Judul: Battle Hymn of The Tiger Mother
Penulis: Amy Chua
Penerjemah: Maria Sundah
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, 2011
Tebal: 237 hlm.
Masyarakat Amerika gempar saat buku ini terbit. Padahal isinya “hanya” kisah pribadi dan menceritakan perjalanan hidup penulisnya dalam mendidik kedua putrinya yang bernama Sophia dan Lulu. Hanya saja penulis buku ini tidak sembarang mendidik. Cara mendidik kedua anaknya terbilang ekstrem. Terlebih dilihat dari kacamata masyarakat Barat.
Penulis buku ini, Amy Chua, adalah seorang akademisi keturunan China yang menikah dengan keturunan Yahudi. Keduanya sepakat kalau anaknya akan dididik secara China. Amy mengatakan bahwa cara-cara seorang ibu Amerika dalam mendidik anak sangat jauh berbeda dengan cara-cara seorang ibu dari warga negara keturunan China. Seorang ibu keturunan China, seperti Amy, akan sangat memaksa agar anak-anaknya memperoleh nilai A, belajar piano dan biola dan menjadi nomor 1 di kelasnya untuk segala bidang.
Sang ibu dari keturunan China akan sangat cerewet, galak dan keras kepada anak-anaknya untuk mengejar target tersebut. Tidak ada kesempatan bagi sang anak dalam keluarga ini, untuk misalnya bermain game dan menonton Televisi. Filosofinya, seorang anak akan menjadi hebat kalau terus menerus tekun belajar.
Buku ini menginisiasi perdebatan dalam cara orangtua Amerika mendidik anak-anaknya, untuk menghadapi persaingan di masa mendatang. Banyak anak-anak di Amerika dibebaskan oleh orangtuanya untuk seharian bermain game, menonton televisi, tidak pernah belajar dan terkadang hidup dengan berpesta dan melakukan seks bebas.
Amy menceritakan bagaimana dirinya dulu dididik dengan sangat keras oleh orangtuanya. Berkat kesuksesannya saat ini tidak lepas dari campur tangan orangtuanya dalam mendidiknya. Nah, Amy ingin pula menerapkan pada kedua anaknya. Ia menerapkan aturan yang sangat ketat serta mengatur segala hal dalam kehidupan anak-anaknya. Cerita-cerita lain yang ia lakukan terhadap dua putrinya cukup menakutkan dan membuatnya mendapat julukan "tiger mom".
Amy menggambarkan bagaimana ia mengharuskan kedua putrinya belajar main piano berjam-jam lamanya. Juga keras dalam membentuk sikap dan kepribadian, seperti melarang pergi malam, lama menonton TV, dan banyak lagi hal yang biasa diizinkan oleh ibu Amerika. Anaknya harus mendapat nilai-nilai tertinggi dalam pelajaran apa saja dan selalu mengusahakan mencapai peringkat terbaik di sekolah.
Buku ini mengundang reaksi ramai yang menilai Amy Chua sebagai ibu tanpa cinta kasih kepada anaknya, bahkan menyebutnya monster. Tapi Amy menolak disebut monster yang tanpa kasih sayang kepada anak-anaknya. Ia cuma tidak mau menjadikan anak-anaknya orang-orang lemah yang berkembang menjadi pecundang dalam kehidupan yang penuh persaingan. Ia dulu malah mengalami pendidikan yang lebih keras dari ibu-bapaknya. Kini, Sophia, anak pertamanya menjadi pianis yang adi luhung dari usia 14 tahun, sedang Lulu, anak kedunya, pemain biola berbakat.
Buku ini meroket ke puncak buku terlaris di New York Times Bestsellers’ list, bahkan menduduki rangking nomor 2 terpopuler, versi koran tersebut, untuk kategori non-fiksi.
Buku ini menjawab rasa penasaran saya dengan prestasi China dalam segala bidang, terutama olahraga dan musik. Membaca buku ini saya menjadi tahu apa yang dilakukan orangtua China sampai-sampai berhasil menjadikan begitu banyak juara dalam cabang olahraga, matematika, dan musik.[]
M. Iqbal Dawami, pengamat pendidikan.
1 komentar:
Tidak bisa membayangkan jika semua anak didik dengan cara seperti itu.Bagaimana dampak psikis dan karakter anak. Tapi saya setuju perlunya penaman disiplin dan kerja keras kepada anak.
Posting Komentar