Sabtu, April 07, 2012
Kitab Sakti Menulis Novel
Judul: Menulis Fiksi itu Seksi
Penulis: Alberthiene Endah
Penerbit: Gramedia
Cetakan: I, 2011.
Tebal: 255 hlm.
"KENAPA saya menulis? sebab dengan menulis, saya nggak akan kehabisan dunia. Saya selalu temukan ruang-ruang baru dengan sensasi mendebarkan. Menulis adalah cara yang indah untuk memperbarui hatimu dan memperluas cakrawala." Begitu buku ini dibuka. Kata-kata Alberthiene Endah, penulis buku ini, cukup membuat saya tersenyum, senyum kebersyukuran saya yang juga menggeluti dunia tulis menulis, meski dalam taraf tertentu saya tidak sepenuhnya mengamini. Ya hal itu wajar saja, karena pengalaman saya dan Endah berbeda. Keberbedaan itulah kiranya kita tak perlu memperuncing sedemikian rupa. Jadi, mari kita nikmati bersama suguhan Endah ini perihal pandangan dia terhadap dunia tulis menulis.
Endah menarasikan kisah hidupnya dalam dunia tulis menulis. Di dalamnya ada banyak pengalaman dia saat menulis novel-novelnya. Entah itu pendapatan ide, observasi yang dalam, dan keluhan-keluhan dia terhadap orang yang mengeluh perihal tulis menulis. Misalnya, terhadap orang yang tak kunjung menulis lantaran seabreg alasan: tidak ada mood, mentok, takut menuliskannya, dan lain sebagainya. Bagi Endah itu hanya alasan belaka, alasan untuk menutupi "sesuatu", dan sesuatu itu bernama malas.
Ya, orang mestinya harus mengakui kalau dirinya malas saat memulai menulis, tanpa perlu mengatakan tidak adanya mood, atau yang sebangsanya. Dengan begitu, ia akan selamat dari cibiran orang, terlebih dari para penulis kawakan semacam Endah itu. "Gue tahu, lo bukannya nggak mood...,(tapi) sama-sama depannya 'M'. Lo males," ujar Endah. Ya, mood alias suasana hati sering dijadikan kambing hitam dalam arena penulisan. Atas nama tidak ada mood, seorang penulis menunda karyanya sampai satu minggu, dua minggu, tiga bulan, setahun, dua tahun. Rahasia Endah agar tidak malas dan selalu moody adalah mengamalkam kredo ini: Tahap awal harus dilawan! Jangan biarkan rasa malas benar-benar mengunci kesempatan kamu.
Kiranya tidak berlebihan jika saya katakan bahwa buku ini buku fardu kifayah, untuk tidak dikatakan fardu ain, karena sharing Endah atas dunia menulis fiksi (baca: novel) begitu berharga. Pengalamannya yang kaya bisa kita terapkan dalam proses kreatif kita. Bagi saya, buku ini memberi saya kekuatan dan keyakinan bahwa profesi menulis adalah profesi yang menjanjikan baik kesehatan finansial maupun kebahagiaan. Saya senada dengan apa yang dikatakan Endah: "Membaca dan menulis adalah dua kekuatan hebat yang membuat saya merasa hidup. Ada banyak hal yang bisa membuat kita mampu memaknai hidup, dan kita semua memiliki pilihan yang sesuai dengan kata hati" (hlm. 33).
Sayang sekali buku ini terlalu condong ke persoalan mentalitas menulis ketimbang teknis. Hal ini terkesan dangkal dan buru-buru menulisnya. Kurang sabaran penulisnya untuk mengeksplor lebih jauh, menjadikan buku ini serba canggung nan tanggung dipelajari oleh pembacanya. Menurut saya, idealnya, buku ini menyuguhkan pengalamannya secara berimbang antara persoalan mentalitas menulis dan teknisinya. Namun, harus dipahami, bahwa mentalitas sangat penting dalam dunia tulis menulis. Emha Ainun Nadjib, yang akrab dipanggil Cak Nun, pernah berkata, "Menulis itu lebih kepada persoalan mental ketimbang bakat dan teknik."
Walhasil, buku ini sangat layak dibaca bagi mereka yang ingin segera merealisasikan hasrat untuk menulis.[]
M. Iqbal Dawami, pecinta sastra.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar