Jumat, Mei 08, 2015

Teladan Nabi Untuk Masa Kini

Judul: Biografi Intelektual-Spiritual Muhammad
Penulis: Tariq Ramadhan
Penerjemah: R. Cecep Lukman Yasin, M.A.
Penerbit: Serambi
Cetakan: I, Januari 2015
Tebal: 372 hlm.

Buku-buku Sirah Nabi (biografi Nab Muhammad Saw.) sudah banyak. Modelnya pun macam-macam. Ada yang tematik, analitik, bahkan ensiklopedik. Gaya penulisannya pun puspa ragam, ada yang gamblang maupun nyastra. Ada yang bergenre nonfiksi dan fiksi. Dan penulisnya pun dari berbagai kalangan: muda, tua, bahkan non-muslim.  Hal itu membuktikan bahwa tidak ada seorang nabi bahkan tokoh yang banyak diapresiasi selain Muhammad Saw.

Buku ini termasuk salah satu buku biografi Nabi. Ditulis oleh Tariq Ramadan, cucu Hasa al-Banna, yang dinobatkan oleh majalah TIME sebagai salah satu “inovator dunia di bidang spiritualis”. Ia sebenarnya mengakui bahwa buku jenis ini sudah banyak, lantas mengapa ia tetap nekad menulisnya? Tujuannya adalah “menjadikan kehidupan Rasul sebagai cermin bagi kita yang dengannya para pembaca yang sedang menghadapi tantangan zaman mampu menyelami hati dan pikiran mereka sendiri dan memahami berbagai persoalan hidup dan masalah sosial dan moral yang lebih luas” (hlm. 19). Keren sekali.

Buku yang baik memang seharusnya seperti ini, yakni menjawab persoalan pada zamannya. Meskipun sejarah adalah masa lalu, tapi nilai-nilainya bisa diterapkan pada masa kini. Tak terkecuali sejarah pada masa Nabi Saw.  Lantas apa keistimewaan buku ini dan menjadi pembeda dengan buku sejenisnya?

Bagi yang suka baca Sirah Nabi mungkin akan mengatakan tidak ada yang baru dengan buku ini. Saya pun sepakat. Karena memang rujukan buku ini pun dari buku-buku klasik sirah nabawaiyah. Namun seperti yang dikatakan sebuah ungkapan bahwa “Tidak ada yang baru di bawah terik matahari ini kecuali sudut pandang dan orang-orang yang kita jumpai di jalanan.” Tariq membidik dari sudut pandang yang berbeda.

Ya, sudut pandang buku ini terbilang unik dan menjadi book appeal yang tinggi di mata pembaca. Ia membidik sejarah Nabi dari kualitas kemanusiaannya sebagai seorang manusia dan keteladannya sebagai seorang Nabi. Buku ini dibuka dengan sebuah paragraf indah yang membuat kita penasaran ingin membacanya lebih lanjut.

Tariq mendedahkan sikap dan teladan Nabi pada tiga hal: hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan hewan, dan manusia dengan alam. Hal yang menyangkut hubungan antar-manusia, misalnya, sabda Nabi kepada salah seorang sahabatnya, “Dalam dirimu ada dua sifat yang disenangi Tuhan: kelembutan (al-hilm) dan ketabahan (al-anah, “kemuliaan,” “toleran”).” Beliau mengajak semua sahabatnya untuk tetap bersikap lembut dan pemaaf, “Jika engkau mendengar sesuatu yang tidak kausenangi tentang saudaramu, carilah hingga tujuh puluh alasan untuk memakluminya. Jika engkau tidak bisa menemukan satu pun alasan untuknya, yakinkan dirimu bahwa alasannya tidak kauketahui” (hlm. 199-200).

Sedang yang berhubungan antara manusia dengan hewan, yakni misalnya sabda Nabi yang menyangkut soal ritual penyembelihan hewan ternak (dan qurban), bahwa pisaunya harus tajam, agar tidak menyakiti hewannya, dan menyembunyikan pisaunya sebelum digunakan. Menurut Tariq penghargaan terhadap hewan juga merupakan ajaran Islam yang paling penting. Nabi mengajarkan hak hidup hewan untuk dihargai, dihindarkan dari penderitaan, diberi makanan yang ia perlukan, dan diperlakukan dengan baik. Hal ini bahkan menjadi sebuah kewajiban dan syarat peningkatan spiritual seseorang. Tariq pun menyitir salah satu hadis perihal penghormatan terhadap hewan. “Siapa pun yang membunuh burung pipit atau hewan yang lebih besar lagi tanpa menghargai hak hidupnya akan dimintai pertanggungjawaban di hadap Tuhan pada Hari Pembalasan.”

Adapun yang berhubungan antara manusia dengan alam terlihat pada saat Nabi melawati Sa’d ibn Abi Waqqas yang sedang berwudhu. Beliau berkata kepadanya: “Kenapa mubazir begitu, wahai Sa’d?” “Apakah ada mubazir dalam berwudhu sekalipun?” Tanya Sa’d. Nabi menjawab, “Ya, sekalipun ketika menggunakan air sungai yang mengalir.” Air adalah unsur penting dalam seluruh ajaran dan praktik ritual Islam, karena ia melambangkan kesucian badan dan hati, kebersihan tampilan fisik dan kandungan spiritual. Menghormati alam dan menggunakannya secara bijak justru, dalam dirinya sendiri, merupakan pelatihan dan penanjakan spiritual, tujuan pencarian mereka akan Sang Pencipta” (hlm. 343).

Hubungan manusia dengan alam bukan lagi persoalan ekologi untuk mengantisipasi bencana tapi lebih dari itu, yakni sebuah etika terhadap alam sebagai implementasi ajaran spiritual terdalam. Hubungan antara orang beriman dan alam harus didasarkan pada perenungan dan penghormatan. Tariq memperkuat argumennya dengan sabda lain dari Sang Nabi, “Jika detik-detik Hari Pembalasan telah mendekat dan seseorang di antara kalian menggenggam benih di tangannya, bersegeralah menanam benih itu.”

Buku biografi intelektual-spiritual Nabi Muhammad Saw. ini ibarat oase yang menanti pembaca untuk meminumnya hingga dahaga intelektual dan spiritual mereka terobati oleh ajaran dan teladan beliau.[]    

M. Iqbal Dawami

Ketua Tadarus Buku Pati

1 komentar:

taufan mengatakan...

Buku yang indah, Mas. Saya beli di Togamas Gejayan awal tahun 2015.