Selasa, Januari 20, 2009

Jenghis Khan Leluhur Dua Benua

Judul: Jenghis Khan, Legenda Sang Penakluk dari Mongolia
Penulis: John Man
Penerjemah: Kunti Saptoworini
Penyunting: Indi Aunullah
Penerbit: Alvabet, 2008
-----------------------

Buku ini merupakan kajian komprehensif yang mampu memadukan pendekatan sosiologis, antropologis, bahkan historis mengenai seorang sosok legendaris dunia, yang oleh sebagian orang dicaci tapi oleh sebagian lainnya justru dipuji. Sosok tersebut adalah Jenghis Khan.

Ada dua fakta yang tak dapat dibantah bahwa Jenghis Khan merupakan orang yang bertanggung jawab atas kematian jutaan orang, termasuk kaum Muslim, kurun 1209 - 1227. Pun di Negara-negara taklukan lainnya. Namun, dia juga adalah orang pertama yang menghubungkan perdagangan antara dataran Cina dan bangsa-bangsa di kawasan Eurasia melalui jalur sutra. Dia adalah pria yang menjamin keamanan dan perdamaian di sepanjang jalur tersebut.

Buku karya John Man ini dibuka dengan laporan sebuah artikel pada Maret 2003, di American Journal of Human Genetics. Artikel tersebut menceritakan bahwa dari sebanyak 2.000 pria di seluruh Eurasia yang diuji DNA-nya, ditemukan beberapa lusin pria di antaranya mempunyai struktur genetik yang mirip.

Struktur yang juga dimiliki tidak kurang dari 16 kelompok populasi yang menyebar antara Laut Kaspia dan Samudera Pasifik. Fakta tersebut membuktikan terdapat keluarga yang sangat besar yang berasal dari satu gen. Penelitian pun terus dilanjutkan dan berhenti pada satu kesimpulan bahwa gen tersebut berasal dari seorang pria bernama Jenghis Khan, seseorang yang pernah berkuasa di daerah tersebut sekitar abad ke-12 yang dalam setiap penaklukannya, wanita cantik merupakan bagian dari harta rampasan dalam peperangan dan merupakan persembahan dari perwira bawahan sebagai sebuah pernyataan kepemimpinannya.

Dari rasa penasaran itulah buku ini beranjak menuju penelitian lapangan, hendak menyusuri tanah kelahiran Jenghis Khan di Mongol sembari membuka pelbagai referensi prihal Jenghis Khan. Alkisah, petualangan Jenghis Khan dalam melakukan ekspansinya adalah dimulai dari daratan Cina pada 1211. Dan untuk mengepung Kota Terlarang itu dia menggunakan kuda dan busur kecil yang dapat melontarkan anak panah berkilo-kilo meter. Adapun cara melakukan koordinasi antarpasukan, dia menggunakan kurir yang mampu mengantarkan pesan berjarak ratusan kilometer dalam sehari. Selain itu, dia juga mengadaptasi alat pelontar batu, busur raksasa, serta tangga besar yang digunakannya dalam setiap pengepungan kota.

Keberhasilannya dalam menaklukan dataran Cina mengantarkan dia sebagai salah satu bapak pendiri dinasti di Cina. Tak lain itu merupakan efek dari penyerangan tersebut yang efektif dan elegan.

Pada 1218, Jenghis mulai bergerak ke wilayah barat. Ada hal baru dari analisa John Man yang sedikit melawan pendapat main stream, bahwa pembantaian jutaan kaum muslim di Khwarazem (sekarang Baghdad), oleh Jenghis Khan adalah karena sikap pimpinan kota Khwarazem lah yang terlalu paranoid dengan kedatangan Jenghis Khan sampai membunuh utusan Jenghis. Kronologinya adalah saat utusan pimpinan bangsa Mongol mendekati pimpinan Khwarazem yang sebetulnya berniat menawarkan kerja sama dalam bidang perdagangan dengan membuka jalur sutra, malah dibunuh oleh pimpinan Khwarazem.

Jenghis yang sangat mengagungkan kesetiaan akhirnya membalas dendam atas penghinaan itu dengan membantai hampir 1,3 juta Muslim. Jadi, sama sekali tidak benar jika ada anggapan bahwa pembantaian tersebut berdasarkan agama atau rasisme.

Jenghis Khan bukanlah sebuah nama, melainkan sebuah gelar kebesaran bangsa Mongol yang berarti sang pemimpin. Istilah ‘Jenghis Khan’ sendiri diawali dari seorang anak jalanan bernama Temujin. Dia seorang pesakitan yang terus hidup dengan dendam dari orang-orang yang pernah menyiksa dan menganiayanya.

Singkat cerita, seiring waktu dan pencapaiannya selama 10 tahun menyatukan bangsa Mongol yang terpisah-pisah karena kesukuan, Temujin diangkat menjadi Jenghis Khan (sang pemimpin). Perang saudara memang sudah biasa terjadi di antara suku-suku di Mongol. Oleh karena itu, dia ingin membuat hukum dan menyatukan bangsa Mongol di bawah kendalinya. Hukum itulah yang kemudian membawanya ke tampuk kepemimpinan. Nampaknya segala beban dan pengalaman hidup pahit masa kecil itulah yang menyumbang banyak dalam pembentukan karakternya kelak.

Dalam kepemimpinannya, Jenghis Khan merupakan pemimpin yang sangat loyal atas bawahannya. Sebelum menuntut kesetiaan pada bawahannya, ia sendiri memberi teladan terlebih dahulu untuk setia pada mereka. Maka, terjadilah hubungan yang kokoh antara Jenghis Khan dan bawahannya. Semua bawahannya hampir dipastikan tidak ada yang berontak atas kepemimpinannya. Semua jenderalnya merasa puas atas kepemimpinannya. Hal itu juga ia lakukan atas suku-suku yang bergabung dengan dirinya dengan sebuah kesetiaan yang tinggi.

Di saat sakit dan mendekati ajalnya, Jenghis berwasiat kepada para jenderalnya untuk merahasiakan kematiannya kelak agar rencana-rencana penaklukannya bisa terus berjalan melalui penggantinya. Dan sepeninggalnya, Jenghis Khan telah membangun sebuah kerajaan yang mampu menguasai kawasan dari Laut Kaspia hingga Samudera Pasifik. Dia adalah orang yang menaklukkan daratan Cina hingga sebagian Eurasia.
Sesuai penelitiannya, John Man berani mengatakan bahwa daerah kekuasaan Jenghis empat kali lebih besar dari Alexander Agung, dan dua kali lebih besar dari imperium Roma.

Jenghis Khan juga tercatat sebagai pemimpin jenius yang melakukan pembaharuan sistem pemerintahan sangat maju untuk zamannya. Ia mengenalkan penggunaan bubuk mesiu, uang kertas, serta kitab hukum yang mengatur tentang pemerintahan, dan undang-undang, Yassa Agung.

Namun, terlepas dari segala prestasi yang diukirnya (termasuk pemberani dalam medan perang), terdapat fakta bahwa Jenghis Khan ternyata sangat takut pada anjing.

2 komentar:

I.A. mengatakan...

salam akh,

resensi yang menarik, tentu semenarik bukunya :)

M.Iqbal Dawami mengatakan...

Makasih akh, siapa dulu penyunting bukunya haha.