Selasa, April 24, 2012

Ketika Lan Fang Menulis Esai

Judul: Imlek tanpa Gus Dur
Penulis: Lan Fang
Penerbit: Gramedia
Cetakan: I, 2012
Tebal: vi+112 hlm.  

Almarhumah Lan Fang, sastrawati asal Surabaya, lebih dikenal sebagai novelis dan cerpenis, ketimbang esais. Wajar, karena memang karya-karyanya banyak berupa novel dan kumpulan cerpen. Tapi, buku ini memperkenalkan kepada khalayak pembaca bahwa seorang Lan Fang juga sangat piawai dalam menulis non-fiksi, dalam hal ini esai. Ya, buku ini membuktikan hal itu. Di dalamnya adalah kumpulan esai yang berjumlah 22 tulisan. Dibuka dengan esai "Adat dan Adab Menulis" dan ditutup dengan esai "What is Bahasa Daerah".

Jika dicermati dari ragam judul tulisannya, Lan Fang mengangkat beberapa tema, di mana tema-tema tersebut tidak jauh dari kehidupan yang menyertai dirinya. Tema-tema tersebut banyak berbicara perihal ketionghoaan, sebut sebut saja, misalnya, "Ghirah Sastra Tionghoa Terus Menyala", "Makam Suci di Bukit Lingzhan", "Sastra Cina: Bangkit dari Mati Suri", dan lain-lain. 

Barangkali salah satu tulisan utama yang mengandung tema ketionghoaan adalah sebagaimana yang dijadikan judul buku ini yakni "Imlek Tanpa Gus Dur". Tulisan ini menjadi "maskot" buku ini. Hal ini wajar, karena Gus Dur adalah seorang pembaharu bagi warga Tionghoa, karena ia pada saat menjadi presiden mengeluarkan Keppres tahun baru Imlek sebagai hari libur nasional. Ini sungguh luar biasa di mata warga keturunan Tionghoa, karena mereka merasa diakui sebagai bagian dari warga negara Indonesia. 

Untuk itulah, Lan Fang dalam tulisan "Imlek tanpa Gus Dur" berkisah secara personal yang menyeolahkan dirinya berbicara langsung dengan Gus Dur. Minggu, 14 februari 2010, adalah Imlek ke-8 diakui pemerintah sebagai hari libur nasional. Imlek kali itu berbeda yang dirasakan Lan Fang, sebab perayaannya tanpa Gus Dur. Lan Fang berkisah masa kecilnya di Banjarmasin. Toko orangtuanya ramai pembeli saat bulan puasa Ramadhan. Saat Idul Fitri, Lan Fang bertanya-tanya, "Saya juga ingin mempunyai hari raya, tetapi kenapa tidak pernah ada?" 

Namun, selama bertahun-tahun tidak ada yang bisa memberikan jawaban padanya. Termasuk orangtuanya. Sampai suatu ketika, keluarganya menyulut hiosua di pintu belakang toko, kemudian mereka makan misua dan telor rebus. Setelah itu, dia sungkem kepada orangtua dan para sesepuh lalu menyelipkan angpau di kantong Lan Fang. Pada hari itu, dia juga memakai baju bagus seperti pada saat Idul Fitri. Ketika itulah, orangtuanya menjelaskan bahwa dirinya sedang merayakan hari raya juga. 

Tapi, dia heran, kenapa "Idul Fitri" mereka sangat sepi? Bahkan sepertinya dirayakan dengan sembunyi-sembunyi. Hari raya yang dirayakan dengan diam-diam saja. Sampai pada saat Indonesia memasuki era reformasi dan Gud Dur menjadi presiden, Imlek baru dijadikan hari libur nasional. Hari raya yang sebelumnya hanya dirayakan dalam kesenyapan tiba-tiba menjadi gempita. Mengucapkan gong xi fa chai sama meriahnya dengan saat mengucapkan minal aidin wal faidzin atau merry christmas. Baju jibao menjadi salah satu trendsetter mode pakaian. Bahkan, pada saat perayaan Imlek, Gus Dur tampak tidak canggung memakai baju jibao tersebut. 

Bagi Lan Fang, Gus Dur adalah orangtuanya. Karena sudah memenuhi keinginan masa kecilnya terdahulu untuk merayakan Imlek layaknya Idul Fitri. Dalam tulisan ini Lan Fang, secara jujur, betapa inginnya dia sungkem kepada Gus Dur saat Imlek. Lan Fang begitu menghormati Gus Dur karena telah dia anggap sebagai ayahnya sendiri. 

Dalam tulisan lainnya, Lan Fang juga berkisah tentang lawatannya ke negeri Cina. Dia mengamati perjumpaan antara Cina dengan Islam. Dia bercerita tentang pusara suci sahabat Nabi Muhammad di Cina yang dahulu diutus untuk mengenalkan pesan damai Islam di sana. Dari tulisan-tulisan semacam ini, ada pesan yang bisa kita gali bahwa Lan Fang sangat menjunjung kerukunan umat beragama. Dia tidak canggung berdialog dan bergaul dengan keyakinan yang bukan dianutnya. Dia juga sudah biasa bicara di tengah masyarakat muslim, semisal di lingkungan pondok pesantren. ]

Walhasil, lewat esai-esainya yang terhimpun dalam buku ini, kita dapat melihat bahwa Lan Fang adalah pribadi yang terbuka dengan budaya dan keyakinan lain. Meski seorang penulis—yang identik penyendiri—ia ternyata mampu bersosialisasi dengan masyarakat luas tanpa ada rasa canggung. Perhatiannya terhadap multikultural, kesenian, kebudayaan, dan keberagamaan begitu besar. Satu hal lagi, adanya buku ini juga menandaskan bahwa ia tidak hanya piawai dalam menulis novel atau cerpen, tetapi juga esai. 

Namun sayang, buku ini tidak dilengkapi kata pengantar, biodata penulis, dan endorsement, sehingga terkesan asal naik cetak saja. Padahal, buku ini sungguh menarik dan mempunyai sumbangsih yang mendalam bagi dunia sastra, budaya, agama, dan seni.[]

M. Iqbal Dawami, esais dan pencinta sastra, tinggal di Pati.

Senin, April 16, 2012

Meraih Sukses Sejati


Sindo, 15 April 2012
===============
Judul: 7 Hal Gratis yang Menentukan Kesuksesan Anda
Penulis: Peng Kheng Sun
Penerbit: Elex Media
Cetakan: I, Februari 2012
Tebal: ix +244 hlm.
===============

SIAPA yang tidak ingin sukses? Barangkali tidak ada. Semua orang sepakat bahwa manusia dalam hidupnya pasti ingin sukses. Pelbagai cara dilakukan. Dan terkadang kita masih di tempat yang sama seolah kesuksesan semakin dikejar semakin menjauh. Padahal tahukah anda bahwa Tuhan telah menyediakan sejumlah hal gratis yang sangat bernilai bagi setiap orang yang mau memanfaatkannya untuk mendapat kesuksesan tersebut. Setiap orang memiliki kapasitas untuk mendapatkan semua hal gratis tersebut.

Buku ini dapat membantu siapa saja yang ingin meraih kesuksesan dalam pelbagai bidang kehidupan dengan memanfaatkan semua hal gratis yang sudah tersedia. Karena bisa mendapatkan sesuatu secara gratis, kita jadi kurang menghargai apa saja yang bisa didapatkan secara gratis. Jarang sekali orang bersyukur bisa mendapatkan berbagai gratis yang lain. Ketujuh hal gratis yang dimaksud adalah: ide, kesempatan, cita-cita, rencana, semangat, mental, dan sahabat.

Meski ide merupakan hal yang sangat luar biasa, tapi ide itu merupakan hal yang gratis. Artinya, setiap orang sebenarnya bisa menghasilkan ide sebanyak-banyaknya sesuai dengan keinginannya. Namun ide baru tidak datang begitu saja. Setiap orang perlu berusaha untuk mendapatkannya. Ide baru yang bisa diwujudkan dengan baik ibarat mata uang yang membuat anda mempunyai nilai tambah dan "laku" di masyarakat. Contoh, Hong Kong tidak mempunyai tempat-tempat wisata alam seperti di Indonesia, tapi mengapa banyak turis mancanegara tertarik mengunjungi Hong Kong? Tidak lain karena penguasa Hong Kong mempunyai ide cemerlang dengan menawarkan wisata jenis lain, yakni wisata menikmati keindahan kota Hong Kong.

Tanpa ide seperti itu, Hong Kong jelas bukan tempat yang menarik untuk dikunjungi. Ini fakta bahwa ide sungguh mampu membuat hasil yang berbeda. Sebaliknya, banyak daerah di Indonesia yang sudah mempunyai tempat wisata alam yang indah dan menarik, tapi karena Pemda setempat tidak mempunyai ide untuk memanfaatkannya secara maksimal, maka tidak menjadi tempat pariwisata yang menarik dan ramai dikunjungi orang. Jika anda hanya mengandalkan ide-ide lama yang sudah usang, tentu hasil yang akan anda lakukan dapatkan juga tidak maksimal. Ide-ide yang tidak ditindaklanjuti tidak ada manfaatnya betapapun bagusnya ide tersebut. Ide baru yang tidak pernah ditindaklanjuti sa,a saja dengan tidak mempunyai ide.

Ide adalah sesuatu yang dahsyat, bernilai dan sekaligus menemukan kesuksesan anda. Bahkan semua produk yang kita nikmati sekarang berawal dari ide-ide cemerlang. Ide juga mampu menjadi tambang emas bila anda mampu menggunakannya dengan baik. Bermodal ide membuat pencarian lebih mudah, Google menjadi raksasa internet. Keinginannya untuk menghubungkan orang lain membuat Mark Zuckerberg menjadi sosok termuda yang menjadi miliarder dalam sejarah. Ide jua yang membuat Hendy Setiono mengekspor kebabnya hingga ke luar negeri.

Penulis buku ini memberikan cara mendapatkan ide cemerlang yang menuntun pada kesuksesan tersebut, yaitu melalui pengamatan, menyimak, meniru dan memodifikasi ide orang lain, bermain, membaca dan menulis.

Kesempatan juga gratis. Namun anda perlu usaha dan mungkin juga biaya untuk mengolah kesempatan agar bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Anda akan menuai hasil yang besar dan memuaskan jika berhasil mengolah kesempatan menjadi nyata. Dengan demikian, keuntungan anda akan menjadi berkali lipat. Kesempatan tidak kasatmata, maka sering anda tidak menyadari kehadirannya.

Karena itu, banyak orang jarang berlatih mengenali berbagai kesempatan yang sebenarnya sangat dekat dengannya. Kesempatan yang sebenarnya bisa didapatkan secara gratis tapi justru sering disia-siakan. Kita sering melewatkan kesempatan-kesempatan emas dalam hidup yang singkat ini sampai semuanya menjadi sangat terlambat. Benarlah pepatah yang mengatakan bahwa, "Penyesalan selalu datang terlambat". Penyesalan terjadi manakala orang gagal memanfaatkan kesempatan.

Cara mendapatkan kesempatan di antaranya: mulailah memanfaatkan kesempatan kecil, lakukan perbaikan-perbaikan kecil, menjadi pengamat yang terlatih, berinisiatif, dan memiliki kebiasaan yang baik. Jika Anda adalah seorang Penggemar permainan catur, anda mungkin mengenal nama Jose Raol Capablanca. Mantan juara dunia catur asal Kuba ini diakui oleh dunia catur sebagai salah satu pemain catur terkuat yang pernah ada. Salah satu kekuatannya terletak pada kemampuannya memanfaatkan kombinasi-kombinasi kecil untuk meruntuhkan pertahanan lawan. Cara inilah yang membuat Capablanca selalu mendapat kesempatan untuk mengalahkan lawan-lawannya dengan mengesankan.

Kesempatan-kesempatan kecil sangat mudah anda temukan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, jika anda ingin mendapatkan banyak kesempatan bagus, mulailah dari memanfaatkan kesempatan-kesempatan kecil dulu. Cita-cita dan semangat juga gratis. Dalam bidang apa pun, cita-cita akan memberikan semangat yang menyala-nyala kepada pemiliknya. Inilah yang menyebabkan orang yang memiliki cita-cita biasanya juga sekaligus memiliki semangat yang tinggi untuk mencapainya. Itu merupakan modal besar membuat mereka meraih kesuksesan.

Peng Kheng Sun, penulis buku ini, pernah bekerja sebagai analis kredit, dosen, pedagang buku, staf administrasi, penulis, dan sebagainya. Setidaknya ada sekitar sepuluh macam pekerjaan yang pernah dilakukannya. Namun dia selalu bisa menemukan cara untuk mencintai pekerjaan-pekerjaannya selama pekerjaan tersebut tidak bertentangan dengan hati nuraninya. karena itu, dia selalu bisa bekerja dengan semangat tinggi.

Penulis buku ini berpesan bahwa apa pun pekerjaan anda, selalu ada sisi menarik dan menyenangkan. Dengan kata lain, jika mau berusaha, anda juga pasti bisa menemukan cara untuk mencintai pekerjaan anda. Jika tetap tidak bisa, carilah pekerjaan yang benar-benar anda senangi sehingga anda bersemangat tinggi mengerjakannya.

Sahabat juga hal gratis. Dengan sahabat segala sesuatunya akan terasa mudah dan bias saling membantu kesuksesan kita. Bunda Teresa mengatakan: anda dapat melakukan apa yang tidak dapat saya lakukan. Saya dapat melakukan apa yang tidak dapat anda lakukan. Bersama-sama kita dapat melakukan perkara-perkara besar. Meski begitu tidak mudah sesungguhnya untuk menjalin persahabatan. Hal ini digambarkan dalam aforisme yang terkenal: persahabatan sejati adalah persahabatan yang telah teruji oleh waktu dan berbagai kondisi.

Buku ini sangat layak dibaca bagi siapa saja yang mau belajar meraih kesuksesan, bukan hanya lantaran diambil dari pengalaman orang-orang suskes, tetapi juga disaripatikan dari kehidupan si penulisnya sendiri. Inilah yang menjadi kekuatan emas buku ini.[]

M. Iqbal Dawami
Esais, tinggal di Pati.

Selasa, April 10, 2012

Merayakan Hidup dengan Gembira


Judul: 366 Reflections of Life
Penulis: Sidik Nugroho
Penerbit: BIP
Cetakan: I, 2012
Tebal: x + 384 hlm.

BUKU ini adalah hasil serangkaian interaksi penulis (Sidik Nugroho) dengan pelbagai sisi kehidupan yang ada di sekitarnya. Dia tidak saja menyuguhkan peristiwa, tetapi juga mampu merefleksikannya. Ada getaran-getaran syukur dan ikhlas tatkala membacanya. Setiap kali ia menuliskan cuplikan peristiwa selalu saja diakhiri dengan refleksi, yang berarti bahwa kita diajak merenung perihal anugerah hidup dan Maha Rahman dan Rahim-Nya Tuhan. Cuplikan peristiwa yang diangkat bisa dari pengalaman si penulis, buku-buku yang dibacanya, maupun film-film yang ditontonnya. Ia bisa menceritakan seorang tokoh, peristiwa bersejarah, atau pun hal-hal sederhana dalam keseharian.

Misalnya, saat ia dan keluarganya tengah berbahagia, lantaran telah lahir seorang putri dari kakaknya. Ia pun memberi kabar gembira kepada beberapa temannya. Dan salah satu temannya berujar,"...Seluruh dunia turut merayakannya." ketika memandangi keponakannya, ia teringat kata-kata Mahatma Gandhi: saya datang ke dunia dengan menangis dan semua orang tertawa; biarlah saya pergi dari dunia dengan tertawa dan orang lain menangis.

Sidik mengatakan bahwa semua manusia dewasa pernah menjadi bayi, dan kini mereka berjuang untuk mempertahankan hidup. Daya hidup diuji. Jika daya hidup besar, maka manusia akan tegar ketika badai datang. Contoh lainnya saat ia merefleksikan bahwa hidup ini sangat berharga, yaitu pada saat rumah tetangga kakaknya dilanda kebakaran. Kebakaran itu hampir mengenai rumah kakaknya. Ia dan kakaknya dengan sigap mengeluarkan barang-barang berharga untuk diselamatkan sebagai langkah antisipatif. Dari peristiwa itu ia merenung bahwa ketika dekat dengan bahaya yang mengancam hidup kita akan menyadari bahwa hidup ini sangat berharga.

Dalam tulisan "Keluasan Suatu Visi" ia mengajak kita untuk memiliki visi yang jelas. Hal itu ia dapatkan dari pengalamannya bolak-balik Malang-Sidoarjo. Dan dalam tulisan lainnya "Orang Gila di Warkop" ia bertutur tentang orang gila yang sedang ngopi bersamanya di warung kopi (warkop) dekat alun-alun Sidoarjo. Awalnya, ia tidak sadar kalau yang di sampingnya adalah orang gila, tapi bau pesing dan tingkahnya yang aneh, barulah ia ngeh bahwa ternyata yang berada di sampingnya adalah majnun alias gila. Sesampai di kos ia berpikir bagaimana nasib orang gila tersebut yang sedang kedinginan dan kelaparan saat turun hujan. Apakah kemudian orang gila itu diajak ke kosnya? Anda akan temukan jawabannya dalam buku ini.

Sedang dari contoh film, misalnya dari film The Shawshank Redemption, ia mendapatkan pelajaran berharga dari anugerah Tuhan. Kesalahan masa lalu tidak harus membuat hidup menjadi berantakan di masa kini. Dari film Hannibal Rising mengajarkannya untuk tidak memiliki dua jiwa, lantaran menyimpan dendam masa lalu terhadap seseorang. Buku ini menunjukkan bahwa apa pun gerak kehidupan bisa dijadikan bahan renungan. Renungan itu menggerakkan kita untuk mensyukuri anugerah hidup ini, dan peristiwa-peristiwa yang kita alami terdahulu disadari atau tidak memberikan efeknya pada masa kini.

Buku ini sesungguhnya tidak hanya sekadar refleksi tetapi juga sebentuk kontemplasi yang bisa memberikan pencerahan bagi pembacanya. Kombinasi antara (mantan) pendakwah, guru, dan penulis, menjadikan ia piawai mengolah bahan-bahan peristiwa menjadi nutrisi yang bergizi bagi batin yang tidak hanya menyehatkan, tetapi juga meneduhkan.

Buku ini enak dibaca sembari menyesap secangkir teh dan sepiring gogodoh.

M. Iqbal Dawami, esais, tinggal di Pati.

Sabtu, April 07, 2012

Kitab Sakti Menulis Novel


Judul: Menulis Fiksi itu Seksi
Penulis: Alberthiene Endah
Penerbit: Gramedia
Cetakan: I, 2011.
Tebal: 255 hlm.

"KENAPA saya menulis? sebab dengan menulis, saya nggak akan kehabisan dunia. Saya selalu temukan ruang-ruang baru dengan sensasi mendebarkan. Menulis adalah cara yang indah untuk memperbarui hatimu dan memperluas cakrawala." Begitu buku ini dibuka. Kata-kata Alberthiene Endah, penulis buku ini, cukup membuat saya tersenyum, senyum kebersyukuran saya yang juga menggeluti dunia tulis menulis, meski dalam taraf tertentu saya tidak sepenuhnya mengamini. Ya hal itu wajar saja, karena pengalaman saya dan Endah berbeda. Keberbedaan itulah kiranya kita tak perlu memperuncing sedemikian rupa. Jadi, mari kita nikmati bersama suguhan Endah ini perihal pandangan dia terhadap dunia tulis menulis.

Endah menarasikan kisah hidupnya dalam dunia tulis menulis. Di dalamnya ada banyak pengalaman dia saat menulis novel-novelnya. Entah itu pendapatan ide, observasi yang dalam, dan keluhan-keluhan dia terhadap orang yang mengeluh perihal tulis menulis. Misalnya, terhadap orang yang tak kunjung menulis lantaran seabreg alasan: tidak ada mood, mentok, takut menuliskannya, dan lain sebagainya. Bagi Endah itu hanya alasan belaka, alasan untuk menutupi "sesuatu", dan sesuatu itu bernama malas.

Ya, orang mestinya harus mengakui kalau dirinya malas saat memulai menulis, tanpa perlu mengatakan tidak adanya mood, atau yang sebangsanya. Dengan begitu, ia akan selamat dari cibiran orang, terlebih dari para penulis kawakan semacam Endah itu. "Gue tahu, lo bukannya nggak mood...,(tapi) sama-sama depannya 'M'. Lo males," ujar Endah. Ya, mood alias suasana hati sering dijadikan kambing hitam dalam arena penulisan. Atas nama tidak ada mood, seorang penulis menunda karyanya sampai satu minggu, dua minggu, tiga bulan, setahun, dua tahun. Rahasia Endah agar tidak malas dan selalu moody adalah mengamalkam kredo ini: Tahap awal harus dilawan! Jangan biarkan rasa malas benar-benar mengunci kesempatan kamu.

Kiranya tidak berlebihan jika saya katakan bahwa buku ini buku fardu kifayah, untuk tidak dikatakan fardu ain, karena sharing Endah atas dunia menulis fiksi (baca: novel) begitu berharga. Pengalamannya yang kaya bisa kita terapkan dalam proses kreatif kita. Bagi saya, buku ini memberi saya kekuatan dan keyakinan bahwa profesi menulis adalah profesi yang menjanjikan baik kesehatan finansial maupun kebahagiaan. Saya senada dengan apa yang dikatakan Endah: "Membaca dan menulis adalah dua kekuatan hebat yang membuat saya merasa hidup. Ada banyak hal yang bisa membuat kita mampu memaknai hidup, dan kita semua memiliki pilihan yang sesuai dengan kata hati" (hlm. 33).

Sayang sekali buku ini terlalu condong ke persoalan mentalitas menulis ketimbang teknis. Hal ini terkesan dangkal dan buru-buru menulisnya. Kurang sabaran penulisnya untuk mengeksplor lebih jauh, menjadikan buku ini serba canggung nan tanggung dipelajari oleh pembacanya. Menurut saya, idealnya, buku ini menyuguhkan pengalamannya secara berimbang antara persoalan mentalitas menulis dan teknisinya. Namun, harus dipahami, bahwa mentalitas sangat penting dalam dunia tulis menulis. Emha Ainun Nadjib, yang akrab dipanggil Cak Nun, pernah berkata, "Menulis itu lebih kepada persoalan mental ketimbang bakat dan teknik."

Walhasil, buku ini sangat layak dibaca bagi mereka yang ingin segera merealisasikan hasrat untuk menulis.[]

M. Iqbal Dawami, pecinta sastra.

Mencari Obat Galau


Judul: Rahasia Sepuluh Malam
Penulis: Achmad Chodjim
Penerbit: Serambi
Cetakan: I, Januari 2012
Tebal: 427 hlm.

APA yang dimaksud dengan sepuluh malam? Itu yang ada dalam benak saya tatkala membaca judul buku ini. Dan apa pula rahasianya? Inilah yang hendak digali dalam buku ini. Lembar demi lembar saya baca, 'sepuluh malam' itu saya temukan jawabannya pada halaman 14. Ternyata, buku ini berangkat dari Alquran surat Al-Fajr, utamanya ayat kedua. Ayat itu berbunyi "Demi malam yang sepuluh". Ada apa dengan sepuluh malam itu? Inilah yang hendak dicari Achmad Chodjim, sang penulis buku ini.

Menurut Chodjim, malam adalah simbol kegelapan atau ketidaksadaran. Kebutaan jiwa. Karena buta, hidup ini bagaikan berjalan di dalam terowongan gelap. Tapi, kita harus keluar dari terowongan yang gelap itu (hlm. 16). Di antara kegelapan itu adalah kebodohan. Kebodohan bisa dalam pengertian ketidaktahun dan ketidakmautahuan. Chodjim membagi ketidaktahuan menjadi tiga macam: ketidaktahuan terhadap keinginan, kesenangan, dan kepercayaannya. Ketiga macam inilah yang menjadi penyebab terjadinya kekecewaan, penderitaan, bahkan putus asa. Selain itu juga seringkali memunculkan penyakit-penyakit hati seperti rakus, kikir, kufur, bahkan zalim.

Kegelapan semacam itu harus ditembus dengan cahaya. Maka tugas manusialah yang mencari cahaya tersebut. Jadi, setelah kita tahu berbagai macam kegelapan yang menyelimuti kehidupan manusia, kita harus mencari jalan keluar. Kita harus keluar dari terowongan dan lorong yang gelap itu. Chodjim dalam buku ini menawarkan jalan keluarnya dengan membuka selubung rahasia sepuluh malam, yaitu: rahasia tobat, sabar, syukur, zuhud, rida, ikhlas, taslim, tawakal, fana, dan mahabbah (cinta).

Itulah sepuluh aksi untuk keluar dari kegelapan hidup, menurut Chodjim. Kesepuluh aksi tersebut boleh jadi tidak asing di telinga kita. Atau paling tidak hanya beberapa poin saja yang belum kita ketahui seperti taslim dan fana. Taslim adalah berserah diri secara total kepada Tuhan. Keberserahan itu dilakukan karena kita sadar bahwa daya dan kekuatan itu kepunyaan Allah. Sedang fana adalah mengosongkan dari sifat-sifat keduniawian dan mengisinya dengan sifat-sifat Allah dan Rasul. Lantas bagaimana proses dan prosedur agar bisa mempraktikkan taslim dan fana? kita akan temukan jawabannya dalam buku ini.

Salah satu keistimewaan dan keunikan buku ini adalah kita dimanjakan dengan adanya latihan praktis bagaimana bisa mempraktikkan masing-masing kesepuluh hal itu. Jadi, buku ini tidak hanya memberikan solusi tapi juga menuntun kita untuk meraih kesepuluh solusi dari kegalauan hidup.

M. Iqbal Dawami, esais, tinggal di Pati.