Pengalaman Menulis di Media Massa dan Penerbit
Untuk sobatku yang sedang belajar menulis,
Saat menulis surat ini, hujan sedang turun dengan syahdunya. Malam terus
merayap. Sayup-sayup suara murattal yang diputar adikku turut mengiringi pula
tulisan ini yang ditujukan padamu. Ya, saya hendak berbagi pengalaman menulis
baik di media massa maupun penerbitan. Semoga saja ada manfaatnya buatmu, sobat.
Untuk menjadi penulis baik di media massa maupun penerbit, kamu harus
mengenal terlebih dahulu jenis tulisan apa saja yang ada di sana. Pada umumnya,
media massa dan penerbit menerima tulisan berjenis: fiksi dan nonfiksi. Fiksi,
misalnya, cerpen dan puisi (media massa), kumpulan cerpen dan novel (penerbit).
Nonfiksi, misalnya, opini dan resensi (media massa), karya tulis ilmiah dan
populer (penerbit).
Untuk mengenal karakter media massa kamu harus membaca korannya. Tidak ada
cara lain. Tidak bisa menebak-nebak lewat perantara orang lain. Lain ladang lain
belalang, lain lubuk lain ikannya. Lain orang, lain pula pengalamannya. Di
antara ragam jenis tulisan itu, kamu boleh mencoba semuanya, dan boleh pula
memilih salah satunya saja. Saya sendiri pernah mencoba semuanya, namun seiring
waktu, saya memutuskan memilih jenis dan tema yang saya minati dan kuasai. Itu
yang membuat saya bergairah menulis, karena disertai dengan penuh kesenangan,
bukan keputusasaan.
Begitu juga dalam soal mengenal penerbit. Bacalah buku dari pelbagai
penerbit. Bandingkan satu penerbit dengan penerbit lainnya. Pelajarilah. Setelah
kamu mengkhatamkannya kamu akan bicara, “Mereka saja bisa menulis seperti ini,
kenapa aku gak?” Setelah mengatakan demikian, tugasmu kemudian adalah
membuktikannya. Jangan berhenti pada komentar tapi lanjutkan dengan pembuktian.
Nah, itu lebih hebat.
Sobatku yang ingin menjadi penulis,
Buku sudah menjadi kebutuhan saya sehari-hari, selain sandang, pangan, dan
papan. Saya suka membaca buku-buku keislaman, manajemen, inspirasi, spiritual,
dan dunia kepenulisan. Maka tak aneh tulisan saya juga kebanyakan di lingkaran
itu. Saya cari pelbagai rubrik di media massa yang kira-kira berjodoh dengan
tulisan saya. Akhirnya saya menemukannya. Di Republika saya mendapatkan rubrik
Hikmah, di Jawa Pos saya mendapatkan rubrik Di Balik Buku. Beberapa kali
tulisan saya dimuat di rubrik tersebut. Di antara surat kabar, Sindo adalah
yang paling sering memuat resensi saya, selain Koran Jakarta dan Media
Indonesia. Ya itu tadi, temanya (ditambah kekhasan tulisan) sesuai dengan saya.
Jika saya disuruh memberikan saran kepada sahabat semua, maka inilah
sarannya:
“Carilah media yang sesuai dengan jenis tulisan kalian.
Tekunilah. Resensi saya membutuhkan 6 bulan untuk bisa dimuat di media massa
nasional. Tidak ada jalan pintas. Nikmatilah prosesnya. Belajarlah pada
“kegagalan” dimuat. Perbaiki lagi, kirim lagi, begitu dan begitu. Kalau itu
dilakukan, maka hanya tinggal menunggu waktu saja tulisan Anda bisa dimuat.
Musuh utama bukanlah orang lain, tapi hal yang ada di dalam dirimu, seperti
malas dan tidak sabar.”
Dulu, saya adalah seorang predator buku. Semua buku saya lahap dan resensi.
Kejar setoran dan kejar buku-buku gratisan adalah semboyan saya. Dulu yang saya
raih adalah kuantitas. Produktifitas digenjot. Satu bulan bisa mencapai 5 buku
yang diresensi. Kadang dimuat semua, tapi kadang pula tidak. Tapi kini yang saya kejar adalah kualitas. Satu resensi
bernilai lima resensi. Bagaimana caranya? Nanti saja saya terangkan. Saya
hendak berbagi pengalaman menulis buku dulu.
Pada mulanya adalah membaca untuk meresensi. Ketika membaca buku, saya
menandai hal-hal yang menarik. Ketika selesai membacanya, dua hal yang saya
dapatkan: bahan resensi dan bahan buku. Sekali mendayung dua-tiga pulau
terlampaui. Sekali membaca buku, dua bahan tulisan saya dapatkan. Tak aneh
kemudian sekitar 3 bulan saya bisa mengumpulkan tulisan untuk naskah buku.
Setelah diolah dan matang, hal yang saya lakukan adalah mengirimnya ke
penerbit. Cupid, Diva Press, Leutika, Elex Media, Qudsi Media, Erlangga,
Grafindo, dan Gramedia Pustaka Utama adalah pelbagai penerbit yang telah
menerbitkan buku-buku saya. Begitulah saya menulis buku.
Mungkin timbul pertanyaan kamu, bagaimana teknik menulis resensi dan buku
dengan bagus? Ah, itu tidak perlu saya terangkan. Saya hanya perlu
menunjukkannya saja. Seperti halnya saya, kamu pun bisa mengikutinya. Saya
meniru teknik menulis para penulis yang menurut saya bagus dan cocok dengan
saya. Misalnya, J. Sumardianta, Gede Prama, Rhenald Kasali, Komaruddin Hidayat,
Yudi Latif, Syafii Maarif, dan lain-lain. Perhatikan bagaimana cara mereka
membuka tulisan, mengembangkan, dan mengakhiri tulisannya, lalu ikutilah.
Begitulah sobat pengalaman singkat saya. Meski perjalanannya tidak
sesingkat itu. Kuharap kalian semua bisa mengambil manfaat dari pengalaman saya
ini. Sebenarnya masih ada pengalaman lainnya yang belum saya bagikan, seperti
saat menjadi editor di penerbit Bentang Pustaka, dan saat ini menjadi editor
freelance dan menerbitkan buku-buku indie. Pada kesempatan lain saya akan
bagikan, termasuk yang mungkin masih penasaran bagaimana caranya membikin satu
resensi bernilai lima resensi, konkritnya bagaimana honor 500 ribu rupiah
menjadi lima juta rupiah.
Terima kasih. Selamat berlatih menulis, sobat.
Salam.
M.I.D
§
Penulis, peresensi, editor, dan
pelatih kepenulisan. Buku terbarunya Hidup, Cinta, dan Bahagia (Gramedia
Pustaka Utama, Cetakan I Desember 2014). Email iqbal.dawami@gmail.com,
Hp. 085729636582
1 komentar:
Haturnuhun kang Iqbal...suratna katampi pisan.....insya Allah saran sareng anjuranna manfaat pisan...sakali deui nuhun.....
Posting Komentar