Senin, Agustus 30, 2010

Filsafat Bisnis ala Soros

Dimuat di Seputar Indonesia, Minggu, 08 Agustus 2010
========
Judul: The Alchemy of Finance
Penulis: George Soros
Penerjemah: Syamsul Wardi&Yelvi Andri
Penerbit: Daras Books
Cetakan: I, 2010
Tebal: 407 hlm.
========

PADA Juli 2010,George Soros telah mengunjungi Indonesia. Dia mengunjungi beberapa tempat di Indonesia, dan menemui beberapa pejabat negara,seperti presiden,wakil presiden,dan menteri keuangan.

Ia datang karena ingin mengetahui secara langsung situasi ekonomi Indonesia yang sangat potensial untuk investasi. Soros memang sangat piawai dalam berinvestasi.Keputusannya dalam berinvestasi di perusahaan tertentu selalu tepat. Dan kabar teranyar, dia berniat untuk membeli saham Dubai Holding sebesar 4% lewat Bombay Stock Exchange (BSE).Tidak hanya seorang investor ulung, Soros juga terkenal dengan spekulator mata uang, pengusaha, dermawan, filsuf, dan aktivis politik. Raihan sebutan yang disematkan padanya, tentu tidak mudah. Ada rentang waktu yang lama untuk meraihnya.

Namun, jika dilacak, tonggak kesuksesannya berada pada titik hijrahnya dari Inggris ke Amerika,terutama pada tahun 1959, yaitu pada waktu dia bekerja sebagai seorang analis bisnis, sembari bekerja pada perusahaan Arnhold dan S Bleichroeder, dari tahun 1963 hingga 1973. Pada waktu itu pula, Soros menulis kerangka konseptual filsafatnya bernama ”refleksivitas”, yang kemudian menjadi sebuah buku berjudul The Alchemy of Finance. Teorinya ini berdasarkan gagasan Karl Kopper, seorang filsuf, yang dia dapatkan pada waktu kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi London,di Inggris. Lewat buku ini, Soros menjelaskan berbagai masalah pelik keuangan internasional yang selama ini kurang diperhatikan.

Dia mengkritik teori-teori keseimbangan (equilibrium) saat ini mengenai pasar keuangan serta melemparkan argumentasi untuk pergeseran paradigma. Dalam konteks ini, Soros juga menelaah kelemahannya dalam argumentasi awalnya.Lalu dia meletakkan dasar bagi sebuah paradigma baru berdasarkan kesadaran bahwa pemahaman kita tidak pernah berkorespondensi dengan realitas, dan keberagaman itu merupakan sebuah faktor penting, namun tidak menentukan dalam pembentukan alur peristiwa. Implikasi paradigma ini mencapai jauh keluar dari pasar keuangan. Akhirnya, Soros menjelajahi seni—untuk membedakan dari ilmu— keuangan lebih jauh. Dia melakukan eksperimen realtime yang memberi penjelasan terperinci mengenai berbagai keputusan investasi yang dia ambil selama suatu periode.

Soros mengembangkan sebuah bingkai teoretis yang didasarkan pada konsep refleksivitas untuk menjelaskan hubungan antara pemikiran dan realitas. Dia menggunakan pasar keuangan sebagai sebuah laboratorium untuk menguji teorinya.Menurut soros, paradigma ini berada dalam masalah besar. Ide bahwa pasar keuangan cenderung bergerak ke satu keseimbangan (equilibrium) tampaknya bertentangan dengan bukti yang ada. Kebanyakan ekonom menyadari bahwa pasar keuangan mampu menghasilkan multikeseimbangan. Namun, ide bahwa pasar bebas tanpa regulasi memastikan alokasi aset secara maksimal belum juga ditanggalkan.

Sudah banyak upaya keras dilakukan untuk menyatukan perilaku aktual pasar keuangan dengan hipotesis pasar efisien, dengan mengadopsi definisi yang lebih elastis mengenai rasionalitas dan definisi yang lebih longgar lagi mengenai efisiensi. Berbagai modifikasi ini tidak banyak berguna. Untuk itu, The Alchemy of Financedimaksudkan sebagai sebuah serangan langsung terhadap paradigma yang berlaku saat ini.Buku ini juga merupakan sebuah sejarah ekonomi dan politik kontemporer yang bagus.

Mulai dari secara naif menyediakan cetak biru mengenai bagaimana bencana simpanpinjam di Amerika Serikat seharusnya dapat dipecahkan enam tahun lebih cepat, hingga memprediksi keruntuhan pasar saham tahun 1987 dua tahun sebelumnya. Melalui buku ini, Soros menunjukkan dirinya sebagai visioner pasar yang hebat di masa kini.

Teori Refleksivitas
George Soros menawarkan sebuah paradigma baru yang disebut teori refleksivitas.Teori ini merupakan sebuah lingkaran atau hubungan timbal balik dua arah antara pandangan partisipan dan kondisi sebenarnya.Teori ini menggarisbawahi bahwa pengamat pasar adalah bagian dari pasar itu sendiri.

Ia bukanlah pengamat independen dari suatu sistem yang tertutup. Dengan demikian, hasil pengamatan dan tindakannya memengaruhi pasar itu sendiri.Demikian seterusnya sehingga hal ini bisa dianalogikan sebagai pemantulan/ refleksivitas. Dengan teori ini, Soros berasumsi adanya ruang ketidakpastian yang terkait dengan fallibility regulator dan partisipan pasar. Paradigma yang dipegang teguh selama ini hanya mengakui risiko yang diketahui dan tidak memedulikan defisiensi dan kesalahpandangannya sendiri.Paradigma itulah yang kemudian mengakibatkan krisis global terjadi, sebagai titik infeksi atau persimpangan, bukan hanya dalam gelembung perumahan tetapi juga dalam supergelembung jangka panjang.

Soros menyebut krisis ini adalah akhir dari sebuah era. Teori keseimbangan (equilibrium teory) dan fundamentalisme pasar tidak dapat menjelaskan kondisi saat ini. Para pedagang menghasilkan uang dengan mengikuti tren yang berlaku. Pasar bereaksi terhadap ekspektasi partisipan, dan persepsi itu memengaruhi harga, yang cenderung memvalidasi diri sendiri dalam sebuah proses yang memperkuat diri hingga beberapa peristiwa yang tidak terduga mendongkel ekspektasi.

Teori Soros didukung oleh fakta empiris mengenai berbagai fluktuasi dalam nilai tukar pasar yang sulit dijelaskan dengan fundamental- fundamental ataupun dengan berbagai konsep pasar efisien yang selama ini dipahami. Sawidji Widioatmodjo (2005) menelaah teori ini, bahwa jika defisit neraca perdagangan meningkat menyebabkan nilai tukar mata uang melemah (dalam jangka panjang). Jika semua orang meyakini kebenaran teori ini, semua orang akan tahu,bahwa mata uang akan jatuh. Karena semua orang tahu mata uang itu, rasionalnya mereka akan buru-buru menjual mata uang itu. Nah akibat penjualan serentak itu, akan menjatuhkan mata uang tersebut.

Akhirnya orang banyak mengambil keputusan untuk menahan penjualan. Inilah yang menyebabkan mengapa dolar AS bukannya melemah di saat defisit neraca perdagangan AS membengkak, tetapi malah sebaliknya meroket.(*)

M Iqbal Dawami,
Staf pengajar STIS Magelang

Tidak ada komentar: