Judul: Soetanto Effect; Ubah Orang Buangan Jadi Rebutan
Penulis: Ken Kawan Soetanto
Penerbit: Bentang
Cetakan: I, Agustus 2010
Tebal: 179 hlm.
Di Jepang, pada saat penerimaan karyawan, banyak perusahaan berkeliling ke semua perguruan tinggi dan selalu tidak puas dengan para lulusannya. Namun ketika mereka datang ke perguruan tinggi tempat Soetanto mengajar, yang kebanyakan mahasiswanya dikatakan tidak mempunyai semangat untuk belajar, mereka malah meminta para mahasiswanya itu untuk bekerja di perusahaan mereka.
Apa sesungguhnya yang menjadi ketertarikan perusahaan untuk merekrut dari para mahasiswa Soetanto? Usut punya usut ternyata mereka—para mahasiswa yang di bawah bimbingan Soetanto—bekerja dengan cerdas dan penuh semangat.
Nah, lewat buku inilah dikisahkan bagaimana para mahasiswa itu dididik. Awal mula Soetanto mengajar di perguruan tinggi Universitas Tuin Yokohama, Jepang, 80 persen mahasiswanya tidak punya semangat untuk belajar. Dari situ dia mencari tahu sebab-musababnya dan dicari solusinya. Tidak lama kemudian, dengan perasaan puas, dia akhirnya mencapai pemahaman bahwa jika diberikan stimulus yang tepat, semangat belajar ke 80 persen mahasiswa itu akan muncul.
Usaha yang dia lakukan pertama kali adalah memberikan metode terapi kejut (shock therapy). Misalnya dengan pertanyaan, “Apakah kalian ingin 20 orang di antara kalian keluar dari kelas ini?” Lewat pertanyaan yang tak disangka-sangka itu, membuat mata mereka terbelalak. Atau Soetanto juga memakai kata-kata, “Jika kalian mengambil mata kuliah ini dengan setengah hati, maka saat ini juga kalian lebih baik meninggalkan kelas dan berhenti!”
Dengan terapi kejut semacam di atas para mahasiswa secara spontan akan terpacu untuk serius dalam belajarnya. Mereka lebih perhatian atas apa yang dipelajarinya. Itu adalah langkah pertama yang dilakukan Soetanto dalam usaha “penyadaran” mahasiswanya atas pentingnya pengetahuan yang mereka pelajari.
Seiring berjalannya waktu, keseriusan mereka dalam belajar menjadi sebuah kebiasaan yang barangkali berawal dari rasa tertekan dan terbebani, namun berakhir dengan rasa senang dan bahagia, karena hasilnya terasa. Proses perkuliahan ala Soetanto itu tidak lagi dianggap sebuah keterpaksaan maupun tekanan, tapi sebuah hal yang menyenangkan, karena dalam perjalanannya Soetanto ternyata sangat mengesankan dan mengasyikkan, jauh dari kesan “killer”.
Memang, dengan sekuat tenaga Soetanto berusaha membuat proses belajar menjadi lebih mudah dimengerti dan menarik. Sebagai seorang dosen, dia menginginkan penampilannya yang terbaik di depan mahasiswa. Mengeluarkan semua yang dia punya.
Soetanto juga sering memotivasi mahasiswanya pada saat perkuliahan berlangsung, sehingga materi-materi yang diajarkannya terserap dengan baik, karena hati dan pikiran para mahasiswa dalam suasana menyenangkan. Soetanto sadar bahwa untuk membuat pelajaran yang bagus dan sukses, harus ada kerja sama antara kedua pihak, yaitu dosen dan mahasiswa. Oleh karena itu, dia menyadari begitu pentingnya menstimulus semangat belajar para mahasiswanya.
Untuk membangkitkan semangat mahasiswa, Soetanto menuruh mereka menulis “Pesan-Kesan Tiga Baris” atas materi dan karakter dia dalam mengajar. Kontan, semuanya berkonsentrasi dalam perkuliahan, mati-matian memutar otak, demi menuliskankan tiga baris pesan-kesan tersebut. Hal itu menjadi sebuah latihan untuk menyusun dan menuangkan pikiran sendiri. Menulis tiga baris pesan-kesan tersebut merupakan suatu kemajuan tersendiri.
Dengan hanya tiga baris pernyataan itu, mereka bisa membuat pengakuan dan berterus terang mengenai hal yang sebenarnya dari dalam lubuk hati mereka. Watarai-kun, salah satu mahasiswanya menulis, “Darah di seluruh tubuh saya mendidih dan bergejolak”.
Mahasiswa yang dulunya dikatakan tidak punya harapan dan terus-menerus berpikir bahwa dirinya tidak bisa melakukan apa-apa, sekarang sudah menyadari kekeliruannya. Ternyata metode pesan-kesan ini mewujudkan “jendela hati” mereka, dan dapat membesarkan hati mereka pula.
80 persen mahasiswa yang dulu dikatakan tidak punya harapan dan tidak punya semangat, berubah menjadi 80 persen mahasiswa yang mulai memupuk semangat dan menggali harapan masing-masing.
Melalui buku ini, Soetanto berhasil merumuskan hal-hal yang bisa dilakukan oleh para pengajar dalam membantu para anak didiknya. Rumusan tersebut tentu bisa dipraktikkan oleh siapa saja, termasuk para pendidik Indonesia yang diharapkan dapat memajukan kualitas pendidikan di Indonesia ini.
Metode mengajar ala Soetanto ini kemudian terkenal dengan istilah Soetanto Effect. Istilah ini dimaknai dengan suatu pengajaran yang menyentuh hati setiap peserta didik, yang mengumandangkan motivasi serta pemahaman tujuan yang ingin diraih. Metode ini berhasil diterapkan di sebagain besar perguruan tinggi Jepang.
Soetanto yang bernama lengkapnya Ken Kawan Soetanto adalah warga negara Indonesia yang hidup di Jepang yang meraih gelar profesor dan empat doktor sekaligus dari empat universitas berbeda di Jepang.
Dari pengembangan interdisipliner ilmu elektronika, kedokteran, dan farmasi, dia menghasilkan 29 paten di Jepang dan 2 paten di AS. Pencapaian riset dengan paten paling mutakhir diakui di Jepang, yakni The Nano-Micro Bubble Contrast Agent. Pemerintah Jepang melalui NEDO (The New Energy and Industrial Technology Development Organization) memberinya penghormatan sebagai penelitian puncak di Jepang dalam rentang 20 tahun, 1987-2007.
Buku ini patut dibaca oleh dosen, guru, ustadz, tentor, dan siapa saja yang menginginkan kemajuan pendidikan di Indonesia. Dari buku ini kita dapat belajar bagaimana cara mengajar para peserta didik yang baik, yang dapat membangkitkan semangat peserta didik dalam belajarnya, sehingga berhasil mencapai segala cita-cita yang diimpikannya.
M. Iqbal Dawami, staf pengajar STIS Magelang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar