Rabu, Agustus 06, 2008

Mempertanyakan Kembali Kemerdekaan Indonesia


Judul : Agenda-Mendesak Bangsa;Selamatkan Indonesia!
Penulis: M.Amien Rais
Penerbit: PPSK Press, Yogyakarta
Cetakan: I, April 2008
Tebal: xviii + 298

Tahukah Anda bahwa produksi minyak nasional Indonesia sebesar satu juta barrel per hari sekarang ini sudah didominasi oleh korporasi asing? Tahukah Anda muatan laut Indonesia sebesar 46,8% dikuasai oleh kapal berbendera asing? Dan tahukah Anda 50% perbankan nasional juga dikuasai oleh asing? Serta yang tak kalah penting juga, tahukah Anda telekomunikasi yang ada di negara kita juga dikendalikan oleh asing? Di antaranya Indosat dimiliki Temasek Singapura, saham Telkom 35% dikuasai asing, sedang XL 98%. Masih banyak lagi data-data penting tentang aset-aset Indonesia bernasib seperti di atas yang akan Anda ketahui manakala Anda membaca buku Agenda Mendesak Bangsa;Selamatkan Indonesia! karya M.Amien Rais.


Amien Rais, tokoh nasional yang tidak asing lagi di telinga kita, tak habis pikir mengapa rakyat Indonesia masih terus saja miskin, terbelakang dan tercecer dari bangsa-bangsa lain. Padahal reformasi sudah bergulir. Di antara sekian permasalahan bangsa, ekonomi adalah porsi terbesar yang menjadi kegelisahan Amien Rais. Mesti ada yang salah, pikir dia. Negara Indonesia yang sangat kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), mestinya cukup menghidupi rakyatnya. Tapi, keadaan sebaliknya. Rakyat Indonesia semakin hari semakin banyak yang miskin.
Kenyataan membuktikan bahwa ternyata SDA kita digunakan sebagian besar bukan untuk kita, melainkan untuk negara-negara lain. Ya, kekayaan alam kita dikuras dan dijarah oleh korporasi asing. Bahkan tidak hanya itu, sektor-sektor vital ekonomi lainnya seperti perbankan dan industri juga dikuasai orang asing. Inilah model penjajahan akhir abad 20 dan 21.
Disadari atau tidak, kenyataan membuktikan bahwa Indonesia sedang dijajah sebagaimana yang pernah dialami puluhan tahun lalu. Sejarah telah berulang di tanah Indonesia. Hanya bentuk atau format saja yang berbeda. Jika dahulu pendudukan fisik dan militer Belanda menyebabkan bangsa Indonesia kehilangan kemerdekaan, kemandirian dan kedaulatan politik, ekonomi, sosial, hukum, dan pertahanan. Maka sekarang, pendudukan secara ekonomi oleh para korporator dari negara-negara Barat. Hasilnya sama, Indonesia masih tetap kehilangan kemandiriannya. Bangsa kita masih tetap tergantung dan menggantungkan diri pada kekuatan asing.
Ketidakmandirian dalam bidang ekonomi, kata Amien, sebetulnya akan berimbas pada bidang politik, diplomatik, pertahanan dan militer kita. Hampir setiap kebijakan domestik dan kebijakan luar negeri Indonesia selalu terpengaruhi untuk mengikuti aturan yang mereka buat. Hematnya, kepentingan asing selalu melemahkan kepentingan nasional bangsa kita sendiri. Indonesia telah terseret menjadi sekadar subordinat atau agen setia bagi kepentingan asing (hlm.2).
Harus diakui, kekuatan-kekuatan asing dalam bidang ekonomi yang terjalin dalam korporasi-korporasinya memang telah mendikte bukan saja perekonomian nasional—seperti perdagangan, perbankan, penanaman modal, kepelayaran, dan kepelabuhan, kehutanan, perkebunan, pertambangan migas dan non-migas, dan lain-lain—tetapi juga pada kebijakan politik dan pertahanan. Lantas, masihkah Indonesia pantas sudah disebut merdeka?
Kita memang sudah merdeka lebih dari enam dasawarsa. Kemerdekaan yang telah kita lewati lebih dari 62 tahun, mestinya kaum elite indonesia sudah berhasil membawa Indonesia ke tahapan yang betul-betul merdeka. Tapi, kekayaan alam kita masih tak bisa kita nikmati, dan mencukupi kehidupan kita. Padahal, di dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 sangat jelas dinyatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Kenyataannya ternyata tidak demikian. Hampir semua aset negara, sahamnya, telah dikuasai oleh pihak asing. Selain itu, ada pula yang sudah dijual. Kontrak Karya Pertambangan (KKP) dan Kontrak Production Sharing (KPS), misalnya, telah merugikan Indonesia dan menguntungkan investor.
Melihat hal demikian, secara otomatis Indonesia tak bisa mengontrol dan mengendalikan kekayaan alamnya sendiri, karena sudah “diberikan” pada pihak asing. Akibatnya, hasil kekayaan alam kita tidak akan kita nikmati karena telah dibawa ke luar negeri. Maka, hampir dipastikan Indonesia tetap negara yang rakyatnya terus miskin. Kita hanya bisa “menonton” kekayaan alam kita yang terus diperas dan dibawa ke luar negeri. Jika keadaan seperti itu terus, dan mencapai 90 %, maka berapa lama negara kita akan mampu bertahan secara ekonomi? Lalu, seberapa bebas keputusan politik bisa diambil oleh para pemimpinnya?
Buku Agenda-Mendesak Bangsa;Selamatkan Indonesia! ini begitu runut menjelaskan sebab-sebab mengapa SDA Indonesia dikuasai oleh pihak asing, serta mengapa pemerintah bertekuk lutut pada mereka. Korporatokrasi adalah kata kuncinya. Korporatokrasi yaitu sistem kekuasaan yang dikontrol oleh berbagai korporasi besar, bank-bank internasional dan pemerintahan (hlm.81).
Melalui korporatokrasi inilah Indonesia didikte dan bahkan “dibeli” pemerintahnya untuk meloloskan keinginan-keinginan mereka. VOC adalah korporasi pertama di dunia yang berhasil menjajah dan menjarah Indonesia. Sedang saat ini, perannya diganti oleh korporasi-korporasi yang berasal dari Amerika. Nampaknya, sejarah telah berulang dengan wajah baru.
Korporatokrasi bercokol di Indonesia bermula sejak zaman orde baru. IMF, World Bank, dan WTO adalah instansi korporatokrasi tersebut. Korporasi-korporasi asing itu terus mencengkram seiring dengan pergantian pemerintahan. Tak terkecuali pada pasca reformasi juga. Beberapa di bawah BUMN di tahun ini, yang hendak diprivatisasi seolah-olah akan memberi angin segar kembali kepada pihak-pihak asing lagi. Komite privatisasi perusahaan BUMN telah membuat daftar 44 BUMN yang akan dijual (hlm.226-227).
Buku ini diperkaya dengan lampiran, dari penulisnya sendiri, maupun yang lainnya. Lampiran tersebut telah memperkuat dan melegitimasi data-data yang dikemukakan dalam bahasan buku ini. Ketuta LIPI adalah salah satu dari lampiran tersebut. Buku karya Amien Rais ini telah menemukan relevansinya di saat bangsa Indonesia hendak merayakan kemerdekaannya. Membaca realitas SDA bangsa Indonesia yang dikuasai oleh pihak asing, sebagaimana dipaparkan dalam buku ini, serta kenyataan yang ada di tengah-tengah rakyat miskin, kita mestinya bertanya kembali, apakah benar Indonesia sudah merdeka?

Tidak ada komentar: