Senin, Januari 30, 2012

Perjalanan Mencari Kebahagiaan


Judul: The Geography of Bliss
Penulis: Eric Weiner
Penerjemah: M. Rudi Atmoko
Penerbit: Qanita
Cetakan: I, November 2011
Tebal: 512 hlm.

Eric Weiner, seorang jurnalis Amerika, ingin melihat dunia dengan niat untuk mencari tahu apa yang membuat orang-orang di sana bahagia atau murung. Buku ini campuran antara catatan perjalanan, psikologi, sains, dan humor. Ia membawa pembaca melanglangbuana ke berbagai negara, dari Belanda, Swiss, Bhutan, hingga Qatar, Islandia, India, dan Amerika.



Setiap negara yang hendak dituju, ia menyelipkan pertanyaan-pertanyaan menggelitik, seperti apakah orang-orang Swiss lebih bahagia karena negara mereka paling demokratis di dunia? Apakah penduduk Qatar menemukan kebahagiaan di tengah gelimang dolar dari minyak mereka? Apakah Raja Bhutan seorang pengkhayal karena berinisiatif memakai indikator kebahagiaan rakyat yang disebut Gross National Happiness sebagai prioritas nasional? Kenapa penduduk di Islandia, yang suhunya sangat dingin dan jauh dari mana-mana, termasuk negara yang warganya paling bahagia di dunia? Kenapa di India kebahagiaan dan kesengsaraan bisa hidup berdampingan? 


Menurutnya di Belanda kebahagiaan adalah angka, di Swiss kebahagiaan adalah kebosanan, di Bhutan kebahagiaan adalah kebijakan, di Qatar kebahagiaan adalah menang lotre, di Moldova kebahagiaan adalah berada di suatu tempat lain, di Thailand kebahagiaan adalah tidak berpikir, di Britania Raya kebahagiaan adalah karya yang sedang berlangsung, di India kebahagiaan adalah kontradiksi, dan di Amerika kebahagiaan adalah rumah. 


Kesimpulan itu berdasar pengamatannya di masyarakat masing-masing negara dalam lingkungan tertentu. Jadi, penelitiannya ini tidak bisa dijadikan patokan kekhasan soal kebahagiaan menurut pandangan Weiner. Pandangan setiap orang pasti berbeda dalam melihat dan menilai sesuatu. Tapi, paling tidak lewat buku ini kita bisa mengetahui barometer masing-masing negara apa makna kebahagiaan yang dirasakan dan dipikirkannya.
Pada saat di Belanda dia menemui Ruut Veenhoven, seorang profesor “kebahagiaan” yang mempunyai “World Database of Happiness”. Sejumlah waktunya dihabiskan untuk meneliti soal kebahagiaan di seluruh dunia.

Menemuinya bermanfaat sekali untuk bekal perjalanan Weiner ke pelbagai negara. Bagi Weiner Belanda adalah negara yang terlalu bebas. Dia sudah merasakan ketidaknyamanannya, dan tidak bisa membayangkan andai dia tinggal di sana. Dia membayangkan setiap harinya akan mengisap mariyuana, dengan pelacur di samping kiri dan kanannya. 


Di Swiss, negara yang demokratis, dan tertata segala sesuatunya. Masyarakat di sana betah dengan kondisi demikian. Namun, Weiner tidak. Baginya, keadaan itu sungguh membosankan. Tidak ada tantangan yang membuat dirinya terpacu untuk menjadi lebih baik. Di sana segala sesuatu terlalu datar. Setelah Bhutan, Weiner kemudian mengunjungi Qatar. Qatar adalah negara kaya karena sumber daya minyak yang melimpah. Para penduduknya banyak yang kaya mendadak. Ada pergeseran budaya dan gaya di sana. Mereka hidup mewah. Segala sesuatu bisa dibeli. Itulah kebahagiaan bagi mereka, dalam penilaian Weiner.  


Setelah melakukan perjalanan mencari kebahagiaan ke pelbagai negara, apakah Weiner menemukan kebahagiaan? Yang manakah yang cocok baginya dari macam-macam kebahagiaan yang ditemuinya? Jawabannya Anda dapat temukan di buku ini. Pada akhirnya, budaya yang berbeda memang mengikuti jalan yang berbeda untuk meraih kebahagiaan.

M. Iqbal Dawami, pecinta buku, aktif di Kere Hore Jungle Tracker Community (KHJTC) Jogjakarta.

Tidak ada komentar: