Dimuat di KORAN JAKARTA, Kamis, 23 Desember 2010
Judul : Stones into Schools
Penulis : Greg Mortenson
Penerbit : Hikmah, 2010
Tebal : 475 halaman
Harga : Rp69.000
Buku Three Cups of Tea (Hikmah, 2008) menceritakan serangkaian kisah dari kehidupan seorang pendaki gunung bernama Greg Mortenson. Pada 1993, setelah gagal dalam mencoba mendaki Gunung K2, sebutan lain untuk Gunung Himalaya, Mortenson tersesat dan hinggap di desa kecil dan terpencil di pegunungan Pakistan. Secara tidak sengaja dia menemukan desa tersebut.
Dia disambut oleh penduduk setempat yang sangat ramah, disuguhi makan dan istirahat. Padahal, penduduk tersebut penuh dengan kemiskinan. Mortenson ingin membayar mereka dalam beberapa cara, dan bersumpah untuk membantu kebutuhan yang paling mereka butuhkan lebih dari sekadar makanan. Melawan segala rintangan, ia mengumpulkan uang di Amerika Serikat dan kemudian kembali dengan sebuah truk penuh bahan bangunan.
Ia hendak membuat sekolah. Balas budi Mortenson adalah pemberdayaan masyarakat lokal melalui pendidikan. Ia membangun sekolah tidak hanya satu, tetapi lima puluh lima sekolah. Buku tersebut merinci tantangan yang dihadapinya dan bagaimana dia mengatasinya. Ia adalah seorang individu luar biasa yang melimpah dengan semangat dan pengabdian. Buku itu merupakan bagian petualangannya.
Beberapa tahun telah berlalu, dan Mortenson menemukan ketenaran, terutama setelah bukunya selama tiga tahun berada di daftar penjualan terlaris New York Times. Pada akhir 2009 ia kemudian menerbitkan buku Stones into Schools, sekuel Three Cups of Tea. Sebagai sekuel, buku ini sangat mirip dengan pendahulunya—begitu banyak sehingga saya tidak yakin apa yang harus dikatakan dalam rangka untuk membedakan antara keduanya.
Mortenson mengisahkan dirinya berjalan, berkuda, dan berkeliling di belantara Pakistan dan Afghanistan. Hati dan pikirannya benar-benar hanya untuk sekolah, terutama sekolah untuk anak perempuan, yang terpinggirkan. Mortenson, melalui memoar ini, berkeyakinan bahwa pendidikan bisa menjadi salah satu kunci untuk transformasi kehidupan yang lebih baik.
Apa yang begitu menggembirakannya adalah tindakannya menginspirasi begitu banyak warga Afghanistan. Mereka tahu pendidikan adalah jalan keluar dari penderitaan mereka. Ada bagian ketika Mortenson menceritakan pertemuan dengan Laksamana AS Mike Mullen, Kepala Staf Gabungan. Laksamana itu selalu saja mendapat laporan berita buruk dari Afghanistan, dan ia menginginkan berita baik lewat Mortenson.
Mortenson menceritakan bahwa pada puncak kekuasaan Taliban pada 2000, kurang dari 800.000 anak-anak terdaftar di sekolah—semua dari mereka anak laki-laki—dan pendaftaran siswa baru di seluruh negeri itu mendekati delapan juta anak, 2,4 juta di antaranya adalah perempuan. Buku ini menceritakan tentang bagaimana Mortenson pergi ke Afghanistan yang berbahaya dan tidak stabil. Melalui lembaganya, ia telah membangun lebih dari 130 sekolah untuk mendidik 58.000 anak, terutama anak perempuan.
Peresensi M Iqbal Dawami, Pengasuh blog http://resensor. blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar