Sabtu, September 05, 2009

Asing Kuasai Pasar Indonesia

Resensi ini dimuat di Koran Jakarta, Kamis, 03 September 2009
-------------------------------------------
Judul: Di Bawah Cengkeraman Asing
Penulis: Wawan Tunggul Alam
Penerbit: Ufuk Press, Jakarta
Tahun : I, Juli 2009
Tebal : 224 halaman
---------------------------
Disadari atau tidak, kenyataan membuktikan bahwa Indonesia secara ekonomi masih dijajah oleh bangsa lain. Kini, negeri ini diduduki oleh para korporator dari negara-negara Barat.
Dengan kata lain, bangsa ini masih tetap bergantung dan menggantungkan diri pada kekuatan asing.
“Pernahkah Anda menyadari, dari bangun tidur, beraktivitas, hingga tidur lagi, semuanya telah dikuasai perusahaan asing?” (hlm. 13). Begitulah Wawan membuka pembahasannya.
Lihat, dari mulai minum Aqua (74 persen sahamnya dikuasai perusahaan Danone asal Prancis), atau minum teh Sariwangi (100 persen sahamnya milik Unilever, Inggris), minum susu SGM (milik Sari Husada yang 82 persen sahamnya dikuasai Numico, Belanda), mandi dengan sabun Lux, sikat gigi pakai Pepsodent (milik Unilever), dan merokok Sampoerna (97 persen sahamnya milik Philips Morris, Amerika Serikat).

Kenyataan lain membuktikan bahwa ternyata sumber daya alam kita digunakan sebagian besar bukan untuk kita, melainkan untuk negara-negara lain.

Kekayaan alam dikuras dan dijarah oleh korporasi asing. Bahkan tidak hanya itu, sektor-sektor vital ekonomi lainnya seperti perbankan dan industri juga dikuasai orang asing. Inilah model penjajahan akhir abad ke-20 dan ke-21.

Hampir setiap kebijakan domestik dan kebijakan luar negeri Indonesia selalu terpengaruhi untuk mengikuti aturan yang mereka buat.

Hematnya, kepentingan asing selalu melemahkan kepentingan nasional bangsa kita sendiri. Indonesia telah terseret menjadi sekadar subordinat atau agen setia bagi kepentingan asing.

Kekuatan asing dalam bidang ekonomi yang terjalin dalam korporasi-korporasinya memang telah mendikte bukan saja perekonomian nasional—seperti perdagangan, perbankan, penanaman modal, kepelayaran, dan kepelabuhan, kehutanan, perkebunan, pertambangan migas dan nonmigas, dan lain-lain—tetapi juga pada kebijakan politik dan pertahanan. Lantas, masihkah Indonesia pantas disebut sudah merdeka?

Kita memang sudah merdeka lebih dari enam dasawarsa. Kemerdekaan yang telah kita lewati ini, mestinya kaum elite Indonesia sudah berhasil membawa Indonesia ke tahapan yang betul-betul merdeka. Tapi, kekayaan alam kita masih tak bisa kita nikmati dan mencukupi kehidupan kita.

Padahal, di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 sangat jelas dinyatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Kenyataannya ternyata tidak demikian. Hampir semua aset negara sahamnya telah dikuasai oleh pihak asing.

Jadi, kalau sekarang ini perusahahaan asing bisa merajalela menguasai lahan-lahan di Indonesia, tentu saja hal ini besar kemungkinannya ada unsur kesengajaan dari pihak kita. Dan, hal inilah yang dipertanyakan oleh Wawan: kenapa bisa?

Jadi, disadari atau tidak, negeri kita ini telah mengalami penjajahan gaya baru. Penjajahan itu masuk melalui perusahaan-perusahaan asing yang mengisap kekayaan bangsa Indonesia.

Dan, yang menyedihkan, mereka mulai masuk justru melalui pemerintahan atau melalui sistem politik yang berlaku, untuk melakukan pengisapan.

Jalan masuk melalui pemerintahan dan sistem politik itu tujuannya tak lain untuk mengegolkan produk-produk hukum atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung pengeksploitasian habis-habisan sumber daya ekonomi kita.***

M. Iqbal Dawami
Blogger buku di http://resensor.blogspot.com/

Tidak ada komentar: