Minggu, Mei 10, 2009

Petualangan Detektif Sugawara Akitada

Judul Buku : The Dragon Scroll
Penulis : I.J. Parker
Penerbit : Penerbit Kantera
Cetakan : I, Februari 2009
Tebal : 484 hlm
--------------------------
Dengan mengambil latar budaya dan sejarah Jepang di abad kesebelas, novel ini mengisahkan tentang misteri-misteri dan intrik politik di lingkungan pemerintah. Di masa ini Jepang belum masuk pada era samurai. Novel ini mengangkat tema yang cukup modern pada masanya, diramu dengan kisah-kisah detektif dan kriminal.

Sugawara Akitada, seorang penyelidik muda di kementrian kehakiman kaisar ditugaskan ke Kisarazu propinsi Kazusa guna menyelidiki hilangnya pengiriman pajak selama tiga tahun berturut-turut. Sebuah tugas yang diterimanya dengan antusias karena—dia pikir—hal itu adalah suatu kehormatan, dan bukan kebetulan. Ada harapan besar untuk meningkatkan reputasinya sebagai seorang panitera dan melakukan perjalanan keluar Heian Kyo (Kyoto). Dia ditemani pelayan tuanya, Seimei. Di tengah perjalanan dia diserang perampok dan diselamatkan pemuda berandalan yang gagah berani, Tora, yang kemudian diangkat menjadi pelayannya.

Akitada adalah tokoh intelektual yang berpendidikan kota, seorang keturunan dari keluarga bangsawan kuno yang memiliki nilai-nilai yang inspiratif dan penuh introspeksi diri. Pada halaman-halaman pertama, aksi didatangkan dengan berlatar belakang budaya yang mengagumkan. Pembaca seolah diajak berpetualang tentang pembunuhan seorang bangsawan wanita sebagai misteri yang menjadi tantangan tersendiri bagi Akitada.

Awal kedatangannya di Kazusa, Akitada berspekulasi menjadikan gubernur Motosuke sebagai tersangka utama. Namun kecurigaan Akitada terhadap sang gubernur sulit dibuktikan. Bahkan Akitada dan pelayannya, Seimei, tercengang dengan efisiensi kerja para staf dan kerapian berkas-berkasnya. Alih-alih berhasil meringkus penjahat Negara, Akitada merasa misinya hanya akan berakhir sia-sia. Karena rumor yang beredar bahwa sudah lama pemerintah ingin kasus ini dilupakan. Kegelisahan Akitada untuk tetap menegakkan hukum semakin mendorongnya berfikir keras, menemukan dalang di balik kejahatan ini. Orang-orang lain yang patut dicurigai dan mulai dijadikan modus operandinya adalah Residen Ikeda, Kapten Yukinari—sang kepala Garnisun, Lord Tachibana—mantan Gubernur—beserta Lady Tachibana (istri mudanya yang cantik mempesona) serta master Joto, sang kepala biara Empat Wajah Kebijaksanaan.

Masalah semakin pelik ketika terjadi pembunuhan berantai. Mantan gubernur Lord Tachibana ditemukan tewas di ruang kerjanya saat Akitada mengunjunginya. Lalu seorang pelacur dibunuh dengan cara mengerikan. Begitu pula pembantaian yang terjadi di rumah Higekuro, pemilik perguruan bela diri bojutsu. Dan usaha pemerkosaan terhadap putrinya—gadis tunarungu—oleh beberapa rahib pengkhianat.

Apa motif di balik pembunuhan sang mantan gubernur? Firasat Akitada mengatakan bahwa aksi tersebut ada hubungannya dengan kasus perampokan pajak. Istri mantan gubernur pun ditengarai memiliki skandal dengan Kapten Yukinari dan Residen Ikeda. Kisah ini kemudian berkembang menjadi sebuah konspirasi yang juga melibatkan kepala biara Empat Wajah Kebijaksanaan. Hal itu berdasarkan fakta pembangunan biara yang meningkat drastis. Namun pada akhirnya Akitada memperoleh titik terang setelah ditemukannya sebuah sketsa lukisan Badai Naga karya Otomi, putri Higekuro. Sketsa itulah yang menjadi kunci penting dalam penyelidikan tersebut.

Ditemani Tora dan Ayako—gadis pesumo yang membuat Akitada jatuh cinta—Akitada menyusup ke dalam Biara Empat Wajah Kebijaksanaan dan menemukan bukti kebengalan para rahib. Kala segalanya terbuka, bentrokan pun tak terelakkan. Dalam satu adegan klimaks, yang terjadi pada sebuah perayaan biara yang besar, ketegangan mencapai puncaknya. Akitada dan kelompoknya berhasil membongkar monster jahat yang terselubung di balik kedok sang rahib suci. Misteri sekeping bunga biru pun menyingkap pembunuhan wanita bangsawan, Lady Asagao, selir kesayangan Kaisar. Tapi yang lebih buruk, upaya penyelidikan dan pengungkapan yang dilakukan Akitada malah mengancam hubungan cinta dan kariernya. Sungguh, sebuah ending yang mengharukan.
Akitada sangat shock karena mendapati sang menteri, atasannya, naik pitam mendengar kabar keberhasilannya. Akibatnya mimpi dan cita-cita Akitada kandas.
I.J. Parker, penulis novel ini, menciptakan narasi yang sangat tepat dan menggairahkan, sesuatu yang menarik perhatian pembaca saat melihat aksi atau pun penyampaian kultur dan tradisi Jepang Periode Heian (794-1185 M). Dalam proses mencapai kesimpulan, novel ini menginvestigasi kejahatan beserta pemberantasannya, dipadu dengan komedi, tragedi, petualangan dan roman.

Novel ini pun menyingkap Informasi yang mengagumkan tentang stratifikasi budaya dan pemisahan antara bangsawan dan orang biasa. Penulis juga sangat cermat menciptakan karakter-karakter yang seakan-akan hidup dan menggiring pembacanya untuk larut dengan mereka, meskipun ada jarak ratusan tahun antara aksi tersebut dengan kehidupan dan masa pembacanya.

Novel ini sebuah seri baru yang pantas mendapatkan tempat di hati pembaca. Misteri-misteri Sugawara Akitada begitu mengagumkan dan menggairahkan pembaca untuk menelisik lebih jauh. Parker amat lihai melibatkan pembacanya dalam peristiwa-peristiwa yang berasal dari ratusan tahun yang lalu. Dalam detail novel ini, seperti pemakaian kostum para tokoh, sarana transportasi, dan perilaku formal menambah rasa realitas tersendiri dalam benak setiap pembaca.

Novel The Dragon Scroll secara kronologis merupakan novel ketiga setelah Rashomon Gate (2002) dan the Hell Screen (2003), di mana kedua novel ini mendapatkan penghargaan dari St. Martin Monotaur. Semua novel Parker itu mempunyai tokoh utama yang sama, yaitu Sugawara Akitada, seorang pegawai rendahan kementerian kehakiman Kyoto abad kesebelas yang melakukan penyelidikan terhadap kejahatan yang berlatar Periode Heian Jepang (794-1185).***

M.Iqbal Dawami
Staf Pengajar STIS Magelang, penikmat sastra Jepang

6 komentar:

Sidik Nugroho mengatakan...

lho, janjian nih sama bung tanzil ngeresensi buku sama? :-)

M.Iqbal Dawami mengatakan...

Duluan Pak Tanzil :).Duh isin banget, setelah ngebandingin ternyata resensiku uelek tenan.

htanzil mengatakan...

bagus koq..resensi mas iqbal lebih lengkap dibanding saya...

M.Iqbal Dawami mengatakan...

Tengkyu Pak, resensi kita saling melengkapi :)

Sidik Nugroho mengatakan...

dua-duanya bagus. bikin aku bergairah merogoh kocek beli buku ini. lha soalnya kedua resensi dari para resensor acuanku (kali ini tiga, satu lagi di penulis pinggiran) banyak memuji buku ini.

baik resensinya, dan bukunya, mantrab tenan... :-)

Fitria Zulfa mengatakan...

Siiiiip... hehe