Minggu, November 30, 2008

Bahagia Dengan Otak Kanan


Judul : The 7 Laws of Happiness
Penulis : Arvan Pradiansyah
Penerbit : Kaifa
Cetakan : I, Sept 2008
Tebal : 428 hlm
-----------------------

Taufiq Pasiak (2006) mengatakan sedikitnya ada dua ilmu (sains) yang mengalami perkembangan pesat akhir-akhir ini jika dikaitkan dengan pengungkapan hakikat diri manusia.

Dua ilmu itu adalah fisika kuantum yang berkaitan dengan eksplorasi alam semesta dan selanjutnya berimplikasi pada posisi manusia di dalam universum (alam semesta) dan neurosains (ilmu tentang otak), terutama neurosains kognitif yang mempelajari otak manusia hingga tahap molekuler.

Neurosains mengkaji diri manusia sebagai proses yang berlangsung pada tingkat sel saraf. Neurosains bahkan mempelajari hingga proses perhubungan manusia dengan Tuhan. Pelbagai penemuan neurosains sangat berguna tidak saja dalam bidang kedokteran, tetapi juga dalam bidang lainnya, seperti manajemen dan bisnis, psikologi, filsafat, dan pendidikan.

Perkembangan dalam bidang neurosains meliputi salah satunya kajian tentang neurokimiawi, yang dapat mengetahui kegiatan-kegiatan otak, mulai dari kegiatan sederhana seperti bergerak, sensasi, hingga kegiatan tingkat tinggi seperti berbahasa dan berpikir. Apa yang disebut kegiatan-kegiatan “jiwa”, misalkan tampilan-tampilan emosi (marah, sedih, gembira, dan lain-lain), ternyata sangat berkaitan dengan zat kimia otak. Zat mirip morfin, namanya endorfin, yang dihasilkan otak diketahui ternyata berperanan dalam menimbulkan rasa gembira pada seorang manusia, atau adrenalin, dopamine, dan serotonin ternyata memainkan peran dalam menimbulkan rasa senang dan cemas, dan masih banyak lagi.

Sedang yang mengatur emosi manusia berada dalam sistem limbik, yaitu bagian otak mamalia yang dikelompokkan sebagai paleocerebri’ (‘otak tua’). Daerah ini relatif sama pada manusia dan mamalia lain. Ia mengatur aspek sosial maupun privat dari emosi manusia. Bagian sistem limbik bernama amygdale yang mengatur hubungan langsung dengan kulit otak sebagai pusat berpikir. Adanya komponen ini membuat manusia menjadi makhluk yang tidak melulu berpikir, tetapi juga merasa. Dimensi inilah yang membangun hubungan antara manusia.

Nampaknya paradigma keilmuan di atas dijadikan pijakan oleh Arvan Pradiansyah dalam bukunya ini. Arvan sesungguhnya menjabarkan neurosains yang dapat dipakai dalam bidang Sumber Daya Manusia (SDM). SDM seseorang sejatinya akan melejit jika dapat mengelola pikirannya. Dengan kata lain, pikiranlah yang sebenarnya sangat memainkan peran penting terhadap segala sesuatu yang menyangkut diri seseorang, baik menyangkut jasmani maupun rohani.

Kesadaran akan pentingnya pikiran tersebut, menggerakkan Arvan untuk membuat sebuah metode bagaimana menumbuhkan kebahagiaan dengan cara memilih pikiran positif dan memfokuskan perhatian pada pikiran positif tersebut. Pemilihan pikiran itu sendiri akan dapat merangsang terciptanya pola-pola baru, kombinasi-kombinasi baru antara sel-sel saraf dan neurotransmitter, yaitu zat kimiawi yang mengirimkan pesan-pesan di antara sel-sel saraf, khususnya dalam hal kebahagiaan.

Arvan sendiri mengakui bahwa The 7 Laws sebenarnya terinspirasi dari 7 Habits karya Stephen Covey. Namun, jika Covey menggambarkan perjalanan manusia yang dimulai dari dependensi menuju independensi dan berhenti di interdependensi sebagai suatu bentuk bentuk kematangan tertinggi manusia, sedang The 7 Laws menggambarkan sebuah perjalanan melingkar, yaitu dimulai dari dependensi ke independensi, ke interdependensi, dan kembali ke dependensi. Inilah yang membedakan dengan konsep 7 Habits karya Stephen Covey tersebut.

Rumusan Kebahagiaan
Setelah Arvan menjabarkan bangunan teorinya mengenai kekuatan pikiran, maka ia kemudian memasuki wilayah ‘bahagia’. Sungguh, tak bisa dipungkiri oleh siapa pun, bahwa inti hidup kita adalah sebenarnya mencari kebahagiaan. Terlepas jalannya seperti apa. Hal ini, secara tak langsung dipahami dengan baik oleh Arvan, bahwa buku mengenai kebahagiaan sangatlah sedikit, ketimbang buku tentang meraih kesukesan. Padahal, kesuksesan dan kebahagiaan adalah sesuatu yang berbeda. Buktinya, banyak orang sukses tapi ternyata tidak bahagia. Kesuksesan hanyalah bagian kecil dari bahagia yang sifatnya relatif tersebut.

Selain itu, menurutnya, hakikat kebahagiaan yang sejati berasal dari pikiran, bukan dari hati. Hati itu tidak jelas letaknya di mana; di jantung, empedu, ginjal atau organ yang lainnya, dan sifatnya pun bisa bolak-balik. Sedang pikiran pasti menunjukkan pada satu tempat, yaitu otak. Maka kemudian, Arvan meyakini bahwa untuk mencapai kebahagiaan maka yang harus kita lakukan adalah dengan cara memilih pikiran yang positif. Dengan pikiran tersebut, kita akan senantiasa dipenuhi oleh rasa bahagia.

Arvan pun memberikan contoh konkrit, bahwa salah satu cara mengisi pikiran kita dengan hal yang positif yaitu dengan cara menghindari bacaan dan tontonan yang berdampak negatif. Dalam hal ini acara Empat Mata di stasiun televisi swasta kena damprat oleh Arvan, lantaran dianggap sebagai salah satu tontonan yang akan mematikan belas kasih. Untunglah, saat ini acara yang dipandu Tukul tersebut sudah dilarang tayang.

Buku ini secara terperinci memberikan pelatihan pikiran yang sistematis dan metode bagaimana menumbuhkan kebahagiaan dengan cara memilih pikiran positif dan memfokuskan perhatian pada pikiran positif tersebut. Sebaliknya, buku ini juga melatih bagaimana membuang pikiran-pikiran negatif yang masuk ke kepala kita dan menggantinya dengan pikiran-pikiran yang sehat dan bergizi. Arvan kemudian merumuskan hal tersebut dengan menyebutnya The 7 Laws of Happines. Ketujuh rahasianya tersebut dibagi dalam tiga kelompok besar. Tiga rahasia pertama berkaitan dengan diri kita sendiri, yaitu Patience (Sabar), Gratefulness (Syukur), dan Simplicity (Sederhana). Tiga rahasia berikutnya berkaitan dengan hubungan kita dengan orang lain, yaitu Love (Kasih), Giving (Memberi), dan Forgiving (Memaafkan). Satu rahasia terakhir berkaitan dengan Tuhan, yaitu Surender (Pasrah).

Nah, Arvan memberikan jaminan bahwa ketujuh rumusannya itu akan mendatangkan kebahagaiaan, asalkan: Dipraktikan dan dilatih secara berulang-ulang. Hal itu senada dengan sebuah pernyataan yang dilontarkan Aristoteles bahwa keberhasilan hidup adalah memang sebuah kebiasaan yang diulang-ulang.

Buku ini sangat patut dibaca dan (lebih penting lagi) dipraktikan serta kemudian dilatih secara berulang-ulang dalam hidup kita. Jadi, harus menunggu apalagi jika anda ingin meraih bahagia?

Minggu, November 02, 2008

Ketika “Sang Pengikat Makna” Berhaji

Judul Buku: Terapi Hati Di Tanah Suci
Penulis: Hernowo
Penerbit :Lingkar Pena, September 2008
Tebal: 199 (termasuk indeks)
------------------------------
Tahukah Anda apa yang dipersiapkan bagi seorang penulis untuk berhaji? Ya, pena dan buku (tentang haji). Pena adalah untuk mencatat segala peristiwa yang tengah dialaminya, sedang buku untuk memperkaya wawasan mengenai rangkaian hajinya.

Keduanya itu hendak digunakan untuk mempersepsikan haji oleh dirinya. Itulah yang dilakukan Hernowo, sang “Pengikat Makna”, yang karyanya sudah lebih dari 30 buku.

Adapun hasil dari pengalaman dan persepsinya tentang haji dia bukukan dengan judul Terapi Hati Di Tanah Suci;Ya Allah, Jadikan Aku Cahaya (2008). Buku yang ditulis dengan “hati” ini mampu membuat seorang penulis lainnya menangis.

Hal itu lantaran dirinya iri dan menyesal mengapa dirinya tidak melakukan apa yang dilakukan Hernowo tersebut. Penulis tersebut bernama Asma Nadia. Dia mengatakan sebab keiriannya dalam Kata Pengantar buku ini, “Kenapa saya kurang menyiapkan bekal bacaan,… kedua, karena saya melewatkan beberapa doa yang diamalkan oleh Mas Hernowo di tanah suci dari hasil iqra’-nya yang panjang. Ketiga, perasaan menyesal karena buku ini tidak hadir sebelum saya menunaikan ibadah haji pada tahun 2007 lalu”(hlm.7-8).

Terkait dengan ketiga alasa keirian Asma Nadia di atas, memang buku ini—terdiri dari tiga bagian—mampu membuat pembaca hanyut dalam dunia haji. Bagian pertama Mempersiapkan Bekal Berhaji, bagia kedua, Pesona Masjidil Haram, dan bagian ketiga Berkah Masjid Nabawi. Hernowo sebelum melaksanakan haji jauh hari sudah membekali dirinya dengan memperkaya wawasan mengenai haji. Tepatnya di bulan Ramadhan—beberapa bulan sebelum bulan haji. Paling tidak ada dua alasan mengapa dia melakukan pembekalannya di bulan tersebut. Pertama, bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah dan mulia. Dengan begitu Hernowo termotivasi untuk membekali dirinya dengan sabaik-baiknya dan sebanyak-banyaknya. Dia yakin bahwa jika seseorang berminat untuk mengumpulkan “bekal” berhaji di bulan suci Ramadhan Tuhan pasti akan menyediakan sumber “bekal” itu secara sangat melimpah.

Kedua, turunnya pertama kali Alquran, yang diawali dengan ayat-ayat perintah membaca (Surat Al-‘Alaq ayat 1-5). Sudah bisa ditebak apa “bekal” yang dipersiapkan Hernowo tersebut, yaitu membaca buku-buku yang terkait dengan haji. Bahkan tidak hanya itu, dia juga membaca buku-buku tentang tanah suci, Masjidil Haram, Madinah, biografi Nabi Muhammad SAW, sejarah awal Islam, dan kebudayaan Islam. Nah, hasil dari bacaannya tersebut, dia menulis hal-hal yang penting dan berkesan. Sebagaimana kita tahu dalam buku-buku sebelumnya, aktivitas tersebut dia namakan dengan “mengikat makna”.

Oleh karena itu, dia “mengikat makna” segala hal yang berkenaan dengan haji. Di saat pembacaan dan penulisannya, dia membayangkan bahwa pada saat berhaji kelak, dia akan merasakan tanah tempatnya lahir Nabi SAW, dan kehidupan Nabi baik di Mekkah maupun Madinah. Bayangan tersebut dia alami saat dia berhaji. Maka tak ayal lagi, lahirlah dari tulisannya kalimat-kalimat yang “hidup”, yang mampu membangkitkan emosi pembacanya untuk merasakan juga apa yang dirasakan oleh Hernowo. Iihat saja misalnya saat dia membaca buku Berhaji Mengikuti Jalur Para Nabi karya O.Hashem, dan dia mendapatkan ihwal Raudhah, di mana dalam bab tersebut disampaikan lima sabda Rasulullah SAW: Pertama, “Antara rumah dan mimbarku adalah taman (Raudhah) di taman-taman surga”, Kedua, “antara kuburku dan mimbarku adalah taman-taman di surga,” Ketiga, “antara kamarku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman di surga,” keempat, “antara mimbarku dan rumah Aisyah adalah taman dari taman-taman di surga,” kelima, “barangsiapa ingin bergembira shalat dalam taman dari taman-taman di surga, maka shalatlah di antara kubur dan mimbarku” (hlm.65-67).

Nah, di halaman 131-132 dia mengakuinya bahwa saat masuk ke Raudhah begitu berkesan. Dia melakukan shalat dua rakaat dan berzikir serta merenung. Hasil renungannya itu adalah bahwa spirit Islam adalah spirit iqra’. Islam memerintahkan umatnya untuk tak henti-hentinya mencari ilmu, ke mana pun dan dari mana pun sumbernya.

Masih di Raudhah, Hernowo membayangkan dirinya berjejer dengan para sahabat sedang mendengar Rasulullah menyampaikan ilmu-ilmunya. Dan itu pun disebabkan oleh para sahabat kepada umat manusia.

“Doa Cahaya”
Saya kira ruh buku ini terletak pada sub-bab yang berjudul “Doa Cahaya”. Sub ini begitu penting, karena dapat mempertemukan dari sub-sub lainnya, bahkan seluruh komponen dalam kehidupan Hernowo, sebagai penulis yang produktif. “Doa Cahaya” merupakan doa yang berisikan permohonan agar dijadikan cahaya secara menyeluruh. Hernowo sangat terkesan dengan doa ini, karenanya dia mengaitkannya dengan keadaan dirinya.

Menjadi cahaya sangat identik dengan menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Maka dengan pengertian seperti itu, doa dia adalah doa logis yang dapat diwujudkan. Yang menjadi pertanyaanya adalah apakah doa yang dia panjatkan pada waktu berhaji pada 2002 benar-benar mewujud nyata pada saat ini?

Buku yang ke-34 ini adalah buah nyata bahwa Tuhan mengabulkan doanya. Waktu yang relatif singkat, dalam jangka enam tahun, Hernowo telah menghasilkan 34 buku. Sebuah prestasi yang patut diacungi jempol. Sebelum berhaji, dia baru satu buku yang dihasilkannya, yaitu Mengikat Makna. Tapi begitu selesai berhaji, goresan penanya tetap tidak berhenti dari waktu ke waktu. Ide-idenya mengalir dengan deras. Lalu muncullah setiap tahunnya buku demi buku. Nah, buku-buku yang diciptakannya itulah cahaya yang dapat menyinari dirinya dan orang lain. Dengan kata lain, cahaya tersebut adalah berbentuk buku. Dengan buku lah dia dapat menyinari alam semesta ini.