Senin, Desember 14, 2009

Kearifan di Balik Musibah


Judul: Catatan Cinta Istri
Penulis: Sari Meutia
Penerbit: Lingkar Pena Kreativa
Cetakan: I, November 2009
Tebal: xxvii+166 hlm.

"Manusia yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang-orang saleh yang meneladaninya"(Muhammad SAW)

Terkadang apa yang kita yakini sebagai fase aman dalam hidup kita, mendadak kacau akibat musibah yang menimpa kita. Kehidupan yang sekian lama berjalan sesuai dengan harapan dan cita-cita, tiba-tiba menjadi sangat rentan. Harta, cinta, keluarga dan karier yang tertata sedemikian rapinya, semuanya bisa luput dari genggaman kita. Yang menjadi pertanyaan adalah apa gerangan sebab musabab di balik bencana yang datangnya sangat tak terduga? Sebuah teka-teki yang sangat menuntut kesadaran kita untuk menilik dan merenungkan kembali sepak terjang kehidupan kita.

Sari Meutia sangat tidak percaya kalau suaminya divonis Gagal Ginjal Terminal (GGT) nyaris tanpa aba-aba sebelumnya. Bagaimana mungkin orang yang sangat concern terhadap kesehatan dan terhadap apa yang diasupnya, baik makanan maupun minuman, bahkan menyukai olah raga renang, tiba-tiba mengidap sakit yang sangat kronis.

Fungsi ginjalnya diperkirakan tinggal 15-30 % sehingga diharuskan menjalani cuci darah seumur hidupnya. Meski begitu, Sari tidak serta merta menerima hasil lab yang ditunjukkan dokter padanya. Dia bahkan tidak ingin membenarkan vonis itu dan berharap ada kesalahan.

Berbagai referensi ia lacak. Teman, kerabat dan para dokter yang menyandang gelar professor spesialis ginjal dan hipertensi didatanginya demi mendapatkan sebuah titik terang. Namun pupus sudah harapan, karena hasil tes GFR (Gromerular Filtration Rate)—tes yang menggambarkan kecepatan ginjal membersihkan darah—menunjukkan angka 14,98 %, di mana ginjal kiri berfungsi 6 % dan ginjal kanan 8,98 %. Artinya, sangat tegas ada indikasi cuci darah atau cara lainnya yaitu melakukan operasi transplantasi (cangkok ginjal).

Ibarat bom atom jatuh dari langit. Nyaris semua rencana, harapan dan cita-cita, seperti runtuh seketika. Sari harus menerima vonis itu, meski menurutnya mustahil. Karena kejadian ini hanya berselang empat puluh hari sepulang mereka dari menjalankan ibadah haji. Ironisnya lagi suaminya tidak pernah sakit kurang lebih selama sepuluh tahun terakhir.

Bagaimana pun harus ada jalan keluar dari semua masalah ini. Sari tidak ingin suaminya harus menderita seumur hidup. Akhirnya, cangkok ginjal pun menjadi satu-satunya jalan yang harus ditempuhnya.

Setelah sempat sekali melakukan cuci darah, Sari membawa terbang suaminya ke negeri Cina. Sungguh perjuangan seorang istri yang tak tanggung-tanggung. Di samping harus tetap tegar, dan berusaha menjaga emosi positifnya, lalu menularkannya kepada suami, anak-anak dan keluarganya, bahwa seakan-akan tidak ada yang sakit dari keluarganya, Sari pun menanggung beban harus mengumpulkan dana yang sangat besar jumlahnya untuk biaya cangkok. Mengingat, operasi akan dilakukan di Cina dan waktu yang ada pun sangat mendesak.

Operasi pun dapat dibilang lancar. Ternyata, operasi cangkok ginjal di Cina sesederhana operasi usus buntu yang sering ditemui Sari dan suaminya. Akan tetapi puncak operasi justru pada pasca operasinya, yaitu masa-masa pemuliah. Dengan menguras tenaga dan emosinya, Sari terus bersabar menghadapi sang suami yang sering mengerang kesakitan, berhalusinasi, bahkan tak jarang, sering marah-marah padanya.dan, pada akhirnya, semuanya berhasil dilewati.

Buku ini merupakan sebuah catatan harian seorang istri di tengah kegalauan mendampingi suaminya yang mengalami gagal ginjal. Banyak alasan Sari menulis buku ini. Selain sangat bermanfaat bagi orang yang mengalami permasalahan ginjal—karena di dalamnya dipaparkan pula tentang panduan dan hal-hal penting seputar gejala dan cara-cara menyikapinya—Sari merasa harus mengungkapkan rasa syukurnya atas nikmat dan anugrah yang diberikan Tuhan selama ini. Tulisan dalam buku ini pun menjadi terapi yang mengingatkannya untuk terus bersyukur atas apa pun yang dialaminya dan ikhlas menjalani kehendak-Nya.

Pada akhirnya kehidupan memang tidak selamanya too good to be true, seperti halnya pengalaman penulis buku ini. Wanita yang menjadi salah satu pimpinan PT Mizan Media Utama (MMU) ini, dikenal sangat organized (teratur) dalam mengatur berbagai rencana hidupnya yang kehidupannya nyaris berjalan sesuai yang diharapkannya, pun tidak luput dari deraan yang datangnya sangat tiba-tiba. Semua pengalamannya seakan menggugah keterlenaan yang dirasakannya selama ini.

Kisah nyata yang dituturkan lewat buku ini pun mengandung hikmah yang sangat dalam dan dapat menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja. Karena di balik setiap cobaan dan kejadian tentu ada peringatan dan pelajaran yang harus kita petik.

Setiap manusia pasti akanmengalami musibah. Tidak ada manusia yang bebas dari musibah. Oleh karena itu, hanya dengan kearifan kita akan sadar bahwa Tuhan sedang mengingatkan hamba-hamba-Nya. Setiap musibah yang terjadi adalah kehendakNya, tidak ada yang kebetulan. Karena boleh jadi, hal itu sebagai ujian untuk kenaikan derajat di mata Tuhan.[]

M. Iqbal Dawami
Pencinta buku, tinggal di Yogyakarta

6 komentar:

Welma La'anda mengatakan...

Salam,

Sebuah buku yang bagus. :)

Suprih Rustanto mengatakan...

salam dari bloger semarang, saya suka menulis dan membaca buku, tulisan terakhir saya : "Foto Kopi" Dari Indonesia

M.Iqbal Dawami mengatakan...

@Welma: Yap, buku yang sangat bagus. banyak pelajar yang bisa kita petik. Thanks.
@Kang Supri: salam juga.Sama, mas, saya juga senang menulis dan membaca. Mari kita istiqomahkan. Trims.

AdH mengatakan...

Salam,

Menarik buku ini. Masuk wishlist dulu ;)

Slamat P. Sinambela mengatakan...

Wah, review yang bernas. Selalu membuatku ingin baca buku2nya.

diyah wulan mengatakan...

akankah sekuat beliau jika tjd padaku, tp smg nggak. tfs mas ^^