Selasa, Agustus 26, 2008

Bisnis Berbasis Kerakyatan


Judul: Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan, Bagaimana Bisnis Sosial Mengubah Kehidupan Kita
Penulis: Muhammad Yunus
Penerjemah: Rani R Moediarta
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan: Pertama, 2008
Tebal : xvii + 262 hlm

Pernahkah Anda mendapatkan sebuah korporasi yang benar-benar memihak rakyat? Saya yakin kebanyakan orang pasti belum mendapatkannya. Karena, mayoritas korporasi selalu mengedepankan keuntungan kepemilikannya, ketimbang yang lain.

Dalam era kapitalisme global ini, mana ada korporasi mengutamakan rakyat miskin, justru yang ada adalah merugikan dan menyengsarakan rakyat miskin. Jika tidak percaya, coba Anda lihat semua korporasi asing yang ada di Indonesia. Mereka sama sekali tidak menguntungkan Indonesia.

Nampaknya, Muhammad Yunus memberikan jawaban untuk pertanyaan di atas, bahwa ada sebuah korporasi yang benar-benar memihak rakyat miskin, yaitu Grameen. Grameen adalah sebuah korporasi yang berbasis kerakyatan; diperuntukkan kalangan menengah ke bawah, bahkan terutama kalangan miskin. Direkturnya tak lain adalah Muhammad Yunus sendiri. Melalui buku barunya Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan, Bagaimana Bisnis Sosial Mengubah Kehidupan Kita (2008) dia mengeksplorasi gagasannya secara detail dengan memadukan antara teori dan praktik serta kenyataan di lapangan. Tentu saja idealisme dirinya juga tertulis di sini.

Buku ini sungguh tidak hanya asal bertutur tanpa bukti. Tiga puluh tahun menjalankan korporasinya adalah sebuah jaminan, bahwa kata-katanya dalam buku tersebut benar-benar realistis. Karena itu, dia berani bermimpi dan berpikir ke depan untuk menanggulangi kemiskinan di dunia melalui langkah-langkah yang terus diperjuangkannya. Sungguh dia ingin sekali menghapus kemiskinan di seluruh penjuru dunia.

Muhammad Yunus merupakan pemerhati dan penolong kaum miskin. Dia sangat tahu betul bagaimana hidup orang miskin. Melalui Grameen-nya dia membantu mereka untuk bekerja dan berwiraswasta. Cara dia adalah memberikan kredit mikro tanpa agunan. Adapun bisnis yang dikelolanya di antaranya bank, asuransi, pabrik makanan, pendidikan, operator seluler, internet, elektronik, dan lain-lain. Melalui bisnis di bidang itulah Yunus bergerak membantu masyarakat miskin. Sungguh, sebuah upaya yang luar biasa.

Melihat kenyataan di atas, tak aneh jika Muhammad Yunus meraih nobel pada tahun 2006. Dan uniknya, dia mendapatkan nobel untuk perdamaian, bukan nobel untuk ekonomi. Lantas, apa alasannya? Yunus sepertinya sangat sadar dengan sabda Muhammad SAW, sang Nabi, bahwa kefakiran akan membawa kekafiran. Artinya, orang bisa saja menjadi menghalalkan segala cara akibat kondisi yang melarat. Dan dari situ, akan timbul konflik di tengah-tengah masyarakat. Kejahatan, seperti pencurian dan perampokan, timbul lebih banyak disebabkan faktor ekonomi ketimbang faktor lainnya. Orang akan nekad melakukan apa saja demi sesuap nasi.

Untuk itulah, Muhammad Yunus melalui korporasinya, terus berfikir dan berupaya menanggulangi kemiskinan. Kemudian dia membuat jargon bagi korporasinya yaitu semangat berinovasi dan bereksperimen yang tiada henti. Dengan jargon seperti itu, Grameen Group yang dipimpinnya terus mencari ide bisnis baru yang tetap mengutamakan kepentingan kaum miskin.

Muhammad Yunus sangat yakin akan usahanya ini bahwa lambat laun bisnisnya akan mengubah dunia. Karena perbaikan ekonomi, sejatinya, akan memperbaiki tatanan bidang lainnya: sosial, politik, dan budaya. Bangladesh adalah bukti nyata atas apa yang dilakukan Muhammad Yunus. Santai tapi pasti, Bangladesh mengalami kemajuan dalam semua bidang lantaran usaha-usaha kaum miskin tergalakkan. Sungguh, sebuah upaya yang patut dicontoh oleh pemerintah Indonesia.

Setelah kita melihat sistem ekonomi yang dilakukan oleh Bangladesh dengan terbukti ampuh itu, timbul pertanyaan, maukah di antara pemimpin bangsa Indonesia mencoba menerapkannya di negara kita—yang tercinta—ini?

1 komentar:

Project mengatakan...

klu buku tentang smartcard tau gak referensinya