’al dari qatala-yuqatilu-qitalan-muqatalatan, dan bentuk musytaq dari kata qatala-yaqtulu-qatalan yang berarti menghilangkan jiwa orang lain. Jadi secara bahasa, kedua kata tersebut berlainan makna, baik secara derivasi maupun semantik.
Kedua kata tersebut secara syari’at juga berlainan maknanya. Jihad bukan bermakna perang (qital) adalah penyebutan kata jihad pada ayat-ayat makiyyah (yang turun di Makkah) sebelum disyari’atkannya qital (perang) di Madinah. Salah satunya disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-Nahl ayat 110.

“Dan sesungguhnya Tuhanmu pelindung bagi orang-orang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Perang (qital) hanyalah salah satu bagian dari Jihad. Akan tetapi, hal ini tidak menafikan bahwa hukum keduanya tersebut berlainan dari sudut pandang realisasi dan perincian, dan bahwa cakupan jihad lebih luas daripada perang (qital) dan tingkatan jihad yang lain. Pembahasan kedua kata ini dijabarkan dengan cukup panjang dan argumentatif.

Melalui buku ini, Yusuf Qardhawi, ingin menghadirkan Islam yang toleran, moderat, realistis, dan ramah, tanpa mengabaikan pakem-pakem syari’at yang sudah ditetapkan. Dalam bahasa Qardhawi syariat Islam memuat hal-hal yang permanen (tsawabit), tetapi memberikan pula ruang-ruang yang bisa berubah (mutaghayyirat). Misalnya, syari’at jihad.[]

M Iqbal Dawami, pencinta buku, aktif di “Kere Hore Jungle Tracker Community” Yogyakarta

Minggu, Mei 16, 2010

Menguak BUMN Indonesia


KORAN JAKARTA, 27 April 2010
=========================
Judul : BUMN Expose; Menguak
Pengelolaan Aset Negara
Senilai 2.000 Triliun Lebih
Penulis : Ishak Rafi ck&Baso Amir
Penerbit : Ufuk Press
Tahun : I, Maret 2010
Tebal : 306 halaman
Harga : Rp94.900
=========================

Dalam Wikipedia.com disebutkan bahwa pascakrisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktik persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari badan usaha milik negara (BUMN).

Sebagai akibatnya, banyak BUMN yang terancam gulung tikar, tetapi beberapa BUMN lain berhasil memperkokoh posisi bisnisnya.

Indonesia memiliki 160 lebih BUMN. Dengan jumlah seperti itu mestinya BUMN dapat menghidupi rakyat Indonesia menuju hidup sejahtera. Namun kenyataannya ibarat panggang jauh dari api.

Coba kita lihat negara lain yang memiliki perusahaan- perusahaan BUMN. Singapura, misalnya. Negara ini mempunyai Singapore Airline dan Singapore Telcom di bawah BUMN, kini kedua perusahaan tersebut berkinerja bagus dan paling efisien di dunia.

Padahal, keduanya adalah BUMN. Demikian pula dengan China dan India, dua negara yang kini menjadi tumpuan harapan dunia setelah jatuhnya kedigdayaan ekonomi Amerika Serikat AS). Keduanya telah berkembang pesat berkat keberhasilan BUMN-BUMN mereka.

Dibanding negara lain, BUMN Indonesia bergerak hampir di seluruh sektor ekonomi, mulai dari pertanian, manufaktur, pertambangan, perdagangan, keuangan (bank dan nonbank), telekomunikasi, transportasi, sampai listrik, konstruksi, dan lain-lain.

Buku BUMN Expose; Menguak Pengelolaan Aset Negara Senilai 2.000 Triliun Lebih berusaha menyoroti BUMN luar-dalam.

Buku ini mengajak pembaca untuk menelusuri zaman kegelapan BUMN. Perusahaan-perusahaan BUMN dari masa awal kemerdekaan sampai akhir masa Orde Baru diulas tuntas di sini.

Bagaimana perusahaan-perusahaan itu berdiri, peranannya dalam pembangunan ekonomi bangsa, sistem tata kelolanya dalam hubungannya dengan penguasa, dan lain-lain. Menurut buku ini, saat itu, tidak ada transparansi dalam pengelolaan BUMN.

Sedang, perusahaan-perusahaan itu pun terserak di 17 departemen teknis. Sedang BUMN pada zaman ini hanya menjadi sapi perah dan sumber dana non-budgeter yang bisa digunakan untuk apa saja.

Selain itu, buku ini membahas pula upaya pembenahan BUMN sejak krisis memorak porandakan dunia usaha sampai akhir Kabinet Reformasi Pembangunan Habibie.

Diulas pula perjalanan Bank Mandiri sebagai salah satu BUMN, sampai ke bentuknya sekarang sebagai salah satu bank terbesar dan terbaik di Republik ini.

BUMN tidak seperti laiknya usaha bisnis yang mampu menghasilkan keuntungan. Bayangkan, total aset seluruh BUMN Indonesia pada 2004 mencapai 1.313 triliun rupiah, tapi laba bersihnya hanya mencapai 25 triliun rupiah.

Kinerja return on asset (ROA)-nya sangat rendah, sehingga BUMN menjadi entitas yang gemuk tapi tidak lincah menghasilkan profil atau keuntungan.Walhasil, jika saja BUMN dikelola secara modern dan profesional, hal seperti itu tidak seharusnya ada.

Buku ini membuka wawasan kita bahwa Indonesia memerlukan terobosan dan gagasan baru dalam mengembangkan BUMN, sebagaimana dikatakan Hendri Saparini, sehingga mampu mewujudkan perekonomian Indonesia yang mandiri dan berdaya saing.[]
 

M Iqbal Dawami, pencinta buku, bergiat di “Kere Hore Jungle Tracker Community” Yogyakarta  

Selasa, April 20, 2010

Menjadi Manusia Produktif


SINDO, Minggu, 18 April 2010
===========================
Judul: Beyond Productivity
Penulis: Sugeng Santoso
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Maret 2010
Tebal: 174 hlm.
===========================

ANDA mungkin pernah melihat orang yang sudah berusia lanjut, tapi tidak banyak menghasilkan apa-apa pada masa muda hingga tuanya entah itu berupa karya, prestasi, maupun finansial.

Namun juga,anda mungkin pernah melihat orang yang masih muda, tetapi sudah banyak menghasilkan halhal yang bermanfaat baik bagi dirinya maupun orang lain, entah itu karya,prestasi,maupun kekayaan. Kenyataan di atas tak lain menyangkut produktivitas seseorang dalam mengelola hidupnya.Faktor produktivitas sangat tergantung kepada manajemen waktu,motivasi, kemampuan koordinasi sumber daya, serta kualitas-kuantitas yang dihasilkan seseorang. Dengan kata lain, produktivitas berhubungan erat dengan kesuksesan.Atau bisa juga dibalik,kesuksesan terkait erat dengan produktivitas.


Salah satu hal penting dalam hidup ini adalah soal produktivitas dalam pekerjaan.Seberapa efektifkah kita dalam berkarya setiap hari? Sudah optimalkah produktivitas kerja kita? Mengapa waktu bekerja begitu banyak,namun penghasilan kita tidak kunjung meningkat? Pertanyaan- pertanyaan tersebut sering diajukan oleh khalayak orang sebagai tanda bahwa ada yang salah dengan produktivitas mereka. Sugeng Santoso, melalui bukunya Beyond Productivity, memberikan solusi perihal masalah produktivitas tersebut. Banyak para top performer dunia, kata Sugeng, dapat menyelesaikan pekerjaannya beberapa kali lebih cepat dibandingkan dengan kebanyakan orang. Hal itu disebabkan mereka mengerti dan melakukan keahliankeahlian (skill) yang berbeda dari kebanyakan orang di dunia ini.

Menurut Sugeng, ada sepuluh faktor kunci yang membedakan orang-orang dengan produktivitas tertinggi—seperti top performer dunia—dengan orang-orang yang produktivitasnya rata-rata. Kesepuluh faktor kunci tersebut antara lain memahami dua aturan dasar dalam produktivitas (too much things to do,too little time dan ketika anda menjadi lebih baik anda akan menarik lebih banyak tanggung jawab), memiliki kejelasan,kenali dan miliki kemampuan/kompetensi anda, mengetahui faktor penghambat terbesar dalam diri anda, milikilah kreativitas, miliki keberanian, selalu selesaikan pekerjaan terpenting anda, miliki pembimbing, dan miliki hati yang mau melayani. Namun, dari kesepuluh faktor tersebut, ada dua hal yang patut dijadikan perhatian besar.Karena banyak orang seringkali mengabaikannya. Pertama, memahami dua aturan dasar dalam produktivitas.

Sugeng mengatakan bahwa banyak orang selalu merasa mempunyai begitu banyak hal yang harus diselesaikan dan selalu merasa kekurangan waktu untuk menyelesaikan semua hal tersebut.Padahal,kita akanselalukekuranganwaktuuntuk menyelesaikan semua pekerjaan kita, tetapi kita akan selalu memiliki cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan kita yang paling penting dan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatandanhasilyangkitainginkan. Dalam hal ini, hukum Pareto, yaitu prinsip 80/20, bisa diterapkan. Hukum itu mengatakan bahwa 80% akibat berasal dari 20% penyebab.
Hukum Pareto tersebut ditemukan pada 1897 oleh seorang ekonom Italia bernama Vilfredo Pareto dari Universitas Lausanne saat ia mencari pola kekayaan dan penghasilan di Inggris. Jadi, silakan ajukan pada diri anda,“Apa 20% dari aktivitas yang saya lakukan yang menghasilkan 80% income yang saya dapatkan selama ini?”Ujar Sugeng.

Anda akan melihat bahwa dari usaha yang konsisten terus-menerus untuk hal-hal kecil akan memberikan hasil terbesar.Anda akan memperoleh produktivitas yang tinggi bila anda memperhatikannya terus menerus. Kedua, milikilah hati yang mau melayani. Betapa banyak orang hanya fokus pada imbalan atas apa yang mereka lakukan. Dan ketika orang fokus hanya terhadap imbalan, maka secara otomatis ia akan kehilangan nilai ketulusan dari tindakannya. Menurut Sugeng, imbalan, hasil, uang atau pendapatan kita adalah sebuah akibat saja. Hal ini hanya dapat kita peroleh dan secara otomatis akan meningkat drastis apabila kita berfokus pada tindakan melayani orang lain, melayani pelanggan-pelanggan kita baik internal maupun eksternal dengan lebih baik dan lebih baik lagi.

Tentu saja, sisi positif lainnya adalah kita akan memperoleh kemuliaan dan kebahagiaan yang tiada tara. Jadi, produktivitas ternyata tidak hanya seberapa besar yang dihasilkan dan seberapa besar hasil yang didapat, tapi juga berkait dengan kepuasan untuk memberi yang terbaik dan kepuasan menerima penghargaan yang baik. Kesepuluh faktor kunci yang dipaparkan Sugeng dalam bukunya itu akan menjamin anda bisa hidup produktif, asalkan dilakukan secara kontinu dan bertahap. Dan hasilnya,anda akan mengusahakan segala sesuatunya bisa efektif, efisien,dan berkualitas. Menjadi lebih produktif sudah tentu merupakan keinginan semua orang. Sayangnya, hanya sedikit orang saja yang bisa melakukannya.

Tentu saja kegagalan mencapai produktivitas disebabkan oleh banyaknya hambatan, baik hambatan itu berasal dari dalam diri maupun dari luar. Buku yang ditulis Sugeng ini sangat berharga dan layak dibaca dan dijadikan panduan bagi siapa saja yang menginginkan hidupnya produktif, terlebih dalam hal pekerjaannya. Penting pula dibaca bagi mereka yang menginginkan untuk melakukan lompatan besar. Buku ini menawarkan suatu pesan penuh harapan dan rasa percaya diri. Buku ini membuat anda akan menjadi manusia yang lebih baik.(*)

M Iqbal Dawami,
Bergiat di Kere Hore Jungle Tracker Community (KHJTC) Yogyakarta.

Minggu, Maret 21, 2010

Rahasia Sukses Donald Trump

KORAN SEPUTAR INDONESIA, 21/3/2010
Judul: Think Like A Champion!
Penulis: Donald Trump
Penerbit: Daras Books
Cetakan: I, Januari 2010
Tebal: 211 hlm.
================

JUJUR pada diri sendiri dan pekerjaan anda sendiri merupakan sebuah aset.Tindakan dan ucapan akhirnya akan mengarahkan seseorang menuju reputasi dan memiliki integritas. Demikian di kemukakan Donald Trump.

Trump merasakan hal itu bahwa betapa bernilainya kejujuran. Sebagai pebisnis,itu adalah kekuatan yang bisa membawa Trump melintasi segala hal. Sekarang, nama Trump adalah garansi level kualitas tertentu. Donald Trump adalah seorang pebisnis real estate, pertelevisian, dan beberapa bisnis lainnya.Dia menjabat sebagai CEO (Chief Executive Officer) atas bisnis besarnya yang terwadahi dalam Trump Organization. Selain itu, ia juga pemilik yayasan Miss Universe Organization bersama National Broadcasting Company (NBC). Acara reality show The Apprentice adalah salah satu program suksesnya, di mana Trump duduk sebagai Excetive Director.

Trump juga menjadi brand sejumlah produk,di antaranya Donald J Trump Men’s Collection (pakaian), Trump Ice Bottled Water(Es Krim),Trump Magazine( majalah),Trump Golf (golf), Trump University (Perguruan tinggi), dan brand-brand lainnya. Lewat bisnis tersebut, ia tercatat sebagai raksasa bisnis AS, dalam berbagai bidang. Belum cukup sampai di situ kesuksesannya. Dalam real estate, Trump dipandang sebagai investor paling terkemuka di dunia. Ia adalah negosiator tanpa tanding, dan seorang yang dermawan. Ia terkenal sebagai pebisnis yang tanpa henti meningkatkan standar kesempurnaan kerjanya, terutama pada era 1980-an sampai 1990-an.

Namanya masuk dalam daftar orang Amerika terkaya versi majalah Forbes yang ke-88 dari 400. Apa sesungguhnya rahasia sukses Donald Trump? Buku inilah jawabannya. Melalui buku ini,Trump membeberkan semua rahasia suksesnya itu. Buku ini adalah sebuah indikasi proses pemikiran yang Trump percaya bisa mengarahkan orang pada kesuksesan, sebagaimana dirinya. Buku ini juga merupakan sisi lain kepribadian Trump—sisi yang lebih reflektif yang mengungkap sumber-sumber daya Trump dan bagaimana ia menerapkannya pada gambaran besar,yaitu kehidupan. Di antara rahasia sukses Trump adalah pentingnya sebuah aset.

Suatu ketika Trump membaca sebuah esai yang ditulis Stephen king, novelis dan cerpenis produktif Amerika.Inti esai King adalah bahwa dalam mengkaji kondisi cerpen dewasa ini, menurutnya cerpencerpen itu sepertinya “terasa ingin pamer, serta ditulis untuk para editor dan guru, bukan untuk pembaca.” Stephen King dengan cerdas menyadari bahwa para penulis cerpen dewasa ini tengah melindungi aset mereka dengan menargetkan penulisan mereka pada orang-orang yang akan paling mungkin mampu mencetaknya. Pertimbangan kedua mereka adalah pembaca, karena, bila mereka tidak mempertimbangkan editor dulu, pembaca tidak akan pernah punya peluang melihat cerpen mereka, tak peduli betapa mengagumkannya cerpen itu.

Ini adalah komentar menohok dan membuat Trump mengamini kritikan King di atas.Ketika Trump membangun sebuah gedung tempat tinggal,misalnya,ia mula-mula akan mempertimbangkan siapa yang akan tinggal di sana. Ia mempelajari demografi, seperti halnya orang bisnis mana pun, apakah berada dalam manajemen properti tempat tinggal ataukah periklanan. Untuk menyampaikan pesan, Trump juga harus menarik orangorang yang akan memilih—atau tidak memilih—untuk mempromosikan gedung itu. Rahasia penting lain yang dimiliki Trump adalah pandai bernegosiasi.

Trump menerima banyak permohonan yang menanyai dirinya tentang keahlian negosiasinya, dan ada keseimbangan pada negosiasi sukses yang tidak dilihat banyak orang. Negosiasi terbaik, kata Trump adalah ketika kedua belah pihak menang. Ada kompromi di dalamnya, yang berarti mendengar dengan hati-hati, dan ketika itu dicapai anda akan melihat hasil yang sukses. Bisnis adalah seni—dengan sendirinya, dan keahlian negosiasi yang kuat adalah salah satu teknik yang diperlukan untuk memfasilitasi sukses. Trump juga menyampaikan tentang pentingnya kegairahan. Jika anda tidak menyukai apa yang anda lakukan,margin sukses anda akan berkurang signifikan, dan masa-masa sulit akan jauh lebih susah dilalui. Nah, kegairahan akan memberikan ketahanan yang diperlukan untuk mencapai halhal hebat. Michelangelo, misalnya dikenang di masa kita melebihi Paus atau politikus mana pun di masanya,hanya karena ia memberi begitu banyak hal pada dunia— meskipun kemungkinannya amat kecil.Orang ini keras kepala.

Tak diragukan, ia bergairah melakukan apa yang ia lakukan. Menurut Trump,ketika semua terlihat sulit, ada baiknya mengingatkan diri anda tentang orang-orang seperti itu, seseorang yang mempertahankan integritas seninya terlebih dulu, dan yang terutama dalam pikiran dan tindakannya. Rahasia lainnya adalah anda tidak boleh menyerah. Trump mengatasi sejumlah kemunduran besarnya hanya dengan menjadi keras kepala.Ia menolak menyerah atau angkat tangan. Baginya, itu adalah integritas tujuan yang tak bisa dikalahkan atau dicampuri.

Konsistensi dalam niat bisa mendatangkan hasil-hasil akhir. Di dalam dunia kompetitif anda bisa disalip dan bisa pula dikalahkan. Dengan mengecamkan itu, kata Trump, akan menjamin anda berada dalam bentuk terbaik pada persaingan. Meskipun anda saat ini adalah orang utama, berlagaklah seolah anda underdog.Hal itu akan memperbaiki wawasan anda maupun visi Anda. Think Like A Champion adalah sebuah contoh pendekatan kehidupan dan bisnis ala Trump. Di dalam penyajiannya, ia mengambil sebuah topik,memikirkannya,menelaahnya, dan mengembalikannya ke sebuah rumusan yang menjadi hal yang Trump, yakni merupakan saran yang solid, dan bisa dipraktikkan oleh siapa pun. Sungguh,ini sebuah buku yang sangat inspiratif, enak dibaca, dan menggugah semangat berwirausaha.

Melalui buku ini,Donald Trump mengajak kita untuk melihat dunia bisnis dengan semangat integritas, dan belajar menciptakan situasi yang terbaik dan siap untuk hal yang terburuk. Dengan penyampaiannya yang mengalir dan bahasanya yang renyah, cocok sekali membaca buku ini, misalnya, pada pagi hari di akhir pekan sembari minum teh.(*)



M. Iqbal Dawami, penikmat teh dan gogodoh