Kamis, Mei 10, 2018

Sang Pendidik di Era Disruptif


Judul: Menjelajah Dunia, Mendidik Indonesia
Penulis: Ruswanto
Penerbit: Metagraf
Cetakan: I, Oktober 2017
Tebal: xvi + 248 hlm.

===================================

Rhenald Kasali (2017) membagi kriteria guru ke dalam dua jenis: guru kurikulum dan guru inspiratif. Menurutnya, guru kurikulum adalah guru yang amat patuh kepada kurikulum dan merasa berdosa bila tidak bisa mentransfer semua isi buku yang ditugaskan. Guru tersebut mengajarkan sesuatu yang standar (habitual thinking). Sedang guru inspiratif adalah guru yang mengajak murid-muridnya berpikir kreatif (maximum thinking), melihat sesuatu dari luar (thinking out of box), mengubahnya di dalam, lalu membawa kembali keluar, ke masyarakat luas.

Sosok guru inspiratif yang disebutkan Rhenald di atas dapat saya lihat dalam diri Ruswanto, guru yang di setiap sekolah di mana dia mengajar, selalu memberikan ide-ide kreatif kepada anak didiknya. Misalnya, pada saat mengajar Biologi di Sekolah Indonesia Jeddah, dia menciptakan ular tangga, sebuah permainan papan menggunakan dadu. Setiap siswa menandai dengan kotaknya di kotak pertama. Tidak dijalankan berdasarkan jumlah mata dadu yang menurut istilah dilempar. Ketika langkah pemain berhenti di kotak dengan ular, ia harus turun. Apabila pemain berhenti di kotak dengan tangga ia dapat menaiki ke ujung tangga. Permainan ini adalah permainan yang sangat digemari oleh anak-anak Indonesia. Akan tetapi, karena ini bagian dari pelajaran sehingga Ruswanto buat sedikit berbeda. Dia memodifikasinya dengan mencampurkan pembelajaran Biologi tanpa menghilangkan ular dan tangga.

Ruswanto yang kini sebagai guru Sekolah Indonesia Singapura (SIS) adalah tipe guru yang tidak ingin berada di zona nyaman. Dia tidak ingin menjadi guru yang biasa-biasa saja. Oleh sebab itu, dia bekali dirinya dengan beberapa keterampilan, di antaranya critical thinking and problem solving (Berpikir kritis dan pemecahan masalah), Creativity and imagination (Kreativitas dan imajinasi), dan inovasi. Berbekal keterampilan itulah yang mengantarkan Ruswanto terpilih menjadi pemenang di pelbagai macam lomba tingkat nasional.

Disruptif
Guru semacam Ruswanto begitu diperlukan oleh semua lembaga pendidikan, mengingat gelombang disruptif terus merongrong siapa saja yang tidak mau meng-upgrade dirinya dengan pelbagai pengetahuan dan keterampilan. Era disruptif merupakan era ketiga, setelah era keterhubungan (connectivity) dan era media sosial (Rhenald Kasali, 2017).

Era ini berlaku dalam segala bidang. Siapapun akan terkena dampaknya apabila dirinya tidak mengantisipasinya lantaran hidup dalam zona nyaman. Sebut saja Nokia. Perusahaan yang begitu perkasanya di era keterhubungan ini, menjadi sirna di era distrupsi. Ia kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan baru yang sadar dengan era ini.

Begitu juga dalam bidang pendidikan. Apabila sebuah lembaga pendidikan minim dengan inovasi dan kreasi, serta terbuai dengan prestasi masa lalu, maka bersiap-siaplah akan terkena gelombang disruptif. Ruswanto sadar bahwa apabila dirinya ingin maju, dia harus kreatif dalam mengajar. Buku yang ditulisnya ini menjadi gambaran bagaimana dirinya bisa meraih setiap impian yang dibuatnya sebagai guru yang berprestasi.

Mantra Ajaib
Banyak jalan terjal yang Ruswanto lalui dalam meniti karirnya sebagai guru selama hampir 18 tahun. Kegagalan dan keberhasilannya datang silih berganti. Semuanya dia syukuri. Tanpa kegagalan dia tidak mungkin tahu artinya perjuangan. Dan adanya keberhasilan dia menjadi tahu bahwa segala hal sangat memungkinkan untuk dicapai.

Ruswanto mengatakan hal tersebut lantaran dirinya adalah orang yang lahir dari salah satu desa di kabupaten Purbalingga dengan kondisi keluarga yang pas-pasan, untuk tidak mengatakan miskin. Sebagai gambaran, pada saat sakit amandel dan diharuskan operasi, orangtuanya membawanya ke dukun ketimbang ke dokter, karena tidak punya biaya. Rasa sakit pada saat “dioperasi” oleh dukun seolah menahbiskan dirinya bahwa dia harus berjuang dari lingkaran kemiskinan agar punya penghidupan yang layak di masa depan. Dan jalan yang ditempuhnya adalah pendidikan. Bagaimana pun caranya dia harus sekolah setinggi mungkin. Termasuk sambil berdagang pun dia lakoni.

Pada saat SMA, Ruswanto muda sudah bercita-cita ingin menjadi guru, tapi dia merasa dirinya tidak cerdas. Keinginan itu awalnya tidak dia pupuk, hingga salah seorang gurunya bernama Runut menyentak dirinya dengan mengatakan bahwa untuk menjadi guru tidak harus cerdas, tapi ketekunanlah yang menentukannya. “Tetekan tekun sira tekan (siapa yang takun akan sampai pada tujuan)”, ujar gurunya tersebut dengan bahasa Jawa Banyumas.  Dari situ, mantra “tekun” menjadi mantra ajaib Ruswanto dalam meraih segala hal yang diimpikannya.

Dia bukan hanya berhasil menjadi guru, tapi menjadi guru teladan dan berprestasi yang tidak semua guru mendapatkan kesempatan luar biasa ini. Dalam karirnya, Ruswanto mendapat Science Education Award (2001), Guru Inovatif (2010 dan 2011), Guru Berprestasi (2012),  7 pendidik terbaik di Indonesia (2013), Best Indonesian Islamic Educator oleh Universitas Negeri Jakarta (UNJ) (2013), dan Guru terbaik dalam ajang LP3i Award 2014. Dia juga penah mengantarkan siswanya menjadi juara dalam kategori The Most Invormative Booth dalam ajang promosi budaya se-Asia Tenggara. Ruswanto percaya bahwa hasil tidak pernah mengkhianati proses.  

Ruswanto benar-benar menghayati dirinya sebagai guru. Dia begitu totalitas dan all out pada saat membimbing peserta didiknya. Keberhasilannya dalam mengajar lantaran dirinya mempelajari terlebih dahulu karakteristik setiap siswanya. Dengan begitu, antara dirinya dan peserta didik terjalin chemistry, sehingga mudah dalam proses belajar-mengajarnya.  

Inilah buku yang mengisahkan seorang guru desa yang mengajar mulai di sekolah tingkat kecamatan, kabupaten, hingga internasional, yakni di SMAN 1 Mojogedang, SMAN 1 Rembang, SMAN 1 Purbalingga, Sekolah Indonesia Jeddah (di Arab Saudi), dan kini di Sekolah Indonesia Singapura (di Singapura).

Buku yang ditulis layaknya novel ini dilengkapi dengan beberapa karya tulis ilmiah yang mengantarkan Ruswanto meraih penghargaan, salah satunya Guru Terbaik 2014 yang diadakan LP3i. Karya tulis ilmiah tersebut memanjakan pembaca untuk mendapatkan gambaran konkret sebuah produk karya yang sudah teruji di hadapan para juri.

Buku ini menyiratkan bahwa Ruswanto bukan hanya piawai mentransfer pengetahuan lewat lisan, tetapi juga lewat tulisan. Ia menulis dengan rasa dan ingatan yang tajam, serta penuh kejujuran. Menulis dari hati tentulah akan sampai ke hati pula.

Tak syak lagi, melalui buku ini, Ruswanto hendak mengajak para guru untuk terus men-charge diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang disertai ketekunan, inovatif, dan kreatif, agar guru tidak terhempas oleh gelombang disruptif.[]

M. Iqbal Dawami, Penulis, Editor, dan Trainer Kepenulisan.     

Rabu, Januari 13, 2016

Shadow Economy dalam Novel





Judul: Pulang
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Cetakan: I, September 2015
Tebal: iv + 400 hlm

Cerita dalam novel ini sungguh absurd. Saya tidak tahu persis settingnya dimana, kecuali pedalaman Sumatera. Di sini hanya disebut ibu kota dan pelabuhan. Selain itu, bagaimana bisa tokoh utama sebagai tukang jagal orang tapi punya hati yang baik, tidak pernah memakan dan minum yang dilarang agama (Islam), seperti babi dan wiski. Yang saya sayangkan, tidak ada pula kisah cintanya. Masa iya lelaki muda, tampan, pintar, kuat, tidak mengalami jatuh cinta? Atau paling tidak dimunculkan satu tokoh wanita yang menaksir atau ditaksir lelaki itu. Bukankah itu absurd? Kisah dalam novel ini seperti dalam film-film ala Hollywood. Jagoannya menang terus, dan suatu ketika kalah, namun di akhir cerita dia menang. Benar-benar heroik dan one man show.  

Meskipun begitu aku menikmatinya. Ceritanya begitu mengalir. Tere Liye memang tidak diragukan lagi dengan racikannya. Pulang adalah novel kesekiannya. Tentu pengalaman dalam menulis novelnya sudah lihai. Hampir semua karyanya mengalami cetak ulang. Bahkan sudah ada pula yang difilmkan.  

Novel ini berkisah tentang seorang lelaki yang dijuluki sebagai “ Si Babi Hutan”, karena berhasil melawan babi pada saat berburu di pedalaman hutan Sumatera. Terlahir dari seorang ayah penjagal dan ibu yang taat beragama, lelaki ini tumbuh dalam kondisi yang serba kontras. Ketangkasan dan kekuatan fisiknya menurun dari ayahnya, sedang kecerdasan dan kekuatan prinsipnya menurun dari ibunya. Ia bekerja di tempat dulu ayahnya bekerja sebagai penjagal, yaitu di keluarga Tong. Pemimpinnya biasa disebut tauke. Tauke ini mempunyai banyak perusahaan, termasuk bank. Bisnisnya penuh dengan muslihat. Apabila ada pihak yang membahayakan perusahaannya, maka para penjaga itulah yang akan menanganinya, salah satunya lelaki ini. 

Di antara penjagal, lelaki ini agak berbeda. Karakternya mengandung simpati tauke muda. Lelaki ini dianggap lebih pantas mengasah otaknya ketimbang fisiknya. Ia kemudian diajari pelbagai macam ilmu pengetahuan dan bahkan dikuliahkan di Amerika. Dus, ia tidak hanya piawai dalam menjagal orang, tetapi juga pintar dengan gagasan, siasat, dan manajemen perusahaan sang tauke. Ia digambarkan sebagai prototipe lelaki sempurna: kuat, cerdas, dan berkarakter. Ia digadang-gadang sebagai pemimpin masa depan perusahaan tauke muda. 

Dalam sebuah kesempatan terjadi pengkhianatan di dalam perusahaan. Salah seorang kepercayaan tauke hendak mengkudeta pimpinan perusahaan, dia melakukan makar. Lelaki ini merasa kecolongan dengan peristiwa itu. Dia merasa ceroboh dan lalai, tidak menyadari sedari awal tanda-tanda pengkhianatan dari kawannya itu. Pengkhianatan itu menyebabkan tauke muda, pucuk pimpinan perusahaan, mati pada saat pelarian. Lelaki itu cuma pingsan, dan diselamatkan oleh Tuanku Imam, kakak dari ibunya. Setelah sembuh dan pulih, dia pun menyusun rencana untuk merebut kembali kantor pusat keluarga Tong tersebut.  

Shadow Economy
Selain novelis, profesi Tere Liye adalah akuntan. Ia tentu tahu banyak seluk-beluk dunia ekonomi, baik makro maupun mikro. Isu yang krusial yang diangkat Tere Liye dalam novel ini adalah Shadow Economy. Secara gamblang, Tere menjelaskan dalam novel ini bahwa Shadow economy adalah ekonomi yang berjalan di ruang hitam, biasa disebut juga black market atau underground economy. Bentuknya bisa berupa pencucian uang, perdagangan senjata, transportasi, properti, minyak bumi, valas, pasar modal, retail, teknologi, hingga penemuan dunia medis yang tidak ternilai, yang semuanya dikendalikan oleh institusi pasar gelap.  

Mereka yang terlibat dalam shadow economy punya pengaruh yang luar biasa. Jaringannya bisa ke negara-negara lain. Bahkan, kekuasaan mereka bisa mempengaruhi pemerintahan sebuah negara. Mereka tak tersentuh oleh hukum. Mereka menguasai hampir seluruh aspek ekonomi. Tere Liye dengan apik menggambarkan cara kerja pelaku shadow Economy, seperti melobi calon presiden, menghabisi para pesaing bisnisnya, ikut jaringan internasional, mengangkat para aparat keamanan untuk dijadikan tameng, dan lain-lain.

Isu yang diangkat Tere Liye mampu membuka relung kesadaran kita akan dunia ekonomi global, termasuk di Indonesia. Boleh jadi gonjang-ganjing yang terjadi di Indonesia ini adalah gambaran nyata tentang peran shadow economy ini.     

Lantas, mengapa novel ini diberi judul Pulang? Awalnya saya menduga perihal kepulangan si Bujang ini ke kampung halamannya, berziarah ke orangtuanya, tapi rupanya bukan. Pulang di sini dihubungkan suara adzan yang dikuping tokoh utama pada saat dia berada di rumahnya Tuanku Imam Muda. Detailnya Anda baca sendiri. []


Rabu, Juli 08, 2015

Panduan Meraih Beasiswa ke Jepang

Judul: Seribu Asa dari Negeri Sakura; The Guidance of How to Get Manbukagakusho (Manbusho) Scholarship
Penulis: Junaidi W. Tarmuloe
Penerbit: Quantum
Cetakan: I, April 2015
Tebal: 208 hlm.

Junaidi W. Tarmuloe adalah penerima beasiswa Manbukagakusho (Manbusho) untuk meraih gelar Ph.D. pada bidang virus, kanker, dan infeksi pada rumpun ilmu bedah Pathology di Shinshu University, Jepang. Untuk meraih beasiswa tersebut tidak mudah. Ia mengalami kegagalan beberapa kali pada tahun sebelumnya. Namun, setelah itu, ada tiga kampus di Jepang secara bersamaan menerimanya sebagai mahasiswa, program master di Kanazawa University yang mengkaji tentang luka, dan program Ph.D. rumpun ilmu Molecular yang mengkaji tentang steam cells di Universitas Tokyo.

Tidak hanya itu ia juga ditunggu oleh profesor di John Hopkins University di bidang kajian yang sama (steam cells) serta seorang profesor di Heidelberg University (Jerman) yang juga menunggu kesediaannya untuk menjadi mahasiswa S-3 di sana. Apa rahasia ia memenangkan beasiswa tersebut walau yang dipilih kemudian hanya Manbusho? Lewat buku ini ia berbagi tips dan triknya.

Buku ini disusun berawal dari banyaknya pertanyaan yang masuk ke email dan akun media sosialnya, yang bertanya tentang beasiswa luar negeri, khususnya Jepang. Pertanyaan mereka beragam, seperti bagaimana memulai mencari data beasiswa, proses beasiswa, mencari profesor, ujian beasiswa, aplikasi beasiswa, hingga tips mencapai nilai TOEFL yang tinggi. Junaidi merasa informasi beasiswa di Indonesia memang masih kurang. Jikapun ada, mereka hanya tahu ada beasiswa, tetapi tidak paham cara mendapatkannya. Kebanyakan dari meraka juga hanya menunggu informasi di tempel di papan-papan pengumuman sekolah, kampus atau kantor tempat mereka bekerja.

Beasiswa Manbukagakusho (Manbusho) adalah beasiswa pendidikan Jepang yang cukup bergengsi. Beasiswa ini umumnya menerima pendaftar sebanyak 4000-an dan disaring menjadi 100-170 orang pada tahap ujian. Dari situ kemudian akan diambil maksimal 40 peserta yang lulus saat wawancara terakhir. Junaidi menyarankan agar nilai TOEFL di atas 550 dan IPK di atas 3.00. Hal ini akan menjadi kelebihan pendaftar dalam usaha memenangkan beasiswa yang diinginkan.

Problem TOEFL memang menjadi masalah di Indonesia. Banyak peserta beasiswa sudah berguguran lantaran TOEFL tidak mencukupi, atau pas-pasan. Menyadari kenyataan itu, Junaidi memberikan trik dan tip belajar TOEFL yang efektif dan cepat menguasainya. Hal ini berdasarkan pengalaman dan pada saat dirinya menjadi guru Bahasa Inggris di Pare, Kediri, yang terkenal sebagai “kampung Inggris”. Di antara tip dan triknya adalah Unconsciousness, Listening Process, Story Telling, Shock Therapy, dan Random Question.

G to G dan U to U
Beasiswa Jepang dibagi dalam dua bagian yakni Manbukagakusho (Manbusho) Government to Government (G to G) dan Manbukagakusho (Manbusho) University to University (U to U) untuk empat bagian jenjang pendidikan seperti Japanese studies, undergraduate studies, graduates studies, dan specialized training studies. Beasiswa G to G adalah beasiswa yang berdasarkan pada rekomendasi dari pemerintah Jepang, melalui kedutaan Jepang di beberapa negara, termasuk di Indonesia. Beasiswa ini berdasarkan kerjasama antar-dua negara yang berkomitmen untuk meningkatkan standar kualitas suatu negara dengan cara men-support bidang pendidikan. Pendaftar beasiswa jalur ini juga tidak harus memiliki pengalaman kerja sebelum melamar. Bahkan, mahasiswa yang baru lulus pendidikan sudah diperbolehkan untuk ikut mendaftar. Persyaratan bahasa juga tidak terlalu sulit (hal. 158).

Sedang beasiswa U to U adalah beasiswa berdasarkan pada rekomendasi yang jadi universitas tujuan pendaftar di Jepang. Untuk mendaftar beasiswa jenis ini tidak diperlukan status seperti persyaratan pada beasiswa G to G. Proses beasiswa U to U ini pendaftar terlebih dahulu harus mengontak salah seorang profesor di Jepang sesuai bidang yang diminati, dan mulailah menjalin silaturahmi baik melalui berkirim email, surat, faksimile, maupun telepon. Pada tahap pertama katakan bahwa Anda sangat tertarik dengan topik riset di laboratorium yang Anda incar tersebut. Sampaikan juga bahwasanya Anda tertarik sekali gabung dengan laboratorium di bawah bimbingannya untuk melanjutkan pendidikan master atau doktoral (hal. 160).

Di dalam buku ini Anda akan dipandu awal mula mendaftar beasiswa, baik G to G maupun U to U. Mulai dari pengisian formulir di website http://www.id.emb-japan.go.jp/, persiapan research plan, LOA, bukti publikasi (jika diminta), surat rekomendasi, dan dokumen lainnya.

Menurut Junaidi, di Jepang semua bagian ilmu sedetail apa pun memiliki profesornya. Mulai profesor ahli antariksa, profesor gunting yang ahli dalam membuat gunting berbagai jenis dan ukuran, hingga profesor perangkai bunga. Setiap laboratorium hanya memiliki satu profesor, tetapi mereka memiliki semua profesor di bidang apa pun. Padahal untuk menjadi profesor di Jepang tidaklah gampang, harus melewati proses panjang.

Belajar di Jepang Anda dapat memilih bidang pendidikan apa saja, semuanya tersedia lengkap dengan profesor dan jajarannya. Tercatat ada sebanyak 616 lembaga yang mengelola program pascasarjana. Program sarjana lebih banyak lagi yakni ada 778 lembaga, dan program junior college tercatat sebanyak 395 lembaga. Sedangkan yang lebih khusus seperti sekolah menengah kejuruan sebanyak 588 lembaga yang tersebar di seluruh penjuru Jepang. Lembaga pendidikan pelatihan spesialisasi atau specialized training collage sebanyak 3.311 lembaga dan tentunya lembaga pendidikan bahasa Jepang ada di setiap kampus. (hal. 48).

Buku ini kuat dengan data dan pengalaman penulisnya. Ia tulis bagaimana memahami sebuah “proses beasiswa” mulai dari 0 sampai pada 100%, mulai dari A sampai Z. Kiranya kita patut berterima kasih kepada Junaidi untuk berkenan membagikan pengalamannya dalam meraih beasiswa ke Jepang. Bagi yang tertarik untuk meraih beasiswa ke Jepang kiranya buku ini sangat direkomendasikan.[]

M. Iqbal Dawami, penulis dan editor.