Selasa, September 16, 2008

Saatnya Memilih Presiden Muda


Judul: Minggir! Waktunya Gerakan Muda Memimpin!:Soekarno, Semaoen, Moh Natsir
Penulis: Eko Prasetyo
Penerbit: Resist Book Yogyakarta
Cetakan: Pertama, Juni 2008
Tebal: 264 halaman
------------------------
Pemilu 2009 nampaknya akan diramaikan oleh calon presiden muda. Hal itu telah nampak saat ini juga. Beberapa nama seperti Sutrisno Bachir, Fajroel Rahman, Rizal Malarangeng, dan lain-lainnya, telah mencuat secara blak-blakan mencalonkan dirinya sebagai calon presiden 2009. Hal ini menjadi trend baru dalam sejarah perpolitikan Negara Indonesia.

Menurut saya, paling tidak ada dua hal yang menyebabkan trend itu muncul: Pertama, kaum muda Indonesia sudah bosan dipimpin oleh kaum tua terus yang tidak sepenuh hati mementingkan rakyat. Kedua, kaum muda terinspirasi Barack Obama, calon presiden AS, yang berhasil mengalahkan rival-rivalnya di kubu demokrat untuk mendekati kursi kepresidenan AS.


Dua hal inilah saya kira yang menjadi amunisi kaum muda untuk berani tampil di kancah politik Indonesia, baik melalui jalur partai maupun independen.

Harus diakui, masalah kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan sosial, hegomoni asing, serta sederet masalah lainnya di negeri ini membuat banyak pihak prihatin. Negara Indonesia seperti berjalan di tempat. Semua kebijakan oleh setiap peralihan pemerintah tetap saja tidak ada perubahan berarti. Naasnya, setiap pemilu ke pemilu Indonesia dipimpin oleh orang yang itu-itu saja. Hal ini menimbulkan rasa bosan bagi pelbagai pihak.

Pemilu 2009 adalah kesempatan untuk mengadakan regenerasi pemimpin. Maka tak ayal lagi, figur muda yang dianggap sebagai progresif, dinamis, dan berani, harus memenangkan pemilu tersebut. Dalam konteks inilah, Eko Prasetyo menulis buku berjudul Minggir! Waktunya Gerakan Muda Memimpin!:Soekarno, Semaoen, Moh Natsir (2008). Krisis kepemimpinan yang notabene-nya kaum tua itu dari waktu ke waktu terasa menjengkelkan untuk seorang Eko. Dia membeberkan beberapa kenyataan para pemimpin Bangsa Indonesia, di antaranya bahwa mereka telah tergoda untuk menyalahgunakan tiga hal, di mana ketiga hal itu kemudian menjelma menjadi "setan". Ketiga "setan" itu adalah kapitalisme (kemakmuran untuk segelintir orang), militerisme (bersenjata siap mengamankan modal), dan feodalisme (watak kolot yang memasung demokrasi).

Walhasil, akibat terpedaya oleh ketiga "setan" tersebut, kaum tua itu lupa daratan sehingga gagal menjalankan peran transformatifnya dalam mengawal perubahan Indonesia. Bagi Eko, pemimpin muda adalah sebuah keniscayaan. Uniknya, selain melihat fenomena di atas, Eko juga menelusuri lewat sejarah Indonesia sendiri. Adalah sebuah fakta bahwa Bangsa Indonesia pada awal pasca kemerdekaan dipimpin oleh para kaum muda. Sedikitnya ada tiga tokoh yang disebutkan Eko, yaitu Soekarno, Semaoen, dan Moh Natsir. Ketiganya masih berusia belia kala itu, sekitar 20-an, saat melakukan perubahan sosial di Indonesia.

Maka, sudah sejatinya kaum muda berguru pada ketiga tokoh legendaris Indonesia tesebut yang terbukti mampu membawa Indonesia keluar dari belenggu penjajahan (pada waktu itu). Ketiganya pula mampu menjinakkan tiga "setan" yang telah disebutkan di atas yang hendak merongrong Indonesia. Kolonialisasi pun tidak mampu menjungkirbalikkan mereka. Mereka juga sangat dekat dengan rakyat. Hal itu dapat dibuktikan dengan life style ketiganya, yaitu populis, kekeluargaan, dan proletarian. Konon, Bung Karno menaruh di atas meja makannya sebuah lukisan pengemis, agar dia selalu ingat pada rakyat saat dirinya tengah makan.

Semaoen pun tak jauh beda dengan Soekarno, dia sangat memerhatikan kaum tertindas, marginal, petani, buruh, dan semacamnya. Gagasan-gagasannya dia sampaikan dalam pidato-pidato dan tulisan-tulisannya, serta dijawantahkan lewat partai Sarikat Islam. Begitu pun dengan Moh Natsir yang memperjuangkan spirit sosialisme Islamnya. Tak aneh jika dia dekat dengan siapa pun, mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas; dengan kalangan Islam sendiri maupun dengan non-Islam. Dnegan begitu sosoknya begitu dikagumi oleh siapa pun, baik kawan maupun "lawan".

Sekali lagi, ketiga orang tersebut mampu "membunuh ketiga setan" di usianya yang relatif muda. Tentu saja, pada waktu itu tidak hanya ketiga orang muda itu saja, tetapi masih banyak kaum muda lainnya yang ikut ambil bagian dalam pembebasan tanah air Indonesia dari penjajahan.

Tidak ada komentar: