Judul: Seribu
Asa dari Negeri Sakura; The Guidance of How to Get Manbukagakusho (Manbusho) Scholarship
Penulis:
Junaidi W. Tarmuloe
Penerbit:
Quantum
Cetakan:
I, April 2015
Tebal:
208 hlm.
Junaidi W. Tarmuloe adalah penerima beasiswa
Manbukagakusho (Manbusho) untuk meraih gelar Ph.D. pada bidang virus, kanker, dan infeksi pada rumpun ilmu bedah Pathology di Shinshu University, Jepang. Untuk meraih beasiswa tersebut tidak mudah. Ia mengalami kegagalan
beberapa kali pada tahun sebelumnya. Namun, setelah itu, ada tiga kampus di Jepang secara bersamaan menerimanya sebagai mahasiswa,
program master di Kanazawa University yang mengkaji tentang luka, dan program Ph.D. rumpun ilmu Molecular yang mengkaji tentang steam cells di Universitas Tokyo.
Tidak hanya itu ia juga ditunggu oleh profesor di
John Hopkins University di bidang kajian yang sama (steam cells) serta seorang profesor di Heidelberg University (Jerman) yang juga menunggu kesediaannya untuk menjadi mahasiswa S-3 di sana. Apa rahasia ia memenangkan beasiswa tersebut walau yang dipilih kemudian
hanya Manbusho? Lewat buku ini ia berbagi tips dan triknya.
Buku ini disusun berawal dari banyaknya pertanyaan yang masuk ke email
dan akun media sosialnya, yang bertanya tentang beasiswa luar negeri, khususnya
Jepang. Pertanyaan mereka beragam, seperti bagaimana memulai mencari data beasiswa, proses beasiswa, mencari profesor, ujian beasiswa, aplikasi beasiswa, hingga tips mencapai nilai TOEFL yang tinggi. Junaidi
merasa informasi beasiswa di Indonesia memang masih kurang. Jikapun ada, mereka hanya tahu ada beasiswa, tetapi tidak paham cara mendapatkannya. Kebanyakan dari
meraka juga hanya menunggu informasi di tempel di papan-papan pengumuman sekolah, kampus atau kantor
tempat mereka bekerja.
Beasiswa Manbukagakusho (Manbusho) adalah beasiswa pendidikan Jepang yang cukup bergengsi.
Beasiswa ini umumnya menerima pendaftar sebanyak 4000-an dan disaring menjadi 100-170 orang pada tahap ujian. Dari situ kemudian akan diambil maksimal 40
peserta yang lulus saat wawancara terakhir. Junaidi menyarankan agar nilai TOEFL di atas 550 dan IPK di
atas 3.00. Hal ini akan menjadi kelebihan pendaftar dalam usaha memenangkan beasiswa yang diinginkan.
Problem TOEFL memang menjadi masalah di Indonesia. Banyak
peserta beasiswa sudah berguguran lantaran TOEFL tidak mencukupi, atau
pas-pasan. Menyadari kenyataan itu, Junaidi memberikan trik dan tip belajar
TOEFL yang efektif dan cepat menguasainya. Hal ini berdasarkan pengalaman dan
pada saat dirinya menjadi guru Bahasa Inggris di Pare, Kediri, yang terkenal
sebagai “kampung Inggris”. Di antara tip dan triknya adalah Unconsciousness, Listening Process, Story Telling, Shock Therapy, dan Random Question.
G to G dan U to U
Beasiswa Jepang
dibagi dalam dua bagian yakni Manbukagakusho (Manbusho) Government to Government (G to G) dan Manbukagakusho (Manbusho) University to University (U to U) untuk empat bagian jenjang
pendidikan seperti Japanese studies, undergraduate studies, graduates studies, dan specialized training
studies. Beasiswa G to G adalah beasiswa yang berdasarkan pada rekomendasi dari pemerintah Jepang, melalui kedutaan Jepang di beberapa negara, termasuk di Indonesia.
Beasiswa ini berdasarkan kerjasama antar-dua negara yang
berkomitmen untuk meningkatkan standar kualitas suatu negara dengan cara men-support bidang pendidikan. Pendaftar beasiswa jalur ini juga tidak harus memiliki pengalaman kerja sebelum melamar. Bahkan, mahasiswa yang baru lulus pendidikan sudah diperbolehkan untuk ikut mendaftar. Persyaratan bahasa juga tidak terlalu sulit (hal.
158).
Sedang beasiswa U to U adalah beasiswa berdasarkan pada rekomendasi yang jadi universitas tujuan pendaftar di Jepang. Untuk mendaftar beasiswa jenis ini tidak
diperlukan status seperti persyaratan pada beasiswa G to G. Proses beasiswa U to U ini pendaftar
terlebih dahulu harus mengontak salah seorang profesor di Jepang sesuai bidang yang diminati, dan
mulailah menjalin silaturahmi baik melalui
berkirim email, surat, faksimile, maupun telepon. Pada tahap pertama katakan bahwa Anda sangat tertarik dengan topik riset di laboratorium yang Anda incar tersebut. Sampaikan juga bahwasanya Anda tertarik sekali gabung dengan laboratorium di bawah bimbingannya untuk melanjutkan pendidikan master atau doktoral (hal. 160).
Di dalam
buku ini Anda akan dipandu awal mula mendaftar beasiswa, baik G to G maupun U
to U. Mulai dari pengisian formulir di website http://www.id.emb-japan.go.jp/, persiapan research plan, LOA, bukti
publikasi (jika diminta), surat rekomendasi, dan dokumen lainnya.
Menurut Junaidi, di Jepang semua bagian ilmu sedetail apa pun memiliki
profesornya. Mulai profesor ahli antariksa, profesor gunting yang ahli dalam membuat gunting berbagai jenis dan ukuran, hingga profesor perangkai bunga. Setiap laboratorium hanya memiliki satu profesor, tetapi mereka memiliki semua profesor di bidang apa pun. Padahal untuk menjadi profesor di Jepang tidaklah gampang, harus melewati proses panjang.
Belajar di Jepang
Anda dapat memilih bidang pendidikan apa saja, semuanya
tersedia lengkap dengan profesor dan jajarannya. Tercatat ada
sebanyak 616 lembaga yang mengelola program pascasarjana.
Program sarjana lebih banyak lagi yakni ada 778 lembaga, dan
program junior college tercatat sebanyak 395 lembaga. Sedangkan yang lebih khusus seperti sekolah menengah kejuruan sebanyak 588 lembaga yang tersebar di seluruh penjuru Jepang. Lembaga pendidikan pelatihan spesialisasi atau specialized training collage sebanyak 3.311 lembaga dan tentunya lembaga pendidikan bahasa Jepang ada di setiap kampus. (hal.
48).
Buku ini kuat dengan data dan pengalaman penulisnya. Ia tulis
bagaimana memahami sebuah “proses beasiswa” mulai dari 0 sampai pada 100%, mulai dari A sampai Z. Kiranya
kita patut berterima kasih kepada Junaidi untuk berkenan membagikan
pengalamannya dalam meraih beasiswa ke Jepang. Bagi yang tertarik untuk meraih
beasiswa ke Jepang kiranya buku ini sangat direkomendasikan.[]
M. Iqbal Dawami, penulis dan editor.