Rabu, Februari 18, 2015

Pernikahan di Mata Sufi

Judul: Obrolan Sufi
Penulis: Robert Frager, Ph.D.
Penerjemah: Hilmi Akmal
Penerbit: Zaman
Cetakan: I, 2013
Tebal: 395 hlm.


“Bagi seorang darwis, cinta merupakan salah satu sifat Tuhan paling penting. Kita ada di sini untuk saling mencintai dan memperlakukan pasangan kita sebagai kekasih. Barulah setelah itu kita dapat mulai memahami hubungan kita dengan Sang Maha Kekasih.” (hlm. 319)

Buku ini menjadi salah satu buku wajib yang harus saya baca berulang-ulang. Kesannya seperti lebay, tetapi mengingat kontennya yang sangat penting bagi hidup saya rasanya tidak berlebihan. Buku ini mempunyai daya gugah luar biasa, tidak hanya hanya pesannya tetapi juga penyampaiannya. Saya menjadikan buku ini semacam lonceng pengingat di kala “tertidur” untuk segera “bangun”. 

Salah satu ajaran tasawuf adalah mengelola ego (nafsu) dan memanifestasikan cinta (mahabbah). Dua hal ini menjadi nafas dalam buku yang ditulis Robert Frager ini, seorang pembimbing spiritual di California. Menurut Frager, ada dua ancangan untuk mengatasi dan mengendalikan ego, pertama, mengubahnya dan kedua “mengalahkannya”. Kedua hal itu dilakukan setiap saat, tak kenal waktu, karena manusia memiliki potensi untuk tergoda. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengendalikan ego.

Frager meminjam ilustrasi dari tradisi Buddha pada saat menjelaskan bagaimana cara menaklukkan ego. Sebuah patung Sang Buddha menduduki seekor binatang buas. Sang Buddha tidak  membunuh binatang tersebut tetapi duduk di atas dan mengendalikannya. Binatang buas itu merepresentasikan ego. Menurut Frager, nafsu tidaklah dibunuh, tetapi dikendalikan. Manusia tidak boleh membiarkan nafsu mengambil alih kendali. “Apa yang harus kita lakukan adalah melatih hewan buas itu dengan kasih sayang, cinta, dan pemahaman,” ujar Frager (hlm. 33). 

Buku ini agak unik dibandingkan dengan buku-buku tasawuf lainnya, karena ajarannya begitu membumi dan dapat dipraktikkan oleh siapa pun. Misalnya, salah satu materinya adalah perihal pernikahan. Bagi kaum sufi jarang sekali membahas tentang pernikahan, tapi Frager justru membahasnya dengan apik. Menikah, menurut Frager, adalah salah satu praktik dalam mengendalikan ego dan sekaligus memanifestasikan cinta.

Pernikahan berarti mencintai dan melayani satu sama lain. Dengan pelayanan yang ikhlas ego pun akan luluh. Tidak ada lagi “ke-Aku-an” dalam diri suami maupun istri. Pertengkaran hanya dijadikan bumbu penyedap saja, tidak pernah menyeriuskan masalah-masalah sepele. Bahkan kata Frager menyitir sufi lain, “Sebuah rumah tanpa pertengkaran yang kadang-kadang terjadi bagaikan pesta pernikahan tanpa musik” (hlm.  312).

Menurut Frager cinta merupakan sisi batiniah dan akad nikah adalah sisi lahiriahnya. Pernikahan adalah sebentuk ikatan kemitraan ruhani jangka panjang, sebuah kemitraan dalam perjalanan yang akan membawa kita kembali kepada Tuhan. Mencintai seseorang dan hidup bersamanya selama bertahun-tahun merupakan kesempatan besar untuk tumbuh dan mengembara bersama. Kita semua adalah pengembara di jalan Kebenaran. (hlm. 317)

Buku ini nyaman dibaca karena gaya penulisannya yang mengalir, naratif, dan tidak dijejali oleh istilah-istilah tasawuf. Layak dibaca oleh kalangan mana pun.[]

M. Iqbal Dawami, pegiat komunitas TADARUS BUKU, Pati. 

1 komentar:

Muhammad Rasyid Ridho mengatakan...

Membaca buku ini saya memang juga tertarik ingin membahas dalam resensi, tapi belum sempat. Tulisan SUHU RESENSI memang keren! :)